Read Time:1 Minute, 50 Second
Anjungan Jawa Barat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) berubah menjadi panggung yang digunakan untuk Sarasehan Budaya, Peringatan Milangkala Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (Himalaya) Jakarta. Irama Gamelan Degung dari Pojok Seni Tarbiyah (Postar) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi pembuka acara.
Alunan nada dari alat musik asli Sunda membuka penampilan tujuh pemuda yang menamai diri mereka Himalaya Calung Symphoni (HCS). Enam pemain membawa calung dengan bentuk dan fungsi berbeda, sedangkan pemain terakhir berperan sebagai vokalis membawa alat musik gitar.
Para pemain masuk beriringan sembil memainkan lagu Bebuka. Ketika musik berakhir, Pemegang calung I yang bertindak sebagai dalang memperkenalkan pemain dengan konsep humor. Dalang dengan nama Sabiq menyampaikan tujuan penampilan mereka. “Saya prihatin karena alat musik yang sudah mau punah juga dimainkan oleh pemain yang mau punah. Kenapa kita sebagai pemuda tidak melestarikannya,” ujarnya dengan nada bergurau.
Perkenalan dari HCS tidak henti mengundang tawa penonton, mereka membawakan lagu Samba Lada yang menceritakan tentang ciri khas kuliner Sunda. Lagu tersebut diakhiri dengan melodi gitar dan tepuk tangan dari penonton.Alunan musik Ciciling menjadi pengganti berakhirnya lagu Samba Lada.
Sabiq menawarkan diri menjadi penunggang Calung yang diibaratkan sebagai Kuda diiringi lagu Kuda Lumping. “Itu kuda lumping, kuda lumping, kuda lumping, dikasih minum,” setelah menyanyikan lirik akhir yang kata-katanya diganti oleh para pemain, Sabiq berlari kearah penonton untuk diberi minuman.
Seketika itu suasana menjadi penuh tawa karena kelucuan para anggota HCS. Setelah Sabiq, beberapa pemain bergantian ingin menjadi penunggang kuda lumping. Naas bagi Acep Nisbah yang memegang Calung bernama Kecrek. Ia bukannya mendapatkan minuman seperti pemain lain, dia harus tidur di panggung dan diikat. Sabiq langsung menutup penampilan. Semua pemain turun dari panggung dan meninggalkan Acep sendirian.
Penampilan HCS berakhir dengan memotong tumpengan sebagai rasa syukur karena Himalaya sudah bertahan selama 12 tahun. “Meresapi Budaya, mengenali rasa, dan berbakti kepada daerah asal adalah tujuan diadakan acara ini. Calung menampilkan lagu khas Sunda agar para generasi muda bisa lebih mengenal budaya daerahnya,” ujar Ketua Umum Himalaya, Irfan Sanusi.
Acara yang juga dimeriahi oleh Postar UIN Jakarta, Jaka Sunda, Keluarga Mahasiswa Islam Karawang (KMIK), Abdullah Wong, dan Tresna Sundara tak hanya dinikmati oleh mahasiswa asal Sunda. “Saya bukan orang Sunda, tetapi saya menikmati acara ini,” Ucap Mahasiswi Teknik Informatika, Nindy Raisa.
NYA
Average Rating