Budaya plagiarisme Coreng Wajah Pendidikan

Read Time:2 Minute, 59 Second
Oleh: Ayu Naina Fatikha*
Perguruan tinggi merupakan tempat di mana peserta didik diajarkan dan dilatih untuk menjadi masyarakat yang berlatar belakang akademis dan mempunyai integritas sosial yang tinggi. Hal itu tentunya membuat insan akademisi dijadikan contoh yang baik dan statusya menjadi terpandang di kalangan masyarakat.
Namun pada praktiknya, kejahatan intelektual di perguruan tinggi masih marak terjadi. Salah satunya kasus plagiarisme yang ada di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dilansir didaktikaunj.com, dugaan kasus plagiarisme di UNJ menguat dengan keluarnya hasil Monitoring dan Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) UNJ. Dugaan pertama didapatkan tindakan plagiat dari disertasi Sarifuddin Safaa yang berjudul Evaluasi Program Tambahan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Disertasi dari Asisten I Sekretariat Provinsi Sulawesi Utara berisi banyaknya tulisan yang diambil dari laman, halaman, dan blog. Dalam disertasi itu sendiri terdapat kutipan lebih dari 159 laman yang berasal dari internet. Bahkan pada Bab IV, sebagian besar isinya adalah hasil plagiat dari buku yang berjudul Meningkatkan Kinerja PNS Melalui Perbaikan Penghasilan Analisa TKD di Pemerintah Provinsi Gorontalo dan TPPK di Pemerintah Kota Pekan Baru yang disusun oleh Mochammad Jasin, Dkk.
Kasus serupa juga menimpa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dikutip dari www.lpminstitut.com, salah satu dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Hindun dituding plagiat dalam buku Pragmatik yang ditulisnya. Kasus ini dibuktikan dengan tidak adanya catatan kaki dan daftar pustaka saat mengutip dari Jurnal Religia  Vol. 5 No. 1 karya Muhammad Jaeni.
Tindak kasus plagiat ini menjadi problem yang tak kunjung usai dari tahun ke tahun. Dalam data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, kasus plagiarisme dalam proses sertifikasi dosen mencapai 808 kasus.
Dilihat dari banyaknya kasus plagiarisme di perguruan tinggi menunjukan kurang adanya pengawasan dari pihak kampus terhadap para mahasiswa, dosen, maupun tenaga pendidik yang  melakukan tindak plagiarisme. Tak hanya itu, hukum pun masih tumpul dalan menyikapi tindak plagiarisme.
Menanggapi banyaknya kasus plagiarisme dari tahun ke tahun, tentunya banyak pihak yang menawarkan solusi. Salah satunya seperti yang dilansir dari www.kompasiana.com. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti)  membentuk peer group (tim yang terdiri dari para ahli) dan dengan cara mengeluarkan surat edaran pencegahan dan penanggulangan di perguruan tinggi. Namun cara itu dinilai kurang efektif dalam menanggulangi kasus plagiat.
Pada akhirnya, dibentuklah suatu Badan Pengkaji Originalitas dan Kelayakan Laporan Akhir Mahasiswa sebagai solusi yang dinilainya lebih tepat dan berada langsung di bawah pengawasan dan koordinasi Direktorat Jenderal Dikti.
Tak hanya itu, beberapa universitas di bawah Dirjen Dikti sudah menggunakan aplikasi pendeteksi plagiat. Perangkat tersebut akan mendeteksi semua karya ilmiyah yang masuk ke e-journal. Namun belum semua perguruan tinggi juga menggunakan software tersebut.
Terjadinya tindak kasus plagiarisme di universitas menjadi sorotan tersendiri di masyarakat luas. Bagaimana akademisi meraih gelarnya dari karya orang lain dan meng-klaim menjadi miliknya sendiri. Hal tersebut merupakan hasil dari tidak adanya rasa tanggung jawab pada diri seorang akademisi untuk mencantumkan sumber walau hanya satu kutipan sekalipun.
Dari tidak adanya rasa tanggung jawab itulah, muncul budaya copy-paste di kalangan mahasiswa, dosen, peneliti, maupun tenaga pendidik lainnya. Padahal, jika seorang melakukan plagiat akan banyak kerugian yang didapatnya. Baik itu kerugian bagi dirinya sendiri, maupun kerugian bagi pembaca yang merasa terbohongi atas karya yang dibacanya. Padahal, baik itu dosen, peneliti, maupun tenaga pendidik, seharusnya menjadi contoh yang baik bagi mahasiswa maupun masyarakat yang diajar.
Jika dari gurunya saja sudah melakukan tindak plagiarisme tanpa mengutip sumber, maka muridnya pun akan melakukan hal yang sama seperti pengajarnya. Bagai peribahasa, guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
*Mahasiswa Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Mahasiswa Tuntut Perdamaian Rohingya
Next post Berdialog Lewat Lukisan