Read Time:5 Minute, 35 Second
Sudut-sudut Ciputat melahirkan pelbagai warna pemikiran, ragam ideologi organisasi pun tumbuh subur di dalamnya. Ciputat menggugat di Gedung DPR silam menjadi sirene era baru gerakan mahasiswa.
Sebulan sejak berita ini ditulis, tepatnya 23-24 September 2019 halaman depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Senayan dipenuhi ribuan mahasiswa. Mereka datang dengan mengenakan ragam warna jaket almamater yang merepresentasikan ciri kampusnya masing-masing. Di depan gedung tempat para wakil rakyat itu mereka menyuarakan aspirasinya dengan membawa tujuh tuntutan.
Isu pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi tuntutan utama aksi mahasiswa tersebut. Pasalnya, Revisi Undang-Undang KPK dipandangan melemahkan lembaga independen negera tersebut. Selain itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Hukum Pidana tak lepas dari sorotan. Tuntutan lainnya berkaitan dengan isu kriminalisasi aktivis, isu lingkungan, penuntasan pelanggaran hak asasi manusia dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Berbekal spanduk dan poster berisi coretan kritikan, Sejak Senin (23/9) pagi ribuan massa aksi telah telah memenuhi jalanan Senayan. Mereka berstatus mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Tak kalah dengan sigap massa aksi, aparat keamanan pun sejak pagi buta telah siap siaga menjaga keamanan sekitar Gedung DPR. Bahkan, diketahui mencapai 5000 personil aparat gabungan dikerahkan guna mengawal aksi demonstrasi.
Esoknya, Selasa (24/9) aksi masih berlanjut dengan massa yang lebih besar dari hari sebelumnya. Bak aksi tak tanpa solusi, demonstrasi yang diikuti oleh ribuan mahasiswa tersebut pada akhirnya ricuh. Hujan gas air mata menerjang peserta aksi, mereka pun berhamburan tak menentu. Carut marut terlihat jelas tak menentu, bahkan korban pun berjatuhan dari pihak mahasiswa.
Aksi mahasiswa September 2019 silam menjadi bukti konkret mahasiswa sekarang tidak tertidur dengan keadaan. Setidaknya, aksi tersebut dapat menggambarkan mereka masih peka dengan isu sosial dan melek keadaan. Jika menilik lapangan, aksi mahasiswa 23-24 September 2019 di depan Gedung DPR menjadi fenomena aksi terbesar pasca reformasi Orde Baru 1998. Pasalnya bukan hanya terjadi di Jabodetabek, bahkan merambat di kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Ciputat Menggugat
Jika menilik sejarah, peradaban intelektual Ciputat tak dapat lepas dari gejolak organisasi pergerakan. Bukan rahasia umum kiranya, berbagai organisasi pergerakan tumbuh subur mengisi sudut-sudut ruang diskusi dan penyampaian aspirasi. Pelbagai corak dan ragam ideologi organisasi pun tak jarang menciptakan sebuah diskursus baru yang membentuk jati diri kebudayaan intelektual Ciputat.
Peradaban Ciputat tak dapat terlepas dari hadirnya organisasi-organisasi pergerakan yang beraneka ragam. Sebagai bagian dari Civitas Academica Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tentu paham betul bagaimana organisasi pergerakan seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan banyak lainnya turut berperan menghidupkan dinamika intelektual dan dunia pergerakan di Ciputat.
Aksi besar 23-24 September 2019 di depan Dedung DPR RI menjadi momentum berharga bagi organisasi-organisasi pergerakan di Ciputat. Tanpa menyia-nyiakan momen tersebut, berbagai organisasi di Ciputat turun aksi. Baik organisasi intra kampus maupun ekstra seperti HMI, PMII, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan banyak lainnya mengambil bagian dari aksi bersejalah tersebut.
Tak hanya organisasi ekstra kampus, aksi besar di depan Gedung DPR beberapa waktu silam telah menyatukan beberapa kampus di Ciputat. Dalam hal ini, Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMA-U) UIN Jakarta Rizki Ari Wibowo mengaku telah merangkul beberapa kampus di Ciputat untuk satukan suara dalam tuntutan aksi dengan jargon Ciputat Mengugat.
Konsolidasi pun terjalin, beberapa kampus di Ciputat dan sekitarnya turun aksi bersama dengan tuntutan sama. Beberapa nama kampus seperti UIN Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta bersama dalam kesatuan aksi. ”Konsolidasi antar universitas itu sepakat untuk demonstrasi bersama depan Gedung DPR,” tegas Wibowo, Jumat (18/10).
Dari latar belakang organisasi ekstra kampus, Ketua Umum (Ketum) HMI Cabang Ciputat Tharlis Dian Syah Lubis menganggap dunia pergerakkan mahasiswa Ciputat secara khusus telah melakukan langkah-langkah soft terkait isu-isu nasional. Dalam artian, telah bergerak di bidang literasi dan forum diskusi. Ia juga menyambut baik aksi yang dilakukan oleh mahasiswa ciputat pada September silam sebagai tindakan nyata merespons isu nasional. “Menurut saya kalo aksi kemarin karena kegundahan hati,” Ujar Tharlis pada Senin (21/10).
Selain Ketum HMI, Ketum PMII Komisariat Fakuktas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Jakarta Mochamad Bahrul Ikhsan berpendapat demonstrasi mahasiswa di Gedung DPR beberapa waktu lalu seharusnya dikaji fokus pokok permasalahannya. Sehingga demonstrasi memiliki tujuan yang matang bukan hanya sekadar ikut-ikutan dan sebatas eksistensi semata. Menurutnya, semua hal terkait aksi bukan untuk kepentingan mahasiswa atau pemerintah tapi untuk rakyat. “Sebagai mahasiswa jangan hanya teriak-teriak tapi lupa esensi dan target awalnya,” Tutur Bachrul pada Jumat (18/10).
Lebih lanjut, Ketum IMM Cabang Ciputat Hisbullah menilai dunia pergerakan Ciputat memiliki semangat luar biasa. Terlihat dari banyaknya organisasi ataupun primordial yang memiliki konsentrasi berbeda. Terkait aksi, ia memandangnya sebagai bentuk dan upaya mahasiswa untuk menjembatani akses antara rakyat dan pemerintah. Ia pun yakin semangat membangun kesejahteraan rakyat masih diterapkan oleh organisasi lain. “Kita harus tetap mengedepankan idealisme, jangan mudah terprovokasi,” ujar Hisbullah, Sabtu (19/10).
Hal yang sama juga diungkapkan Pengurus Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci) Asror. Asror beranggapan pergerakkan mahasiswa di Ciputat sudah baik, terlebih ketika turun langsung ke jalan dalam sebuah aksi. Namun menurutnya, persoalan pergerakkan sekarang ini tidak hanya mengkritisi tapi harus ada solusi. “Kritik tajam yang berdasarkan fakta dan data belum terlihat dan belum tampak,” Kata Asror, Selasa (15/10).
Aktivis mahasiswa era 1998 Tubagus Ace Hasan Syadzily angkat bicara, baginya demonstrasi mahasiswa merupakan hak mahasiswa. Pria yang kini menjadi politisi itu juga sangat mengapresiasi mahasiswa karena telah mengoreksi hal-hal yang dinilai tidak baik atau tidak tepat. Namun, baginya alangkah baik jika isu yang diangkat dalam demonstrasi perlu dikaji dahulu. Ia berharap agar gerakan mahasiswa tetap menjadi kekuatan kritis yang mampu menjadi gerakan moral perbaikan bangsa.
Tak hanya Ace, Pakar Politik UIN Jakarta Iding Rosyidin menilai gerakan mahasiswa perlu taktis serta jangan sekadar aksi tanpa dibarengi pemikiran yang kritis dan pengetahuan. Perihal dunia pergerakan mahasiswa Ciputat, menurutnya saat ini tengah mengalami fluktuasi dan mulai bangkit kembali karena isu besar. Lebih lanjut, bagi Iding sepanjang aksi yang dilakukan tidak bercampur dengan kelompok lain serta murni aspirasi mahasiswa itu adalah hal yang bagus.
Rizki Dewi Ayu & Nurul Dwiana
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating