Mahasiswa dan Buku Bajakan

Read Time:3 Minute, 3 Second

sumber : Penerbit Erlangga

Oleh: Ika Titi Hidayati

Buku merupakan sarana penting untuk mendukung terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menunjang proses pembelajaran. Salah satunya melalui ketersediaan buku pelajaran dan buku-buku lain. Selama ini, usaha pengadaan buku untuk proses kegiatan pembelajaran dilakukan oleh penerbit, namun upaya tersebut sering terhambat oleh maraknya pembajakan dan penggandaan buku secara ilegal.

Maraknya pengedaran dan penjualan buku bajakan bukan hal baru lagi.Hal itu telah melanggar hak cipta yang berlaku. Seperti tertera dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tepatnya pada  Pasal 9 ayat (3) dinyatakan “Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.”

Pelanggaran terhadap hak cipta tidak hanya dilakukan oleh oknum yang ingin mendapatkan keuntungan besar saja, namun dilakukan juga oleh mahasiswa berupa penggunaan buku bajakan dan praktik menggandakan buku tanpa izin. Fenomena penggandaan buku ini dapat dijumpai dari tumbuhnya usaha-usaha fotokopi yang ada di sekitar perguruan tinggi.

Masalah pembajakan dan penggandaan buku tetap menjadi pekerjaan rumah yang belum selesai. Dilansir dalam hukumonline.com Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DKI Jakarta Lucya Andam Dewi mengakui bahwa persoalan yang dihadapi penerbit buku masih banyak dan kompleks, salah satunya maraknya pembajakan. Ini adalah masalah klasik, yang telah lama menjadi musuh bersama penulis dan penerbit buku.
Seorang penulis dariForum Lingkar Pena, Pipiet dalam laman yang sama mengatakan bahwa para penulis buku umumnya sudah menyerahkan karyanya kepada penerbit, termasuk memproteksi agar buku yang sudah terbit tidak dibajak.
Kasus pembajakan buku yang pasti merugikan penulis atau pemilik hak dari buku tersebut, dilansir dalam medan.tribunnews.com seperti “Membongkar Gurita Cikeas Di Balik Bank Century” penulis buku adalah George Junus Aditjondro (tahun 2011) mengalami kerugian Rp18 miliar, dan ada 18 seri buku bajakan “Membongkar Gurita Cikeas Di Balik Bank Century” yang beredar di pasaran dengan kisaran harga Rp20.000 hingga Rp40.000 per ekslempar. Karya cipta berupa buku merupakan hal yang sangat rawan dengan pelanggaran.
Seperti yang dipaparkan oleh Kepala Penerbitan Yudhistira, Jaja Subagja, dikutip dalam hukumonline.com Sejauh ini perusahaan penerbit sudah banyak melakukan upaya pencegahan dan penindakan. Misalnya, dengan cara mengontrol stok. Stok buku yang kosong akan mendorong terjadinya pembajakan.  Dalam hal penindakan, Ikapi terus mendorong Tim Penanggulangan Masalah Pembajakan Buku untuk bekerjasama dengan kepolisian menindak pembajak buku.
Dalam hukumonline.com Wakil Ketua III Ikapi DKI Iwan Setiawan mengatakan untuk mengatasi masalah pembajakan ini Ikapi berusaha memutus rantai dari para penerbit buku bajakan. Iwan mengakui pemberantasan pembajakan tergantung pada kemauan masyarakat melaporkan dan tidak melanggar UU Hak Cipta. Problemnya, pemahaman dan penghargaan terhadap hak cipta buku masih belum maksimal. Diakui Iwan, mahalnya harga buku turut menyebabkan masyarakat melakukan pembajakan dan penggandaan buku,Tetapi ia menganggap hal ini ironis karena untuk membeli pulsa bisa, sementara membeli buku tidak.
            Seperti telah dijabarkan di atas, banyaknya kerugian yang di alami oleh penulis dan penerbit disebabkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sebagai masyarakat dan kaum intelektual seperti mahasiswa seharusnya lebih menghargai hasil karya para penulis kreatif yang ada di Indonesia, karena jika kasus tersebut terus-menerus terjadi dan tidak terealisasinya hukum tentang hak cipta, maka dampaknya adalah penurunan gairah penulis dalam kreativitas menulisnya.
Terkait hal ini, solusi yang tepat adalah mensosialisasikan kepada masyarakat dan mahasiswa tentunya agar lebihmenghargai karya intelektual seseorang. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, perlu disosialisasikan Ikapi, Pemerintah, media dan semua pihak terkait. sepakat akan pentingnya sosialisasi UU Hak Cipta dan penghormatan masyarakat terhadap hasil karya intelektual. Dari sudut pandang hukum, pembentukan aturan diperlukan agar ada sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan.

*Penulis adalah Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Milad LDK Sebagai Refleksi
Next post Tangkal Radikalisme dalam Kampus