Corak Keberagamaan dalam Dunia Profesional

Read Time:2 Minute, 18 Second
“Yang terpenting itu bukan agama a atau agama b, tapi bagaimana agama bisa membawa manusia pada kebahagiaan,” Itulah sepenggal perkataan Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya Jakarta Budhy Munawar Rahman, saat mengisi materi pada acara Studium General Program Studi Perbandingan Agama di Teater Lt 4 Fakultas Ushuludin, Rabu (2/10).
Acara itu juga dihadiri oleh Dosen Universitas Paramadina Muhamad Ihsan Ali Fauzi, Dekan Fakultas Ushuludin Zainun Kamal, dan Ketua Prodi Perbandingan Agama M. Nuh Hasan yang juga menjadi moderator pada acara tersebut.
Dalam Studium General yang bertema Menelusuri Corak Keberagamaan di Kalangan Kaum Profesional ini, Budhy menuturkan, corak keberagamaan sangat penting untuk dipahami mahasiswa. Karena jika tidak, mahasiswa akan larut oleh mode para professional.
“Semua perusahaan besar punya lembaga dakwah, tapi sebelum itu kita harus paham dulu corak agama mereka seperti apa,” ujarnya, Rabu, (2/10). Menurut Budhy, tradisional, puritan, fundametalis, modern, dan liberal merupakan corak keberagamaan yang berkembang di berbagai perusahaan.
Ia menjelaskan, corak keberagamaan tradisional mulai ditinggalkan, karena dianggap kuno dan tidak cocok diterapkan di perusahaan. Sedangkan, corak puritan merupakan corak keberagamaan yang paling banyak menguasai berbagai perusahaan. Namun, corak ini memiliki kelemahan yaitu membedakan antara muslim dan non muslim. Maka, sedikit demi sedikit perusahaan-perusahaan beralih ke corak keberagamaan yang modern.
Ia juga mengatakan, kaum profesional adalah mereka yang berpikir secara efisensi, mengurangi hal-hal yang sia-sia dan tidak berguna, dan mereka yang berpikir tentang out put. Menurut Budhy, manusia pada dasarnya suka bekerja, bisa mengelola diri, kreatif, mau belajar, punya inisiatif,  dan suka membantu.
“Mahasiswa harus paham betul karakter individu-individu dalam perusahaan , agar bisa survive dan mendapatkan manfaat,” katanya. Budhy menambahkan, dunia profesional itu berubah dari masa ke masa, dan kantor yang satu berbeda dengan kantor yang lain.
Senada dengan Budhy, Dosen Universitas Paramadina  Muhamad Ihsan Ali Fauzi mengatakan, dalam dunia profesional seseorang tidak hanya harus mengikuti kebiasaan kaum profesional tapi juga bisa mengubahnya. Menurutnya, kaum Profesional itu Konsumtif, “Konsumtif boleh tapi jangan melulu konsumtif,” tegasnya, Rabu (2/10).
Ia juga mengatakan, kaum professional itu ngehe, dalam arti banyak terjadi kasus korupsi di kalangan kaum profesional. Kaitannya dengan agama, Ihsan melanjutkan, agama sangat melarang korupsi, tapi banyak agamawan yang korup. “Pada kenyataannya kementrian paling korup di Indonesia adalah Kementrian Agama, partai pun demikian,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Prodi Perbandingan Agama, M. Nuh Hasan mengutarakan, tujuan diadakannya Studium General ini untuk memahami subtansi agama  di kalangan profesional. Selain itu, acara ini juga ditujukan kepada mahasiswa Perbandingan Agama agar bisa eksis di masa depan yang semakin menuntut untuk hidup professional.
Ia berharap, mahasiswa-mahasiwa Perbandingan Agama mengerti dan memahami orientasi agama yang tidak hanya bersifat formal tapi juga mengerti konteks agama di kalangan profesional. “Mahasiswa harus bisa menawarkan corak keberagamaan di kalangan professional, sehingga tidak tersisih oleh perkembangan zaman,” tuturnya, Rabu (2/10). A. Sayid Muarief

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Kreatif adalah Hak Segala Bangsa
Next post Koperasi, Bukan Sekadar Usaha