“Kepada pihak kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendukung secara penuh kampanye anti kekerasan seksual dan pencegahannya yang terjadi di lingkungan kampus.”
Petikan di atas merupakan poin pertama dari pernyataan sikap Tim Advokasi Mahasiswa (TAM) UIN Jakarta saat melakukan kampanye, Senin, (21/4). Dengan tagline “Kenali, Pahami, dan Lawan Kekerasan Seksual” mereka berorasi menolak keras tindak kekerasan seksual di kampus.
Kordinator Lapangan (Korlap) TAM UIN Jakarta, Adis Puji Astuti mengatakan, kampanye ini bertujuan mengajak mahasiswa untuk melawan kekerasan seksual di kampus. Selain mengajak, kata Adis, menumbuhkan kesadaran mahasiswa tentang kekerasan seksual juga menjadi tujuan kampanye TAM UIN Jakarta.
Menurutnya, meski isu kekerasan seksual sering diperbincangkan di media, namun banyak mahasiswa yang tidak tahu bentuk kekerasan seksual. “Kebanyakan mahasiswa hanya tahu pemerkosaan saja, padahal kekerasan seksual banyak bentuknya,” ujar mahasiswi semester delapan Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Rabu (23/4).
Adis menjelasan, bentuk kekerasan seksual ada 15 jenis dan salah satunya adalah pelcehan seksual. Ia melenjutkan, pelecehan seksual pun tidak sebatas kontak fisik tapi juga tatapan mata, siulan, komentar yang tidak diinginkan pun termasuk pelecehan seksual.
Ia berharap, TAM UIN Jakarta bisa menjadi lembaga perlindungan mahasiswa dan menjadi tempat pengaduan mahasiswa. “Kebanyakan korban kan malu dan cenderung diam, dengan adanya TAM UIN Jakarta semoga mereka berani melapor,” ungkapnya.
Sementara itu, Divisi Riset TAM UIN Jakarta, Zakiatun Nisa memaparkan, dari 123 responden mahasiswa UIN Jakarta, 10% mengaku pernah menjadi korban pelecehan seksual di UIN Jakarta, sedangkan 37% pernah melihat tindak pelecehan seksual di UIN Jakarta, dan 47% tidak tahu.
Hasil survey ini, kata Zakia, menunjukan bahwa di kampus yang berlabel islam pun angka pelecehan seksual cukup tinggi. Ia mengatakan, mahasiswa, pegawai, bahkan dosen UIN Jakarta menjadi pelaku pelecehan seksual tersebut. “Semua korbannya adalah mahasiswi,” tegasnya, Rabu (23/4).
Ia menyesali sikap mahasiswa yang tidak peduli dan terkesan menutup-nutupi kasus ini. Padahal, jika masalah ini dipublikasikan, bentuk kekerasan seksual bisa dihindari. “Kami menerima apa pun aduan mahasisawa terkait kasus ini, mention saja ke @TAM_UINJKT,” jelasnya.
Menanggapi kampanye TAM UIN Jakarta tentang kasus kekerasan seksual, Ketua Jurusan (Kajur) Kesejahteraan Sosial (Kesos) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDIKOM), Siti Nafsiah mengatakan, sosialisasi terhadap kekerasan seksual harus dilakukan oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun.
Ia mengatakan, seharusnya sosialisasi dilakukan tidak hanya di tingkat perguruan tinggi, tapi juga di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). “Apalagi kasus anak-anak, itu sangat rentan,” ungkapnya, Senin (28/4).
Selama ini, kata Nafsiah, publik menganggap tempat-tempat umum lah yang sering menjadi lokasi tindak kekerasan seksual. Padahal, di dunia pendidikan pun sering terjadi.
Ia juga menyayangkan hukum di UIN Jakarta yang lemah. Menurutnya, kasus-kasus pelecehan seksual di UIN Jakarta terkesan dimaklumi, bahkan disembunyikan. Seharusnya, UIN Jakarta sebagai institusi pendidikan serius meyikapi hal ini.
Nafsiah menyarankan dibentuknya lembaga perlindungan mahasiswa, yang berfungsi sebagai pusat pengaduan, dan keamanan mahasiswa. “Seperti Kemenhumham-nya UIN Jakarta gitu” sarannya.
Ia berpesan agar mahasiswa yang tergabung dalam TAM UIN Jakarta melanjutkan advokasinya. “Sosialisasi kekerasan seksual jangan hanya sebatas sosialisasi, tapi juga memberi penjelasan bahwa kekerasan seksual adalah tindakan kriminal yang harus ditindaklanjuti,” tutur Ketua Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) itu.
(Ahmad Sayid Muarif)
Read Time:2 Minute, 40 Second
Average Rating