
Sadar akan kondisi nasional yang kian memburuk, Matraman merespons dengan penyelenggaraan kegiatan diskusi. Pembicaraan seputar kondisi perekonomian yang kian lesu dan pergolakan sosial di tengah masyarakat.
Lahir dari keresahan dan kesadaran tehadap situasi nasional yang kian memburuk, komunitas Mahasiswa Tronjal Tronjol Mania (Matraman) menyelenggarakan diskusi dengan tema “Ramadan Diambang Pilu-Indonesia Nan Ironis” pada Kamis (18/3). Berkolaborasi dengan komunitas literasi, seniman, dan pakar, diskusi itu sukses terselenggara di Kios Ojo Keos, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Selain diskusi, ada juga penampilan puisi, monolog, dan musik yang turut memeriahkan. “Kegiatan ini berangkat dari kesadaran akan situasi nasional terkini,” ucap Ahmad Fathoni selaku Ketua Pelaksana, Selasa (19/3).
Kegiatan dibuka dengan penampilan puisi serta monolog. Kedua penampilan yang dibawakan mengangkat isu tentang keadaan nasional, di mana kebebasan berekspresi lewat seni dilanda represifitas dan kritik masyarakat sipil dibungkam. Setelah itu, diskusi dibuka dengan pemaparan tentang situasi perekonomian Indonesia oleh Daffa Batubara, Peneliti Ekonomi Lokataru Foundation. Daffa mengatakan, perekonomian Indonesia masih kurang baik karena pengelolaan sektor ekonomi yang buruk. “Pemerintah 10 tahun kebelakang, dan dilanjutkan pemerintah sekarang, gagal membangun ekonomi Indonesia yang merata dan berkualitas,” jelas Daffa, Selasa (18/3).
Daffa juga menyoroti beberapa kebijakan, seperti kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan revisi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang menjadi penyebab lesunya perekonomian Indonesia. Ia merasa pemerintah lebih berpihak kepada para konglomerat dibandingkan masyarakat luas. “Pemerintah lebih memilih memajaki rakyat, disamping itu ada konglomerat yang dibebaskan untuk maling,” ujar Daffa (18/3).
Diskusi dilanjutkan oleh pemaparan Eko Prasetyo, pendiri Social Movement Institute tentang pergolakan sosial di masyarakat dan kerusakan integritas institusi pendidikan tinggi. Eko merasa di masa pemerintahan Prabowo-Gibran aksi unjuk rasa dilakukan oleh semua lapisan masyarakat yang kecewa dan frustasi dengan kondisi Indonesia. “Baru kali ini kita melihat para ASN yang dianggap pekerjaan paling terjamin melakukan demonstrasi,” jelas Eko, Selasa (18/3).
Eko juga menyebut bahwa institusi pendidikan tinggi di Indonesia sudah dirusak sehingga kehilangan integritasnya. Menurutnya, pembatasan kebebasan di dunia akademik dan susahnya akses untuk mendapatkan perguruan tinggi terbaik menjadi indikasi kerusakan integritas perguruan tinggi.
Salah satu peserta diskusi, Woko mengaku tertarik dengan kegiatan tersebut karena membahas kondisi Indonesia yang tengah memprihatinkan. Dia juga beranggapan bahwa acara tersebut merupakan salah satu bentuk untuk merefleksi diri sendiri. “Acaranya menarik karena membahas bulan Ramadhan yang seharusnya penuh suka cita malah kita sambut bermuram nestapa,” ucap Woko, Selasa (18/3).
Woko juga mengatakan bahwa diskusi dapat menjadi momen bagi masyarakat untuk mengorganisir kekecewaan pemerintah Prabowo-Gibran. “Diskusi ini dapat menjadi kegiatan merangkum kekesalan kita terhadap situasi nasional saat ini untuk kita lempar ke atas, “ Selasa, (18/3).
Selain itu, Bowo juga mengungkapkan, diskusi tersebut mewakili keresahannya terhadap situasi nasional yang kian memburuk. “Pada saat diskusi isu pembredelan seni menjadi keresahan saya pada pemerintahan Prabowo, “ jelas Bowo, salah satu peserta diskusi, Selasa (18/3).
Reporter: RK
Editor: Muhammad Arifin Ilham