Program Studi Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, bekerja sama dengan Imparsial dalam menggelar diskusi yang bertajuk “Telaah Kritis Terhadap UU No.23/2019 Tentang PSD Dalam Perspektif Politik, Hukum-Ham, dan Keamanan: Jelang Putusan Mahkamah Konstitusi”. Acara tersebut diselenggarakan di Aula Madya Kampus 2 UIN Jakarta pada Kamis (2/6).
Dalam diskusi tersebut, hadir beberapa narasumber di antaranya Faisal Nurdin Idris Kepala Program Studi HI FISIP UIN Jakarta, Fery Kusuma Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan Peneliti Centra Initiative, Junaidi Simun Peneliti Center For The Study Of Religion And Culture (CSRC) UIN Jakarta, dan Al Araf Peneliti Senior Imparsial dan Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya.
Peneliti Senior Imparsial Al Araf mengungkapkan, Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara memiliki tujuan meningkatkan kualitas pertahanan Indonesia. Namun, kata dia, UU tersebut memiliki banyak permasalahan dalam proses penggarapannya. UU ini dibuat dan disahkan hanya dalam waktu satu bulan.
Ia melanjutkan, proses pembuatan UU ini dinilai cukup singkat jika dibandingkan dengan UU tentang Kekerasan Seksual (KS) yang direncanakan sejak tahun 2016 dan baru disahkan pada 12 April 2022 lalu.
“Proses pembuatan UU ini dinilai cukup singkat jika dibandingkan dengan UU tentang Kekerasan seksual,” tutur Araf, Kamis (2/6).
Araf juga menuturkan, jika dibandingkan dengan negara lain yang juga menerapkan wajib militer, Indonesia tidak memiliki urgensi yang cukup kuat untuk mengadakan Komponen Cadangan (Komcad).
Menurut Araf, jika ingin memperkuat negara semestinya diawali dengan meningkatkan kualitas tentaranya, dalam ini adalah Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia (Alutsista) dan persenjataan.
Jika pemerintah memiliki anggaran untuk meningkatkan pertahanan negara, kata Araf, seharusnya dialokasikan untuk meningkatkan kualitas tentara, tak hanya untuk membuat UU yang sifatnya masih kurang jelas.
“Berdasarkan data, 50% tentara Indonesia berada di bawah standar Alutsista dan Persenjataan milik Indonesia pun masih terbatas,” ujar Araf, Kamis (2/6).
Reporter: Nadhifah Qothrunnada
Editor: Haya Nadhira
Average Rating