Meskipun memiliki keterbatasan penglihatan, penjual kerupuk tunanetra terus berjuang demi kebutuhan sehari-hari.
Meski menghadapi keterbatasan penglihatan, penjual kerupuk di pinggir Jalan Villa Cinere Mas tetap mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka membawa sekantong plastik merah besar berisikan kerupuk bangka Palembang untuk dijual. Berbagai rintangan telah dilalui untuk membiayai kebutuhan keluarganya.
Indah Puspita Sari (48) merupakan salah satu penjual kerupuk tunanetra sejak dua tahun terakhir. Ia pernah bekerja sebagai tukang pijat, tetapi pekerjaan itu sepi setelah pandemi Covid-19 berakhir. “Tadinya saya jadi tukang pijat, semenjak habis corona jadi sepi. Seadanya jualan kerupuk kadang laku, kadang tidak,” ujar Indah, Rabu, (11/12).
Biasanya, Indah membeli kerupuk tersebut dari pabrik yang kemudian ia jual kembali. Namun, Indah mengkhawatirkan kondisi jalanan saat musim hujan yang banyak proyek penggalian tanah. “Kalo keliling, kecebur got. Sekarang kan sedang banyak galian, saya ngeri mana lagi hujan enggak bisa neduh, yaudah jalan saja sedikit-sedikit,” sebut Indah.
Untuk datang ke lokasi berjualan, biasanya Indah naik ojek atau jalan kaki. Ketika siang hari, ia naik ojek untuk mempersingkat waktu sampai di lokasi berjualan. Jika berjalan kaki, Indah meminta bantuan dengan bertanya arah jalan kepada orang sekitar. “Saya jalan kaki sendirian, hafal jalannya. Kalo enggak tau nanya sama orang,” sahut Indah yang saat itu mengenakan kerudung merah.
Penghasilan Indah dalam sebulan dapat mencapai lebih dari Rp1 juta. Dalam proses transaksi, Indah mengaku tidak mengetahui nominal uang yang ia terima. “Nanti kalau sudah di rumah uangnya dihitungin anak. Kalau di jalan palingan minta tolong kasih tahu uangnya berapa nominalnya. Penghasilan kerupuk paling kalo dikumpulin selama sebulan ada Rp1 juta lebih,” ujarnya.
Harga kerupuk yang Indah jual setiap hari seharga Rp20 ribu. “Kalo orang lain kan ada yang Rp25-27 ribu. Kalo saya (jualnya) Rp20 ribu juga kadang-kadang lakunya lama, apalagi kalo harganya lebih dari segitu, susah,” ujarnya.
Sementara itu, Tasmad (56) juga penjual kerupuk tunanetra yang sudah berjualan selama 14 tahun. Tasmad berjualan kerupuk untuk mendapatkan uang tambahan. “Untuk tambahan rezeki saya jualan kerupuk. Dulu kan saya tukang pijat, tidak begitu laku. Jadi, dagang kerupuk,” kata Tasmad pada Rabu, (11/12).
Berbeda dengan Indah, untuk pergi ke lokasi berjualan, Tasmad tidak lagi jalan kaki, melainkan naik ojek setiap hari. “Saya ke sini naik ojek online atau ojek langganan. Karena saya tidak ada handphone. Jadi, minta pesen sama anak saya, turunnya sesuai titik jualnya,” ucap Tasmad.
Penghasilan Tasmad dari berjualan kerupuk tidak tetap. Ia berjualan dengan harga Rp20 ribu dan mendapat keuntungan Rp6 ribu. Dahulu, ia bekerja keliling, namun sekarang mangkal karena sudah nyaman dengan lokasi yang ditempatinya. “Dulu saya tidak mangkal seperti ini, tapi dulu keliling. Ketika sampai di sini dan merasa sudah nyaman, jadinya mangkal di sini,” ungkapnya.
Tasmad mengaku, saat ini banyak orang memberikan uang dengan nominal yang lebih banyak. “Sekarang banyak orang yang memberi uang lebih. Semisal ada orang beli dua kerupuk, ngasih uangnya seratus ribu, nanti orang tersebut bilang kembaliannya untuk saya, jadi berdasarkan keyakinan saja,” tutur Tasmad.
Reporter: ARD
Editor: Rizka Id’ha Nuraini