Mahasiswa turun aksi menuntut jajaran rektor turut andil dalam mengawasi penyelenggaraan Pemilwa. Lini masa Pemilwa dan transparansi hasil verifikasi berkas jadi sorotan.
Serikat Mahasiswa Bertindak menyelenggarakan aksi gugat rektorat di depan Rektorat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (1/12). Puluhan mahasiswa dari berbagai fakultas berpartisipasi dalam aksi menuntut transparansi Pemilihan Mahasiswa (Pemilwa).
Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM) telah mengunggah lini masa Pemilwa terbaru di Instagramnya, Kamis malam (30/11). Pengumuman hasil verifikasi berkas calon kandidat Ketua dan Wakil Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema), Senat Mahasiswa (Sema), dan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) juga diumumkan pada Kamis (30/11). Pada lini masa sebelumnya, KPM menjadwalkan pengumuman hasil verifikasi berkas tersebut pada Senin (27/11).
Perwakilan Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) berinisial AD mengungkapkan, tuntutan aksi yang diajukan yakni transparansi hasil verifikasi berkas. Artinya, menuntut agar KPM menyertakan alasan di balik ketidaklolosan para calon kandidat. Kedua, KPM dan Badan Pengawas Pemilihan Mahasiswa (BPPM) semena-mena dalam menjalankan lini masa dan berpihak pada kepentingan satu golongan. Ketiga, menuntut agar pihak rektorat menindak tegas KPM dan BPPM.
Menurut pengamatan AD, informasi terkait hasil verifikasi berkas diunggah oleh KPM pada Kamis (30/11) sekitar pukul 17.00 WIB, tak lama kemudian BPPM mengunggah formulir sengketa berkas. Akan tetapi, BPPM hanya membatasi pengajuan sengketa berkas hingga pukul 23.59 WIB di hari yang sama. “Rentang waktunya singkat, sedangkan tiap mahasiswa punya kesibukan sendiri dan belum tentu dapat mempersiapkan itu,” ungkap AD, Jumat ((1/12).
Selaras dengan AD, Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Muhammad Naufal Anugrah mengeluhkan lini masa Pemilwa yang rancu dan terus berubah namun minim informasi. Selain itu, ia juga menemukan kejanggalan dalam proses pemberkasan berapa calon kandidat di fakultasnya. “Ada berkas calon di FEB yang dinyatakan tidak lolos, tapi saat tahap mediasi—pertemuan antara calon kandidat yang tidak lolos, KPM, dan BPPM—, pihak KPM dan BPPM bilang bahwa tidak ada kesalahan pada berkas-berkas tersebut,” tutur Naufal, Jumat (1/12).
Lanjut, Naufal mengatakan, mahasiswa ingin mengajukan tuntutan langsung ke KPM dan BPPM. Namun, tidak ada ruang sekretariat yang dikhususkan bagi kedua lembaga tersebut. “Kita tidak tahu ke mana harus menggugat, otomatis kita gugatnya ke rektorat,” ungkap Naufal.
Naufal mengungkapkan, para mahasiswa merasa dirugikan sebab KPM dan BPPM tidak pernah menindaklanjuti tuntutan meski mahasiswa sudah menggelar aksi beberapa kali. Pihak rektorat sempat mengumpulkan perwakilan mahasiswa dari berbagai fakultas dalam suatu aksi. “Sampai hari ini tidak ada transparansi yang jelas. Artinya, langkah mereka saat itu hanya sebagai penenang,” tegas Naufal.
Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) berinisial SS menyatakan, tahap mediasi telah dilakukan secara daring pada Jumat (1/12). Dalam salah satu Zoom, ia melihat salah satu anggota BPPM berlatar belakang logo organisasi ekstra kampus tertentu. “Ada kemungkinan mengintervensi kebijakan KPM dan BPPM,” kata SS, Jumat (1/12).
Serupa dengan Naufal, SS mengemukakan, sebagian calon kandidat yang tidak lolos dari fakultasnya belum mendapatkan alasan ketidaklolosan berkas. Adapun sebagian lainnya mendapatkan alasan yang tidak logis, seperti penulisan huruf kapital, ukuran, dan format foto. “Sangat tidak substansial alasan yang dikemukakan. Padahal berkas sudah disesuaikan dengan Peraturan KPM (PKPM), tetapi tidak diloloskan,” terang SS.
Hingga pukul 17.00 WIB, belum ada satupun pihak rektorat yang menemui mahasiswa. Petugas keamanan berulang kali menyatakan bahwa tak ada jajaran rektor yang berada di lokasi. Akhirnya, lima mahasiswa dari FEB, FDI, Fakultas Sains dan Teknologi (FST), Fakultas Ushuluddin (FU), dan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) diperbolehkan mengecek Ruang Rektor bersama petugas keamanan.
SS yang turut mengecek Ruang Rektor menuturkan, rektor dan jajarannya memang sudah tidak ada di lokasi. Ia mengakui sempat ada cekcok antara mahasiswa dan petugas keamanan. Menurutnya, kedua pihak tersebut perlu saling memahami peran masing-masing agar tidak saling merepotkan. “Bukan berarti kita menuntut kalau rektor enggak ada terus larinya ke satpam gitu. Itu menjadi Pekerjaan Rumah (PR) kita juga,” ungkapnya.
AD juga mengaku kecewa karena tidak ada satupun jajaran rektor yang menemui mahasiswa dalam aksi tersebut. Ia berharap pihak rektorat dapat menyelenggarakan dialog terbuka terkait Pemilwa, khususnya pembahasan mengenai tahapan yang sudah terlaksana. “Tidak hanya mengundang kami, tapi juga mengundang pihak KPM dan BPPM agar setiap tahapan yang ada jelas,” tuturnya.
Petugas Keamanan Rektorat, Mbenk—bukan nama sebenarnya memahami bahwa mahasiswa memiliki hak untuk mengutarakan aspirasi. Akan tetapi, menjaga rektorat juga tugas utama para penjaga keamanan di sana. “Kalau sudah maksa masuk kayak tadi pasti kami tahan daripada gedung ini rusak, pasti nanti petugas keamanan yang dipertanyakan,” tuturnya, Jumat (1/12).
Mbenk menyebutkan, ini kali kedua mahasiswa memaksa masuk rektorat. Padahal, para penjaga keamanan sudah berulang kali menjelaskan bahwa rektor tidak ada di lokasi. “Saat mahasiswa minta bukti, ya bukti apa? Masa rektor mau diminta balik ke sini, beliau sedang di Cirebon,” jelas Mbenk.
Reporter: Shaumi Diah Chairani, Nabilah Saffanah
Editor: Muhammad Naufal Waliyyuddin