Penipuan Berkedok Minta Transfer Rugikan Mahasiswa

Penipuan Berkedok Minta Transfer Rugikan Mahasiswa

Read Time:3 Minute, 39 Second

Penipuan Berkedok Minta Transfer Rugikan Mahasiswa 

Desas-desus penipuan kini tengah terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejumlah identitas mahasiswa disalahgunakan oleh oknum tak bertanggung jawab.

Kasus penipuan melalui media WhatsApp dilaporkan telah menimpa sejumlah mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pelaku menggunakan modus penipuan dengan cara meminta sejumlah uang melalui transfer Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Untuk melakukan modus tersebut, pelaku diduga memanfaatkan identitas sejumlah mahasiswa. Namun, hingga saat ini belum diketahui siapa pelaku di balik penipuan tersebut.

Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Binta Maulidah, adalah salah satu korban yang identitasnya dimanfaatkan pelaku. Pada Selasa (6/4) siang, Binta dikabari oleh temannya yang mengaku mendapatkan pesan dari nomor tak dikenal. “Awalnya dari teman saya yang memberi tahu kalau mendapat pesan dari nomor tak dikenal, orang tersebut mengatasnamakan saya dan meminjam sejumlah uang,” ungkap Binta kepada Institut, Selasa (6/4).

Bahkan tak hanya satu orang, menurut Binta, hingga saat ini sudah ada lima orang yang dihubungi pelaku. Binta sendiri tidak tahu cara pelaku mendapatkan nomor-nomor orang yang ia kenal. Bahkan pelaku juga mengetahui sapaan dari masing-masing temannya yang dihubungi. “Untungnya mereka langsung konfirmasi ke saya, jadi Alhamdulillah tidak ada yang tertipu,” lanjut Binta.

Salah satu temannya yang dihubungi pelaku, Nazilatur Rohma mengatakan, pelaku sempat memintanya mentransfer uang lewat mobile banking dengan alasan lupa pin ATM. Awalnya, Nazila meyakini orang yang menghubunginya adalah Binta. Namun, akhirnya ia menyadari gaya bahasa yang digunakan sang pelaku itu tidak seperti kawannya. “Untungnya saya memiliki aplikasi Get Contact yang bisa mengecek nama kontak orang lain dan alhamdulillah tidak sampai kena tipu,” ujar Nazila, Rabu (7/4).

Salah seorang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) yang tak ingin disebutkan namanya juga menjadi korban penipuan online. Berbeda dengan Binta, ia mengaku menjadi korban peretasan, pelaku menggunakan nomornya untuk menghubungi orang lain. Bermula pada Rabu (31/3), seseorang menghubunginya melalui WhatsApp dan mengaku salah mengirim voucer gim. Tak lama, ia memperoleh pesan singkat berbahasa asing. Melalui WhatsApp, pelaku meminta korban untuk mengirimkan screenshot atau tangkapan layar pesan tersebut. Tanpa membaca lebih lanjut, korban pun lekas mengirimkannya.

Setelah mengirimkan screenshot, WhatsApp-nya lalu keluar secara tiba-tiba. Tetapi saat mencoba masuk berkali-kali, ia selalu tak mendapat nomor verifikasi, padahal nomornya itu aktif. Singkat cerita, korban menghubungi beberapa temannya melalui direct message (DM) Instagram dan nomor WhatsApp-nya yang lain. “Kemudian teman saya mengatakan bahwa saat itu grup sedang ramai membicarakan saya yang katanya meminta sejumlah uang melalui transer ATM, padahal saat itu saya sedang tidak bisa masuk ke akun WhatsApp saya sendiri,” ujarnya ketika dihubungi Institut, Rabu (7/4).

Ia lanjut mengatakan, dari beberapa temannya yang dihubungi oleh pelaku, ada sekitar dua orang yang mengalami kerugian. “Saya dapat kabar kalau temen saya ada yang mengalami kerugian Rp300 ribu dan Rp1,5 juta,” lanjutnya. Tapi saat hendam dihubungi institut, korban memilih tak buka suara atas kejadian yang menimpanya.

Saat melapor ke pihak kepolisian, ia mendapati banyaknya laporan mengenai penipuan tersebut. Polisi mengaku akan segera memproses laporannya. Selain itu, korban juga mengajukan pemblokiran nomor yang disalahgunakan pada pihak operator. “Agar tak bisa digunakan kembali dan tak merugikan orang lebih banyak lagi,” tegasnya.

Pakar Media Sosial UIN Jakarta Rulli Nasrullah mengatakan, hal tersebut sudah biasa terjadi di era digital. Saat ini, kata dia, siapa pun bisa melakukan penipuan. Ia melanjutkan, kurang lebih ada dua faktor seseorang melakukan penipuan. Pertama, yaitu faktor ekonomi yang mendorong manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Kedua, pelaku menerima beragam informasi dari dunia digital, bisa jadi termasuk identitas seseorang. “Dengan mengetahui identitas seseorang, pelaku bisa saja tergiur untuk menyalahgunakannya dan terjadilah penipuan,” ujar Rulli saat ditemui Institut di kediamannya, Rabu (7/4).

Jika sudah merugikan orang lain, kata Rulli, penipuan tersebut bisa ditindaklanjuti atau dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan masuk ke dalam pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), “Konsideran awal UU ITE yaitu melindungi semua transaksi, baik itu sifatnya jual beli, transfer, termasuk informasi yang ada di internet,” jelas Rulli.

Agar tidak mudah terperangkap dalam kasus penipuan digital, Rulli menghimbau beberapa hal. Pertama, jangan mudah percaya. Saat ini, kata Rulli, penipuan banyak ragamnya, seperti diiming-imingi hadiah; mengaku mengalami kecelakaan; modus minta tolong; dan lain sebagainya. Kedua, melakukan konfirmasi lebih lanjut. Segala hal soal transaksi maupun keuangan, harus selalu diwaspadai. “Namun bukan berarti kita harus selalu ketakutan, karena bisa jadi itu bukan penipuan. Tetapi lebih baik datangi yang meminta tolong agar tahu kejadian sebenarnya,” pungkas Rulli.

Sekar Rahmadiana Ihsan

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Krisis Critical Thinking Penghambat Vaksinasi Previous post Krisis Critical Thinking Penghambat Vaksinasi
Emansipasi Perempuan Melalui Karya Seni Next post Emansipasi Perempuan Melalui Karya Seni