Memotret dengan Rasa Pengaruhi Visual Pembaca

Read Time:2 Minute, 13 Second
Stinger Photo Majalah Tempo Dwianto Wibowo sedang menjelaskan materi dalam diskusi Foto Story pada acara Pameran Foto Galeri Angkatan X Jurnalistik di Basement Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDIKOM), Rabu (7/3).

Foto story merupakan foto yang dirangkai untuk menceritakan situasi, memberikan informasi, mempunyai makna dan argumentasi. Hal itu diungkapkan stringerphoto majalah Tempo Dwianto Wibowo dalam diskusi pada Pameran Foto Galeri Angkatan X di Basement Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi (FIDIKOM), Rabu (7/3).

Pada acara yang bertema Foto Story itu, Dwianto mengatakan, belajar fotografi sama halnya dengan mengenal diri sendiri. “Yang terpenting, foto itu harus bermanfaat bagi khalayak,” katanya.

Selain itu, lanjut Dwianto, untuk belajar fotografi, fotografer harus melihat karya fotografer lain. “Dari dulu foto seperti itu, meskipun teknik pengambilannya berbeda, hasilnya akan tetap sama,” tuturnya.

Ia menambahkan, hasil foto akan terlihat bagus dan sesuai dengan yang diinginkan jika memotretnya dengan perasaan. Karena perasaan memengaruhi visual, dan visual memengaruhi pembaca, ”Ketika kita memotret dengan perasaan, maka rasa itu akan sampai kepada pembaca,” jelasnya.

Dwianto menyarankan, belajar fotografi harus serius, intens, dan tidak mempelajari luarnya saja. Estetika memang penting, tapi yang terpenting adalah apa yang mau diceritakan melalui foto tersebut. “Single maupun story sama saja, tapi esensi cerita dan manfaat untuk masyarakat juga harus dipertimbangkan,” ujarnya.

Ia berharap, mahasiswa menceritakan apa yang tidak diberitakan media. “Korupsi selalu menjadi Headline di berbagai media. Padahal, banyak permasalahan sosial yang juga harus didokumentasikan,” kata pemenang Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2011 itu.

Dwianto berpesan agar mahasiswa rajin membaca, melihat foto, dan browsing. Karena menurutnya, hal itu akan meningkatkan keinginan dan semangat, juga meningkatkan daya visual. “Apalagi untuk mahasiswa UIN Jakarta, buatlah foto-foto Islami yang baik,” tambahnya.

Sementara itu, ketua panitia pameran Hanggi Tyo mengatakan, dipilihnya foto story sebagai tema diskusi karena mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik tak semuanya memahami foto story. “Teman-teman mahasiswa Jurnalistik nggak pede memamerkan foto story mereka,” ucapnya.

Tujuan diadakannya diskusi ini,  kata Tyo, agar mahasiswa bisa tahu dan paham cara membuat foto story, terlebih bagi mahasiswa jurnalistik. Ia juga berharap, mahasiswa Jurnalistik tidak berhenti memotret dan terus menggali dunia fotografi. “Semoga kedepannya kami bisa mengadakan pameran foto story,” kata Tyo.

Salah satu pameris Aulia Rahmi mengatakan, acara seperti ini sangat bagus untuk menambah pengetahuan mahasiswa. Meski agak monoton, lanjut Rahmi, acara ini sangat bermanfaat. “Semoga bisa motret dengan cara yang benar dan menghasilkan karya terbaik,” ujarnya.

Senada dengan Rahmi, salah satu peserta Muhamad Saleh menuturkan, acara ini sangat membantu mahasiswa yang tidak paham foto story. “Karena selama ini banyak perbedaan pendapat antara foto story dan esai,” kata fotografer Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Orientasi.

Ia menyarankan, mahasiswa jurnalistik mengadakan acara yang lebih formal seperti seminar dengan literature tertulis. “Jangan hanya diskusi,” imbuhnya. (Sayid Muarief )

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Membingkai Peristiwa Lewat Lensa
Next post Perjalanan ‘Seekor’ Enzo