Read Time:2 Minute, 5 Second
DONGGALA –Awan mendung menyelimuti Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Ombak yang menghempas bibir pantai cukup besar, deburnya terasa meramaikan telinga.
Sepi sepanjang jalan, hanya beberapa markah jalan memperingatkan pengendara untuk pelan. “Sedang ada kedukaan,” begitu tulisan di atas papan biru yang berdiri di satu lajur jalan. Tapi ketika masuk ke jalan dusun empat Desa Lompio, terlihat ramai warga berkerumun di bawah tenda dengan asap mengepul di atasnya.
Warga bersiap memasak potongan daging sapi yang sebelumnya disembelih. Sejak Ahad (14/10) pagi, tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Posko Gempa Bumi dan Tsunami Sirenja memotong lima ekor sapi untuk pengungsi di Desa Lompio. Di desa ini ada sekitar 900 orang pengungsi yang terpisah di empat dusun. Mereka mendirikan tenda di kebun kelapa yang tak jauh dari pemukiman mereka.
Lima ekor sapi yang dipotong di Dusun Empat, Lompio akan dibagikan ke dusun lainnya. Tak butuh waktu lama untuk memotong hewan bertubuh besar itu, masyarakat bergotong-royong, mempercepat pekerjaan.
Setelah terpotong, dengan sigap ibu-ibu di sana memegang pisau, tanda siap mengolah daging. Bertatak gedebok, ibu-ibu yang wajahnya dibaluri bedak dingin memotong daging seukuran sekali gigit. “Daging ini nanti kami olah untuk sambal goreng,” ungkap Ratmi, salah satu pengungsi, sambil memotong daging.
Untuk kaki dan tulangan sapi, warga di sana mengolahnya menjadi Kaledo. Masakan khas Donggala ini terkenal dengan rasa kuahnya yang enak. “Kaki lembu Donggala, itu kepanjangan kaledo,” tambah Ratmi.
Di sisi lain dapur umum, ada ibu-ibu yang sibuk menanak nasi. Kepulan uap panas dengan aroma khas nasi tercium. Mereka juga merebus air, guna mengempukkan daging yang hendak mereka makan.
Sore harinya, makan bersama diadakan. Ini merupakan cara masyarakat untuk mempererat silaturahmi, terlebih pascabenca seperti ini. “Kita makan bersama, sambil berdoa agar tak mendapatkan bencana lagi,” kata Kepala Desa Lumpio, Zulfikar.
Pengungsi Butuh Tenda
Sama seperti masyarakat terdampak gempa lainnya di Sulteng, warga Lumpio pun telah meninggalkan rumah mereka sejak hari pertama gempa. Rumah mereka sebagian hancur, namun ada juga yang takut kembali ke rumah karena masih seringnya getaran terjadi. Mendirikan tenda menjadi pilihan di tengah bencana yang menerpa Tanah Celebes.
Zulfikar mengatakan, sampai saat ini kebutuhan yang paling mendasar untuk pengungsi adalah tenda. Sebagian pengungsi di sana masih tak memiliki tenda sendiri. “Banyak kepala keluarga yang menumpang tenda, bahkan satu tenda sampai lima keluarga,” terang Zulfikar.
Dua hari sebelumnya, Jumat (12/10), tim ACT juga menyambangi desa ini untuk membagikan pangan dan logistik, termasuk terpal untuk penutup tenda. Tim akan terus bergerak menjangkau desa-desa terdampak lainnya, menyalurkan amanah kepedulian masyarakat Indonesia. [] Eko Ramdani
Average Rating