Mereka yang melampaui Waktu, Resistensi Kampanye Anti-Rokok

Read Time:1 Minute, 37 Second
Panjang umur, bahagia, sehat dan tetap produktif merupakan kebutuhan setiap manusia. Konsep pemenuhan kebutuhan itu selalu berubah berdasarkan waktu, tempat dan sejarahnya. Inilah yang coba diangkat Darwin Nugraha dalam film dokumenternya yang bertajuk “Mereka yang Melampaui Waktu”.
Film berdurasi 20 menit ini, Darwin selaku sutradara ingin menyampaikan bahwa, umur panjang, sehat, bahagia itu tidak hanya berdimensi sosial, kultural, dan melainkan juga politis. “Ini oleh-oleh dari saya. Saya ingin mengatakan bahwa ada loh yang berbeda bahkan cenderung melawan kampanye besar yang arusnya deras. Ada loh orang-orang merokok dan sehat sampai tua,” kata Darwin saat diskusi di Kampus UIN Jakarta, Jumat (10/1).
Dalam filmnya, Darwin mengangkat narasi tentang orang-orang di nusantara yang panjang umur, merokok, pecandu kopi dan tetap segar bugar di usia tua untuk mencangkul, membajak sawah, memanen tembakau dan kegiatan produktif lainnya.
Selain itu, Darwin mengaku film ini berangkat dari kegelisahannya kenapa hanya merokok yang dikampanyekan untuk dilawan secara besar-besaran.“Kenapa pestisida malah dianjurkan? Kenapa minuman energi tidak dilarang juga? Kenapa  kampanye anti minuman keras tidak semassif anti-rokok? Kenapa penggunaan pestisida malah dianjurkan?” lanjutnya.
Senada dengan Darwin, Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ,Bisri Effendy menyatakan Film “Mereka yang melampaui Waktu” menarik jika dibaca untuk memahami kearifan lokal tentang merokok dan konsep panjang umur serta mencoba memahami ada apa di balik kampanye anti-rokok.
Film ini secara eksplisit melawan kampanye anti-rokok. “Sangat. menarik, karena empirik, memaparkan pengalaman nyata. Buku dan film ini sangat menarik karena memperlihatkan dengan gamblang bagaimana para perokok itu tetap gagah dan produktif sampai lanjut usia,” tegasnya.
Sementara itu menurut sastrawan Seno Gumira Ajidarma, film yang diangkat Darwin ini memiliki kelemahan dalam argumentasinya. Film ini, lanjutnya, kurang kritis karena bukti-bukti yang diusung hanya berpatok pada satu jenis narasumber. Selain itu, film ini juga masih menggunakan format kaku meski berupaya mendobrak pemikiran mainstream. “Jika ingin membuat film yang melawan arus, saya kira harus benar-benar membuat film yang melawan arus juga,” tegasnya. (Adit)

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Belajar Kehidupan dari Semut
Next post Kota Suci Ubah Watak Jadi Lebih Baik