Read Time:2 Minute, 25 Second
Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang rawan terjadi di Indonesia, negara dengan deretan gunung api aktif dan wilayahnya banyak dilalui jalur lempeng bumi. Hal inilah yang menjadi faktor kemungkinkan terjadinya gempa bumi. Gempa yang disebabkan oleh erupsi gunung berapi aktif dinamakan gempa vulkanik, sedangkan gempa yang disebabkan oleh geseran lempeng bumi yang ada di darat maupun di laut disebut gempa tektonik.
Banyak dampak kerusakan bila gempa bumi melanda suatu wilayah, seperti runtuhnya bangunan, hancurnya jalan, dan semua kerusakan yang terjadi akibat getaran hebat dari bencana tersebut. Tak jarang pula, masyarakat kerap khawatir terjadinya tsunami imbas dari gempa bumi di dasar laut.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan jika terjadinya bencana alam, terutama kaitannya dengan gempa bumi, pengetahuan tentang mitigasi bencana perlu dipahami masyarakat kita. Untuk itu, pada 5 Agustus 2019 lalu Reporter LPM Institut, Nurlailati Qodariah telah melakukan wawancara khusus dengan Pelaksana Kedaruratan Badan Penanggulangan Bancana Daerah (BPBD) Kota Tangerang Selatan, Aceng Asep Sopandi mengenai mitigasi bencana sebagai berikut.
Bagaimana standar bangunan yang baik dan kuat jika terjadi gempa bumi?
Ada beberapa tipe bangunan yang memenuhi standar bila terjadi bencana alam, khususnya gempa bumi. Biasanya bangunan dengan arsitektur tahan bencana berada di daerah rawan bencana, seperti halnya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dekat dengan Gunung Merapi. Tingginya intensitas bencana yang diakibatkan erupsi Gunung Merapi, hingga bangunan di DIY sudah sepatutnya mengunakan standar bencana.
Bicara tentang standar bangunan yang memenuhi bangunan sehat saat terjadi bencana, menurut Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ada beberapa standar yang harus dipenuhi. Bangunan anti gempa adalah apabila dibangun dengan standar material komposit serat berbasis polimer. Bahan material tersebut diharapkan akan menjadikan bangunan kuat, selain itu bahan baku ringan dan relatif murah dengan waktu pembangunan yang relatif singkat.
Apakah setiap bangunan wajib menyediakan ruang evakuasi bencana? Bagaimana jika terjadi gempa jika berada di gedung universitas?
Jika terjadi gempa bumi dan berada di gedung bertingkat, seperti halnya gedung universitas, maka setidaknya ada salah satu petugas yang berwenang di setiap lantai untuk memandu evakuasi orang-orang yang berada di dalam gedung. Hal ini bertujuan agar evaluasi berjalan tertib dan terkendali, sehingga dapat meminimalisir korban jiwa.
Kaitannya dengan ruang evakuasi sebenarnya wajib ada, seperti ruangan yang terdapat pintu darurat mengarah keluar. Hal ini bertujuan, ketika terjadi gempa bumi maka evaluasi berjalan cepat dan tepat.
Bagaimana peran BPBD dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya mahasiswa? lalu bagaimana prosedurnya?
Untuk sosialisasi biasaya BPBD menjelaskan bagaimana langkah-langkah dalam menghadapi bencana. Yang paling penting saat menghadapi bencana diusahakan untuk tidak panik, jika terjebak di dalam ruangan cari tempat aman yang dapat melindungi kepala seperti kolong meja. Namun jika sudah ada kesempatan untuk keluar, maka cari tanah lapang, dan jauhkan diri dari bangunan yang mudah roboh.
Sedangkan prosedur untuk sosialisasi bencana, biasanya BPBD diundang untuk memberikan sosialisasi di beberapa institusi pendidikan. Misalnya BPBD Kota Tangerang Selatan pernah melakukan kunjungan sosialisasi mitigasi bencana di asrama Daarut-Tauhid dan di beberapa tepat lainnya.
NQ
Average Rating