Bude Pecel Si Penuntas Kelaparan, Terancam Kelaparan

Read Time:2 Minute, 55 Second





Dek pecel dek. Mau pecel dek. Rp1000-an satu dek. Ada kopi juga dek
Saban hari akrab di telinga mahasiswa terdengar suara perempuan sekitar 40-an itu. Logat bahasa Jawanya kental. Ia menggotong tiga buah keranjang berwarna merah. Isinya pelbagai gorengan. Ada tahu, bakwan, tempe. Tak ketinggalan sate. Di tangan kanan ia biasa menjinjing termos pemanas air untuk menyeduh kopi. Perempuan asal Pekalongan ini sudah puluhan tahun menjajakan gorengan ke pelbagai fakultas di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sayang, empat hari terakhir suara perempuan itu tak terdengar lagi. Seakan daun tua yang jatuh dihantam angin, mungkin begitulah yang dirasakan oleh Rahayu. Bagaimana tidak? Mata pencaharian Ia geluti selama bertahun-bertahun terancam hilang.  Kisah sedih itu terjadi kala Ia tengah berjualan di samping Student Center (SC) pada hari selasa 31 Oktober 2017.  Tiba-tiba Satuan Pengamanan (Satpam) UIN Jakarta, Muhammad mendatanginya.
Bukan tanpa maksud, Muhammad langsung memberikan ultimatum padanya untuk tidak berjualan lagi. “Jangan sekali-sekali berjualan di sini, atau barang dagangan diangkut,” begitu tuturnya kira-kira saat itu. Alasannya tak kuat pun dimunculkan. Perempuan yang akrab disapa Bu De Pecel ini dianggap sebagai pedagang ilegal yang tidak punya hak untuk berjualan.
Tak dapat berkata-kata, Bude Pecel mengaku sedih dan bingung harus berbuat apa. Sudah bertahun-tahun Ia berdagang di kawasan UIN Jakarta, kehidupan keluarganya hanyalah bertumpu pada hasil berjualan keliling seperti pecel, kopi dan minuman. “Kalau saya di usir, maka saya tidak bisa berjualan lagi disini,” ujarnya dengan wajah muram.
Rahayu pun tak menyangka jika pihak pihak kampus dapat berbuat ‘tega’ dengan putusan larangan berdagang itu. Sebelumnya memang pernah ada teguran dari satpam karena berjualan. Pada tahun 2004, pihak kampus pernah melakukan peringatan serupa, Rahayu tak boleh lagi berjualan di seputaran kampus. Rasa takut pun muncul dan membuat perempuan ini berhenti jualan sampai  2,5 tahun. Namun karena faktor ekonomi, Bude Pecel merasa terdorong untuk berjualan kembali dengan cara diam-diam “Saya bingung harus berbuat apa, dan saya mau berjualan dimana lagi,” tuturnya sembari melayani pelanggan, Jumat (3/11).
Sebelumnya, bulan  lalu Ia pernah ditawarkan bekerja sama dengan Coffie Cangkir. Namun Bude Pecel menolak karena mewajibkan bagi hasil. “Penghasilan kecil-kecilan, tak seberapa,” ujarnya. Setelah tawaran tersebut ditolak, tiba-tiba ada orang yang memotret dirinya dan satpam pun datang  memberikan teguran.
Menurut salah satu mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Moh Yamin berjualan gorengan di kampus tidak membuat mahasiswa resah.  Malah bisa saja memberikan dampak yang positif. “Meskipun Rahayu berjualan di dalam kampus tidak jadi masalah,” tuturnya, Jumat (10/11) sambil mencelup secangkir kopi hangat. Banyak kalangan mahasiswa telah sepakat mendukung untuk membantu Rahayu. “Ada rencana untuk melakukan aksi  demontrasi  save Bude Pecel di hari Senin nantinya” tambahnya.

Menanggapi hal ini, Satuan Pengamanan (Satpam) UIN Jakarta, Muhammad Menjelaskan, pedagang kaki lima tidak boleh berjualan di dalam kampus. Sebab tidak memiliki izin dari pihak kampus. “ Ia telah termasuk pedagang ilegal,” tuturnya, Jum’at (3/11).
Ia pun menambahkan, setiap berjualan di dalam kampus harus memiliki kerja sama dengan Koperasi Mahasiswa (Kopma) dan Coffie cangkir. Tujuannya adalah agar tidak permasalahan yang terjadi nantinya. “Semisal makanan telah kadaluarsa dan mahasiswa keracunan, siapa pula yang akan bertanggung jawab?” tuturnya.
Menurut pantauan Institut pada 2-3 November lalu media sosial riuh dengan hastag “Savebude Menolak Lapar Menuntaskan Kelaparan Mahasiswa UIN Jakarta”. Hastag Savebude seolah memiliki daya magnet,  pelbagai status WhatApp mahasiswa UIN Jakarta menguntit secara bersamaan status bertemakan Savebude. Muhammad Deden misalnya memuat foto Savebude  di status WhatApp miliknya. Tak ketinggalan Makaryo pun melakukan hal yang sama.  

MS

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Sebuah Kisah Omong Kosong
Next post Mengurai Perspektif Sebuah Buku