Penjual takjil sedang menunggu pembeli di jalan raya depan Gedung Pusat Bahasa UIN Jakarta, Rabu (08/06). Pada bulan Ramadhan di sore hari kawasan tersebut ramai oleh para penjual takjil. |
Makanan-makanan takjil mendadak menjadi primadona di bulan Ramadhan, begitu pun yang dirasakan di lingkungan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Menjelang sore, jalanan di depan masjid Fatuhullah UIN Jakarta mendadak ramai oleh lapak-lapak penjual takjil. Pemandangan serupa juga terjadi di sepanjang jalan depan Gedung Pasca Sarjana UIN Jakarta, daerah Pasanggrahan dan depan Gedung Asrama Putri.
Melihat fenomena banyaknya mahasiswa dan masyarakat sekitar UIN Jakarta yang berburu takjil dari tahun ke tahun di bulan Ramadhan. Berbisnis takjil menjadi peluang besar bagi Aisyah Nur Illahi (Ica), seorang mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam semester 4.
Bagi Ica, berjualan takjil di daerah sekitar UIN Jakarta memiliki peluang keuntungan besar. Pasalnya di daerah tersebut terdapat banyak pembeli. Sudah satu minggu lebih semenjak bulan puasa, Ica menjalankan bisnisnya berjualan makanan takjil. Dari berbagai macam gorengan, lontong dan minuman dingin ia jajalkan dekat kosannya di daerah Pasanggrahan.
Ada pun tujuan Ica melakukan bisnis takjil, pertama karena ia membutuhkan uang untuk membayar uang semester kuliahnya. Karena sejak awal kuliah Ica mengaku membiayai kuliahnya dengan uang sendiri. Selain itu, bejualan takjil bagi Ica juga merupakan peluang untuk melatih diri bagaimana ia harus belajar di lingkungan nyata. “Insyaallah saya bisa membayar uang semester depan dari hasil berjualan takjil ini,” ungkapnya, Selasa (06/06).
Lain Ica, lain pula Farid Ramadhan. Selama bulan Ramadan ini, ia berjualan takjil berupa es buah di depan Gedung Asrama Putri UIN Jakarta. Namun, seiring dengan berjalannnya waktu ia memutuskan untuk membuka order takjil. Sehingga konsumen dapat memesan dagangannya melalui pesan online pribadi dan akan dihantarkan ke tujuan. “Sistem takjil order mempermudah konsumen utuk memesan dagangan saya,” ujurnya, Selasa (06/06).
Alasan Farid mengunakan sistem pemesanan dalam bisnis berjualan takjilnya, dikarenakan lebih praktis. Pasalnya jika dulu ia harus menanti pelanggan dari sebelum waktu berbuka hingga adzan Magrib tiba, namun sekarang ia hanya menunggu pembeli lewat pesanan dan menghantarkannya. “Sekarang saya sistemnya orderan, jika ada yang mesan hubungin saja. Tar, saya antar,” jelasnya.
Bagi Farid, melalui bisnis berjualan takjil selian mencari uang tambahan dan mengisi waktu luang, kegiatan tersebut juga menjadi pundi-pundi amal baginya. Pasalnya jika waktu berbuka puasa tiba, sedangkan barang dagannnya masih ada, maka ia akan membagi-bagikannya secara cuma-cuma. Inilah yang menjadi nilai lebih bisnis berjualan takjil yang dilakukan Farid.
Selain itu, menurut keterangan salah satu pembeli, Heryanti Dewi mahasiswa Ilmu Matematika Murni semester 4. Ia membeli takjil sudah menjadi rutinitas setiap harinya, karena tidak dapat mengonsumsi makanan berat saat berbuka puasa. “Biasanya saya mengawali berbuka puasa dengan memakan gorengan yang saya beli, sedangkan es bikin sendiri,” ujurnya Selasa (06/06).
Sedangankan bagi Ahmad Suhendri mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam. Baginya membeli takjil hanya sebatas jika tidak ada makanan di kosan, sedangkan alasanya membeli takjil di Pasanggrahan karena memang tempatnya dekat. “ Alasan saya membeli takjil di Pasangrahan, karena memang jaraknya dekat dengan kosan,” ketarangannya, Selasa (06/06).
RIM
Average Rating