|
Kampus UNPAM |
Bagi universitas, kehadiran Pers Mahasiswa (PERSMA) mestinya tidak dinilai sebagai sesuatu yang membahayakan. Tetapi, harus disikapi arif dengan mendukung perkembangan kejurnalistikan di lingkungan kampus. Hal ini yang coba disampaikan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Gentala Universitas Pamulang (UNPAM). Namun, kehadirannya justru dianggap akan mengganggu stabilitas dan kredibilitas universitas. Alhasil, LPM tersebut belum direstui rektorat, Selasa, (19/3).
Berbeda dengan respon rektorat, salah satu anggota LPM Gentala menjelaskan, LPM ini didirikan untuk mengajarkan kaidah-kaidah jurnalistik kepada mahasiswa UNPAM. Apalagi, di UNPAM tidak ada jurusan yang berorientasi dalam bidang jurnalistik. “Kan harusnya rektorat mendukung,” gumamnya.
Hal serupa dikatakan Gibe, LPM yang terdiridari Sembilan perintis ini dibentuk untuk mengembangkan kejurnalistikan di UNPAM. “Tapi rektorat malah nganggep bahaya,” cetusnya.
Gibe menjelaskan, sebenarnya, LPM ini bukanlah yang baru di UNPAM. Mengingat, 2009 silam, pernah berdiri sebuah Komunitas Pers Kampus (KPK). Namun, komunitas ini hanya sebatas perkumpulan pewarta dan eksistensinya pun tidak bertahan lama.
Akhirnya, ketiganya berinisiatif untuk mengubah KPK menjadi LPM. Perubahan ini dilakukan, lanjut Gibe, sebagai upaya untuk mendapatkan legalitas dari universitas. Namun, hingga kini, pihak universitas masih enggan untuk memberikan restu.
Padahal, pertengahan Januari lalu ketiganya sudah mengajukan proposal LPM Gentala ke Pembantu Rektor (Purek) bagian kemahasiswaan. Namun mereka berdalih, universitas belum mampu untuk memfasilitasi kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada pers.
Bahkan, pihak universitas menganggap, tidak mungkin dalam sebuah lembaga ada lembaga lagi.Hingga saat ini,proposal LPM Gentala masih dibawa ke dalam forum panjang bersama rektorat dan pihak yayasan. “Intinya sih, LPM kita statusnya masih di gantung,” ujar Gibe.
Andriyu mengatakan, selain mengajukan proposal, mereka juga sudah melakukan negosiasi dengan rektorat perihal status LPM GENTALA. Tapi, respon rektorat masih ambigu dan belum menemukan titik terang. “Katanya, masih dalam tahap pematangan materi,” ujar Andriyu sinis.
Gibe juga menegaskan, dilegalkan atau tidak, LPM ini akan tetap berjalan. Sejauh ini pun, ia bersama teman yang lain sudah menghasilkan karya. Untuk sementara, mereka menggunakan kaos sebagai alat media. “Biar beda aja sama LPM lain,” katanya.
Salah satu contohnya, ketika bentrokan yang terjadi di UNPAM Oktober lalu, mereka membuat baju yang bertuliskan ‘Lebih Baik Menggunakan Akal Daripada Fisik’. Bisa dikatakan, langkah tersebut cukup sukses dan mendapat respon baik dari mahasiswa.
Tika, Ketua LPM Gentala mengatakan, Gentala memiliki visi ingin saling mengasuh, mengabdi, dan mengamalkan. Artinya, dengan visi ini, bagi mahasiswa yang ingin bergabung, kami siap membekali mereka dengan kemampuan yang kami miliki. Sedangkan misinya, ingin professional dalam berjurnalistik.
Sejauhini, LPM Gentala sudah beranggotakansembilan orang, dan sebagian besar berasal dari mahasiswa yang kuliah malam.“Sembilan orang ini bisa dikatakan sebagai perintis,” ujarnya.
Terkaitnama Gentala, Andriyu menyampikan, Gentala ini berasal dari sastra lama yang mengartikan bahwa, mereka berjalan sendiri. “Dilihat secara filosofis, LPM ini adalah ada atau tidak adanya ikut campur kampus, Gentala akan tetap berjalan,” tegasnya.
Awang Daelami
Average Rating