
Kebijakan pindah Fasyankes ke Klinik Pratama UIN Jakarta menimbulkan beragam keluhan. Terlebih, pemindahan lewat AIS/E-Semesta menghambat akses mahasiswa terhadap sistem informasi akademik tersebut.
Pada pertengahan Februari, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta geger dengan kebijakan yang mewajibkan mahasiswa untuk pindah Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) tingkat pertama ke Klinik Pratama UIN Jakarta. Pemindahan Fasyankes dilakukan melalui AIS (Academic Information System) atau E-Semesta. Mahasiswa yang belum memindahkan Fasyankesnya, tidak dapat mengakses kedua sistem informasi akademik tersebut.
Kebijakan yang bertanda Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Imam Subchi itu, tertuang dalam Pengumuman Nomor B- 1136/R/HM.01. 1/02/2025, tentang Jaminan dan Peningkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Selama Masa Studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemindahan Fasyankes menjadi syarat bagi mahasiswa untuk mendapat fasilitas layanan kesehatan di Klinik dan Rumah Sakit (RS) UIN Jakarta. Namun, kebijakan yang terburu-buru dan terkesan memaksa itu menimbulkan banyak keluhan di kalangan mahasiswa.
Salah satunya dari Fadhilah Syarifah, mahasiswa Program Studi (Prodi) Ekonomi Syariah yang merasa proses tersebut terlalu tiba-tiba. Pun penjelasan terkait pemindahan Fasyankes tidak menyeluruh. Sebelumnya, Fadhilah ingat saat di formulir pendaftaran mahasiswa baru (maba) sempat dicantumkan terkait perpindahan Fasyankes, tetapi hal itu masih menjadi opsi. “Rumah aku masih sekitaran Jabodetabek, orang tua pun gak setuju dari awal itu (pemindahan Fasyankes) dicantumkan. Mahasiswa juga masih banyak yang belum tahu karena dari dekanat fakultas ataupun kaprodi belum menyampaikan informasi tersebut,” ucapnya melalui WhatsApp, Rabu (5/3).
Selain persoalan informasi yang kurang jelas, mahasiswa juga menghadapi kendala teknis akibat pemindahan itu. Dhiya Khoirunnisa, mahasiswa Prodi Sejarah dan Peradaban Islam (SPI), tak bisa mengakses E-Semesta guna mencetak Kartu Hasil Studi (KHS) dan Kartu Rencana Studi (KRS) sebagai syarat pengajuan beasiswa Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Padahal, tenggat waktu pengajuan beasiswa itu sudah dekat. “Jadi tidak ada pilihan lain, terpaksa untuk mengisi itu secara asal-asalan,” ucap Dhiya saat diwawancarai via WhatsApp, Sabtu (9/3).
Selaras dengan Dhiya, kendala lain juga dirasakan oleh Usman Domiri, mahasiswa Prodi Ilmu Hukum. Ia merasa kebijakan tersebut akan menyulitkan mahasiswa yang tidak memindahkan Fasyankes. Sebab, tidak semua mahasiswa mau melakukan pemindahan Fasyankes karena akan menyulitkannya ketika berobat di luar Klinik Pratama UIN Jakarta.
Institut telah menghubungi kontak layanan Rumah Sakit Syarif Hidayatullah yang tertera di akun instagram @uinjktofficial, Rabu (5/3). Ia menyebut perpindahan Fasyankes bersifat wajib. Mahasiswa yang tidak berkenan dengan pemindahan Fasyankes, dapat bersurat kepada Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum. Terkait dengan iuran, sesuai dengan kategori status kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang didaftarkan sebelumnya. Bisa sebelumnya memakai BPJS Kesehatan yang berbayar, hal itu juga berlaku ketika pindah Fasyankes ke RS UIN Jakarta.
Pranata Komputer Ahli Pertama Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipanda), Reza Alamsyah menyatakan, perpindahan melalui AIS atau E-Semesta merupakan kebijakan dari Pimpinan UIN Jakarta. Begitu pun tampilan pemindahan Fasyankes saat login AIS atau E-Semesta. “Kita mengikuti arahan dan kebijakan dari pimpinan, lalu menerapkan di sistem AIS atau E-Semesta. Kita buatkan kebutuhannya, kemudian kita fasilitasi. Dan laporannya dikelola oleh rumah sakit,” ucap Reza, Kamis (6/3).
Mahasiswa yang asal input data atau tidak sesuai dengan ketentuan, akan tetap tersimpan di sistem AIS atau E-Semesta. Namun, validasi tetap berada di pihak Rumah Sakit UIN Jakarta. “Untuk perihal lolos pemindahan Fasyankes atau tidaknya, pihak rumah sakit yang memvalidasi,” katanya.
Setelah kehebohan terjadi, Jumat, 28 Februari, UIN Jakarta melakukan Sosialisasi Fasilitas Layanan Kesehatan Mahasiswa melalui Zoom yang terunggah di kanal youtube @uinkjktofficial. Sosialisasi tersebut membahas tentang informasi mengenai layanan medis dan fasilitas kesehatan. Serta, membahas sistem pelayanan kesehatan mahasiswa.
Dalam sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa menanyakan solusi bila hendak berobat saat pemindahan Fasyankes terjadi. Sebab, rumahnya berada jauh dari lokasi kampus. “Tetap bisa pindah Fasyankes. Kalau pulang atau pergi kuliah, bisa berobat (untuk gejala ringan) ke klinik UIN. Kalau sudah cocok di klinik Depok, mau tidak mau harus pindah, karena sudah ada pengumumannya dari pihak kampus,” ungkap Buyung Berli, narasumber dari RS UIN Jakarta.
Seorang alumni yang baru saja lulus dari UIN Jakarta turut menanyakan solusi untuk mengakses AIS bila tidak melakukan pemindahan Fasyankes. Pihak RS UIN Jakarta itu menyebut, alumni yang ingin mengakses AIS tetap harus memindahkan Fasyankes. Hal itu juga berlaku bagi mahasiswa program magister dan doktoral. “Jadi, yang baru lulus pindah dulu saja. Nanti tiga bulan berikutnya bisa pindah lagi,” lanjutnya.
Selanjutnya, Taufan dari Humas UIN Jakarta bertanya terkait besaran iuran BPJS Kesehatan bagi mahasiswa yang sudah berstatus alumni. Sebab, ada perbedaan tarif antara mahasiswa dan non-mahasiswa. Pihak RS UIN Jakarta menjelaskan, mahasiswa sebagai penerima bantuan BPJS Kesehatan dari pemerintah akan dibiayai seumur hidup. “Saya juga gak tau ya, di sistem universitas ini, apakah dibahas tarif ini? Yang jelas, tarif BPJS ini, semua sama, kecuali penerima bantuan iuran digratiskan oleh pemerintah,” jawabnya.
Namun, Buyung menyarankan mahasiswa yang bukan penerima bantuan BPJS Kesehatan dari pemerintah untuk mengambil kepesertaan kelas tiga, karena paling murah. “Baik mahasiswa ataupun non-mahasiswa memang segitu biayanya, dan yang memberikan tarif ini BPJS langsung. Sehingga, saya tidak tahu ini masuk ke UKT atau tidak,” lanjutnya.
Institut sudah menghubungi Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Imam Subchi untuk diwawancarai sejak Rabu (5/3), namun hingga berita ini diterbitkan belum ada balasan.
Reporter: AA, ARD
Editor: Muhammad Arifin Ilham