Read Time:3 Minute, 31 Second
Beberapa dosen mengeluhkan dana insentif yang tak kunjung turun. Faktor kekurangan angaran jadi alasan.
Pada 2016 lalu, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengeluarkan Panduan Pengajuan Proposal Insentif Artikel pada Jurnal Internasional. Dalam panduan tersebut tertulis, perguruan tinggi diharuskan memberikan insentif bagi dosen penulis artikel yang telah mencapai taraf Internasional, sebagai bentuk penghargaan. Dana insentif maksimal yang diberikan per artikel sebesar Rp35 juta.
Begitu pun dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menerapkan pemberian insentif bagi dosen penulis artikel internasional. Rektor UIN Jakarta Dede Rosyada mengatakan, besaran dana yang dianggarkan per jurnal sebesar Rp7,5 juta. Namun pada kenyataanya, 2016 lalu terdapat dosen UIN Jakarta yang belum mendapatkan dana insentifnya.
Seperti yang dirasakan oleh salah satu dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Dwi Nanto. Dwi menuturkan, dari lima artikelnya yang berhasil terindeks scopus pada 2016 lalu, hanya dua artikel yang baru mendapatkan penghargaan berupa dana insentif dari UIN Jakarta. Hal tersebut diungkapkannya pada Institut di ruang dosen FITK lantai 6, kamis 18 April.
Lebih lanjut Kepala Prodi Pendidikan Fisika FITK UIN Jakarta itu bercerita, Mei 2016 lalu ia menuliskan surat pengajuan insentif kepada Rektor UIN Jakarta melalui Kepala Bagian Umum. Dalam surat itu, Dwi melampirkan tiga artikel yang ditulisnya. Namun, ia harus menunggu beberapa minggu untuk mendapatkan respons atas pengajuanya.
Kurang lebih satu bulan, tanggapan yang ditunggu Dwi tak kunjung terdengar. Ia pun memutuskan untuk melakukan pengajuan kembali pada Juni 2016. Pada pengajuan kedua, Dwi menyertakan lima artikelnya yang telah dipublikasi. “Pengajuan kali ini saya lakukan melalui fakultas,” ujarnya, Kamis (6/4).
Dwi kembali berharap pengajuan yang ia lakukan melalui fakultas akan mendapat respons dari rektor. Namun, respons yang ditunggu tak ubahnya seperti respons pengajuan pertamanya. “Pengajuan saya hilang begitu saja,” ungkapnya, Kamis (6/4).
Merasa kecewa, November 2016 Dwi memutuskan untuk bertemu langsung dengan rektor UIN Jakarta. Melalui Staf Rektor Andi Lala, ia mendapatkan kesempatan untuk bertemu langsung dengan Dede. Akhirnya, ia pun berhasil menemui rektor dan menanyakan kepastian realisasi dana insentif penulis artikel internasional yang dijanjikan UIN Jakarta. “Katanya (rektor), dana insentif masih diusahakan,” ujar Dwi, Kamis (6/4).
Pertemuannya dengan Dede memberi angin segar bagi Dwi. Akhir Desember 2016 ia menerima Surat Keputusan (SK) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) rektor mengenai pencairan dana insentif penulis artikel. Sayangnya, dana insentif yang ia dapatkan hanya sebesar Rp15 juta dari lima artikel yang ia ajukan. Padahal jika dikalulasi besaran dana insentif yang seharusnya Dwi dapat sebesar Rp37,5 juta.
Hal yang sama juga dirasakan oleh salah satu dosen Fakultas Ushuludin Kusmana. Ia mengungkapkan belum menerima kejelasan terkait insentif atas artikelnya yang berjudul Modern Discourse of Women’s Ideal Rolein Indonesia Tafsir Al-Quran of Ibu and Female Agency. Kusmana mengakui tidak tahu-menahu tentang pencairan dana insentif. “Karena tidak ada pemberitahuan resmi, saya juga tidak pernah tahu SK KPA-nya,” ungkapnya, Jumat (21/4).
Terkait pengajuan insentif, Institut meminta keterangan Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM), Sururin. Ia mengungkapkan untuk pengajuan Insentif, dosen terlebih dahulu melakukan pengajuan ke LPM. Tak cukup sampai di situ, dosen yang melakukan pengajuan harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Lembaga Pengabdiaan dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M). “Baru nanti melakukan pengajuan SK rektor untuk pencairan dana ke bidang keuangan,” ungkap Sururin, Kamis (20/4).
Mengenai anggaran dana insentif Sururin memaparkan, pada 2016 anggaran yang disediakan UIN Jakarta sebesar Rp225 juta untuk 30 artikel. Namun ternyata terdapat 33 artikel yang diajukan dosen kepada LPM. “Baru 29 jurnal yang sudah dibayar,” tuturnya, Kamis (20/4).
Di tempat yang berbeda, Ketua LP2M Arskal Salim mengungkapkan, pembayaran insentif tahun 2016 tidak merata akibat kurangnya anggaran. Oleh karena itu, dana insentif dosen yang mengajukan beberapa artikel tidak semua dibayarkan. “Agar dananya merata untuk dosen lain yang mengajukan artikel,” ungkapnya, Kamis (20/4).
Saat ditemui di ruangannya gedung rektorat lantai dua, Dede Rosyada mengamini belum semua insentif 2016 dibayarkan. Kurangnya anggaran dana menjadi kendala untuk pencairan dana insentif “Saya pastikan tahun ini semua artikel yang diajukan akan dilunasi,” pungkas Dede, Selasa (18/4).
Ketika dikonfirmasi mengenai biaya Insentif, Kepala Bagian Perencanaan Kuswara berdalih belum dibayarnya sebagian insentif akibat jumlah artikel yang diajukan LPM melebihi anggaran yang tersedia. “Ada ratusan artikel yang diajukan, tapi kita hanya menganggarkan dana untuk 30 artikel saja,” jelasnya, Selasa (18/4).
Atik Zuliati
Average Rating