Merayakan Sastra di Era Digitalisasi Konten

Merayakan Sastra di Era Digitalisasi Konten

Read Time:2 Minute, 30 Second
Merayakan Sastra di Era Digitalisasi Konten

Kemeriahan acara puncak Festra (Festival Sastra) 2021, Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, melaksanakan kegiatan webinar yang mengusung tema “Perkembangan Sastra di Ruang Digital; Positif atau Negatif?” Acara tersebut menghadirkan Pamong Budaya Ahli Madya, Sukur Asih Suprojo dan  para pembicara sastra seperti Okky Madasari dan penyair Aan Mansyur. Webinar tersebut merupakan acara puncak dari rangkaian Festra 2021 yang diselenggarakan lewat aplikasi Zoom Meeting pada Minggu, (25/7).

Acara ini mengangkat isu mengenai perkembangan sastra yang saat ini tengah mengalami perubahan akibat adanya pandemi. Tidak dapat dipungkiri pandemi membuat pelbagai sektor bidang mengalami perubahan sistem pelaksanaan. Yang biasa bertatap muka, kini hanya bisa bertatap lewat kamera. Tak terkecuali dalam dunia sastra. Pagelaran seni atau hanya sekadar bertukar pandang melalui perbincangan seni, saat di masa pandemi, itu semua harus dilakukan secara daring (dalam jaringan). Hal tersebut membuat sebagian orang mempertanyakan: Apakah dengan adanya perubahan sistem tersebut, membuat perkembangan sastra di ruang digital memilki efek positif atau hanya efek negatif yang bisa didapatkan?

Hal tersebut langsung ditanggapi oleh Ketua HMPS PBSI UIN Jakarta, Makyun Subuki. Lewat sambutannya, ia menuturkan bahwasanya, ruang digital memilIki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. “Kelemahannya kita tidak bisa berinteraksi secara langsung. Kelebihannya waktu yang fleksibel,” ucap Makyun, Minggu (25/7).

Hal senada juga disampaikan oleh Pamong Budaya Ahli Madya Sukur Asih Suprojo. Dia menilai bahwa ruang dan waktu tidak lagi membatasi orang untuk mendapatkan informasi. “Hanya dengan modal gadget dan kuota orang sudah bisa masuk ke ranah digital,” ucap Sukur, Minggu (25/7).

Di tengah diskusi Festra para pemateri mulai gencar memberikan pandangannya terkait digitalisasi yang dapat membantu sastra untuk dapat tetap berkembang baik di ruang digital. Salah satu contohnya adalah dengan menyajikan  puisi dengan memadukan beberapa seni visual di dalamnya, sehingga lahirlah puisi baru.

Di era digitalisasi, sarana media tentunya berubah, tidak melulu tentang buku dan kertas. Hal ini juga di sampaikan oleh Okky Madasari. “Medium memang bisa apa saja. Mau enggak mau kita harus bisa beradaptasi,” ucap Okky, Minggu (25/7). Okky juga menjelaskan bahwa dunia digital dapat dimanfaatkan oleh para sastrawan untuk membuat karya-karya baru yang bermanfaat. Ia juga mengajak kepada seluruh peserta webinar untuk dapat memanfaatkan ruang digital dengan menjadi kreator yang melahirkan konten-konten baru yang positif dan dapat bermanfaat untuk banyak orang.

Hal senada juga disampaikan oleh Aan Mansyur yang bercerita tentang pengalaman kecilnya yang hidup di daerah yang kurang memiliki akses internet dengan baik. Bagi Aan, hadirnya ruang digital saat ini adalah angin segar untuknya dan mejadi suatu hal yang patut disyukuri untuk para generasi yang lahir di era digitalisasi. “Internet hadir untuk memudahkan. Alih-alih memikirkan dampak negatif, seharusnya kita memikirkan hal yang bagus untuk ekosistem sastra,” jelas Aan Mansyur, Minggu (25/7). Dalam penyampaian materi, Aan juga menyampaikan terkait digitalisasi yang hadir untuk membantu membuka ruang baru bagi semua sektor, khususnya di dunia sastra yang ia geluti. “Digitalisasi adalah bentuk merayakan sastra dengan leluasa,” tutup Aan dengan semangat.


Anggita Raissa Amini & Dewi Putri Aprianti 

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Merajut Kata di Tengah Digitalisasi Previous post Merajut Kata di Tengah Digitalisasi
Kuasa Oligarki dan Aktivisme Kelas Menengah Next post Kuasa Oligarki dan Aktivisme Kelas Menengah