Obat medis yang semula bermanfaat untuk pengobatan, bisa menjadi salah satu barang yang berbahaya. Dugaan penyalahgunaan obat medis semakin marak terjadi. Namun, kampanye terkait dampaknya jarang terdengar.
Kurangnya pengawasan terhadap peredaran obat medis, membuat banyak oknum yang menyalahgunakan obat-obatan tersebut. Bayang-bayang ini pun tak luput dari lingkungan kampus.
Menurut Ramadhan Abdul Hadi selaku Ketua Satgas (Satuan Tugas) Gerakan Anti Narkoba (GAN) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, terdapat kurang lebih ratusan dugaan kasus penyalahgunaan obat-obatan medis di Kampus Satu dalam rentang dua tahun belakang. Ramadhan menerangkan, obat-obatan seperti pil kuning, tramadol, lexotan, dan riklona merupakan beberapa jenis obat medis yang dominan.
Ramadhan menambahkan, keuangan menjadi faktor utama pemilihan jenis obat yang digunakan. “Bila keuangannya bagus, mereka beli yang mahal seperti riklona dengan harga satu butirnya 35 ribu. Kalau duit lagi seret, biasanya pil kuning dan tramadol yang dibeli,” jelas Ramadhan, Sabtu (5/11).
Ramadhan menjelaskan, mahasiswa menyalahgunakan obat medis karena stres dan mendapat banyak tekanan selama kuliah. Sebagian besar dugaan oknum penyalahguna merupakan mahasiswa yang berorganisasi. Namun, ada juga mahasiswa yang mengonsumsi obat medis sebagai media hiburan.
Berdasarkan paparan Ramadhan, pengedaran obat medis tersebut berlangsung di kampus pada waktu sore hingga malam hari. Transaksi pembelian berawal dari teman ke teman. Namun, transaksi tidak berjalan setiap hari. Oknum pengedar memanfaatkan kegiatan-kegiatan kampus dan momen libur kuliah sebagai sarana pendistribusiannya. “Orang-orang yang bermain di situ, juga paham sedikit tentang hukum. Jadi, resiko yang diambil gak seberat dengan narkotika,” tutur Ramadhan, Sabtu (5/11).
Ramadhan berharap kepada pihak kampus untuk mengadakan kampanye terkait penyalahgunaan obat medis. “Supaya mahasiswa tahu efek dan dampak dari penyalahgunaan obat medis di kampus,” harapnya, Sabtu (5/11)
Kepala Program Studi (Kaprodi) Farmasi, Nurmeilis mengatakan obat-obatan yang disalahgunakan seperti tramadol, tidak termasuk ke dalam golongan narkotika. Namun, digolongkan sebagai obat-obatan tertentu (obat keras). “Hanya bisa didapatkan dengan resep dokter,” ucapnya, Selasa (8/11).
Penyalahgunaan terjadi karena ada efek yang ingin diambil dalam obat tersebut. Mulai dari rasa gembira atau euforia, hingga rasa penenang atau sedatif.
Tramadol, ujar Nurmeilis, termasuk ke dalam obat analgetik—obat pereda nyeri—yang efeknya hampir menyerupai obat narkotika. Obat tersebut bekerja dengan menekan nyeri di sistem saraf pusat. Pemakaian Tramadol dalam jangka panjang dan dosis tinggi, dapat mengakibatkan ketergantungan. Sehingga menyebabkan overdosis, gangguan irama jantung hingga gagal nafas bahkan berujung kematian.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Arief Subhan menuturkan bahwa kampus telah berupaya membentuk karakter mahasiswa muslim melalui Surat Keputusan (SK) Rektor No. 734 Tahun 2021 tentang Pedoman Kode Etik Mahasiswa UIN Jakarta. “Ini harus dijadikan pedoman sekaligus memberikan arah dalam berperilaku dan bersikap,” ujarnya saat diwawancarai via Whatsapp, Jumat (11/11).
Subhan menjelaskan pada Pasal 5 ayat 20, mahasiswa berkewajiban untuk menciptakan kampus yang bebas asap rokok, narkotika, perjudian, dan tawuran atau perkelahian. Lanjutnya, terkait pelanggaran dan sanksi terhadap penyalahgunaan obat medis yang sudah tertera pada Bab IV Pasal 6 ayat 20.
Penyalahgunaan obat medis tergolong pelanggaran kategori berat berdasarkan Bab V Pasal 9 ayat 3. Subhan menambahkan, pada pasal 10 dijelaskan tentang penetapan sanksi harus melewati tahapan-tahapan, seperti laporan tertulis, pemeriksaan bukti, Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan sebagainya.
Subhan menekankan, pelaksanaan kode etik merupakan tanggung jawab civitas academica UIN Jakarta dalam menegakkannya. “Civitas academica adalah mahasiswa, dosen dan seluruh aparatur kampus. Tidak ada tim khusus seperti polisi dalam kampus,” ujarnya, Jumat (11/11).
Reporter: WMA
Editor: Muhammad Naufal Waliyyuddin
Average Rating