Sekilas, tak ada yang istimewa dari bangunan Masjid Jami Kali Pasir. Seperti namanya, masjid ini beradadi Jalan Raya Merdeka 1, kampung Kali Pasir, Kota Tangerang. Namun, bila ditelusuri lebihjauh, masjid tersebut menyimpan sejarah dan toleransi antar umat beragama yang sangat menarik untuk diulas.
Menurut situs Cagar Budaya Kota Tangerang, Masjid Kali Pasir berdiri pada tahun 1576 oleh Tumenggung Pamit Widjaja dari Kahuripan. Masjid dan makam tersebut dikelola secara turun temurun, kemudian diteruskan oleh Raden Bagus Uning Wiradilaga yang merupakan putra dari Tumenggung Pamit Widjaja.
Ketua RT 02 Kali Pasir, Rudy Rahendra menceritakan tentang masjid yang sudah berdiri sejak lama, bahkan sebelum tahun yang dicatat oleh situs Cagar Budaya. “Masjid ini sudah berdiri lama bahkan sebelum tahun seribu lima ratus,” jelas Rudy, Selasa. Selain itu, hadir cerita berbeda di tengah masyarakat Kali Pasir mengenai awal mula berdirinya Masjid tertua tersebut.
Konon katanya, Masjid Kali Pasir didirikan pertama kali oleh Laksamana Cheng Ho. Ia adalah seorang pelaut dan penjelajah Muslim Tiongkok yang sangat terkenal terutama kemampuannya menyebarkan agama Islam di Nusantara. “Banyak juga cerita seperti itu, namun yang saya ketahui Laksamana Cheng Ho itu berlayar dari Semarang kemudian singgah ke daerah Tanjung, tepatnya di pesisir pantaiTanjung Kait, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang,” tambah Rudy.
Hal menariklainnya dari masjid yang memiliki sejarah menarik ini adalah arsitektur bangunannya. Terdapat empat tiang kayudi dalam masjid yang dalam sejarahnya sudah ada saat pertama kali masjid didirikan. Kemudian terdapat Baluarti di atas kubah masjid yang merupakan hasil pemberian dari Sultan Ageng Tirtayasa.
Baluarti mempunyai pengertian sebagai simbol kekerabatan kesultanan Banten. Baluarti hanya bisa kita jumpaidi beberapa masjid tua. Tidak hanya itu, menara masjid yang sekilas mirip sekali dengan pagoda menambah keunikan masjid tersebut.
Selain kekhasan bangunannya, area makam yang terdapat di depan masjid juga memilki banyak nilai sejarah. Makam ini merupakan makam para tokoh dan warga sekitar dari zaman masjid dibangun dulu. Saat ini makam tersebut masih aktif digunakan sebagai tempat pemakaman warga sekitar Kali Pasir.
Merawat Toleransi Antar Umat Beragama
Selain dari cerita sejarahnya yang menarik, keunikan lainnya adalah keberadaannya yang sangat dekat dengan Klenteng Boen Tek Bio, Pasar Lama, Kota Tangerang. Dua agama yang hidup berdampingan, yaitu umat Islam dan Konghucu.
Menurut Ketua DKM Masjid Kali Pasir, Husein menceritakan tentang masyarakat Kali Pasir yang dapat hidup rukun dan mampu mempertahankan sikap toleransi yang dijaga secara turun temurun. “Dari dulu masyarakat Kali Pasir tidak pernah mengalami gesekan yang sangat signifikan apalagi gesekan antar umat yang berbeda keyakinan,” ujar Husein, Selasa.
Husein juga menambahkan terkait adanya pernikahan campuran antara Muslim pribumi dengan Muslim Tionghoa di Kali Pasir. Hal tersebut memberikan dampak positif untuk menjalin kekerabatan yang lebih harmonis, karena dapat mengurangi ketegangan antara dua umat, salah satunya diluluhkan dengan adanya pernikahan tersebut.
Tidak hanya itu, masyarakat Kali Pasir juga sangat mengedepankan gotong royong. Salah satu contohnya ketika ada acara kebudayaan yang dilakukan oleh warga Tionghoa, yaitu Festival Peh Cun. Warga Muslim Kali Pasir akan berusaha untuk membantu mengamankan lingkungan sekitar, agar kegiatan tersebut bisa berjalan dengan baik.
Sebaliknya, hal yang sama juga dilakukan oleh warga Tionghoa apabila Muslim Kali Pasir sedang mengadakan acara keagamaan. Kegiatan tersebut adalah kontribusi untuk tetap merawat toleransi. “Kami saling membantu satu sama lain, bentuknya bisa bermacam-macam salah satunya yaitu, mengamankan lingkungan sekitar Kali Pasir,” jelas Husein.
Anggita Raissa Amini
Average Rating