Membaca bukan hanya menyimpan informasi, tetapi merenung dan menguji dalam kehidupan. Bambang Prihadi menyebut, karya seni termasuk medium penting untuk memahami kehidupan dan mendorong perubahan.
Acara orasi literasi dan kebudayaan yang diadakan oleh Ciputat Membaca. Bambang Prihadi selaku Ketua Harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) membacakan orasi tersebut di Auditorium Harun Nasution (Harnas) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Jumat malam (6/12) .
Lagu The Beatles berjudul Hey Jude dan puisi berjudul “Mas Radhar” menjadi pembuka orasi. Puisi “Mas Radhar” ditujukan kepada Almarhum Radhar Panca Dahana, seorang pemikir, kritikus, pejuang kebudayaan, sastrawan, sutradara teater, esais, penulis naskah dan pelaku seni serta penggerak berbagai organisasi budaya.
Dalam orasinya, Bambang sampaikan perihal membaca bukan hanya aktivitas melihat tulisan, menyimpan dalam memori otak, kemudian menghafal kutipan. Akan tetapi, sebuah perenungan dan mengujinya dalam kehidupan nyata. “Membutuhkan kesadaran diri dalam mekanisme ulang-alik untuk memastikan proses klarifikasi itu terjadi dalam diri kita. Artinya, dibutuhkan sikap menerima sekaligus tidak menerima atas data, informasi, pengetahuan yang barusan kita dapati,” ungkap Bambang Jumat malam, (6/12).
Seni pertunjukan (teater) menjadi pintu masuk Bambang untuk memahami berbagai aspek kehidupan. Dalam kelompok teater, ucap Bambang, membutuhkan kerja literasi, bukan semata karya seni yang ditampilkan di atas panggung. “Sumber penciptaan karya teater tidak semata-mata dari naskah drama yang sudah jadi sebagaimana pengaruh teater modern barat yang sampai ke Indonesia di awal abad 20. Hari ini, sumber penciptaan seni pertunjukan bisa didapatkan dari mana saja,” ungkapnya di hadapan audiens.
Tak hanya mengembangkan pertunjukan di panggung, Bambang juga menginisiasi berbagai kegiatan seni budaya dari tingkat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) hingga nasional. Meski sering menghadapi stigma negatif mengenai kegiatan teater. “Kita ketahui bahwa segala bentuk kegiatan sejenis itu masih dinilai miring oleh mayoritas birokrat kampus, akademisi dan mahasiswa sebagai kegiatan ekstrakurikuler yang hanya menghabiskan waktu, engga akademis, sok idealis, dan tidak berpengaruh pada baik buruk nilai IPK,” ujar Bambang di depan sana.
Selama perjalanannya, Bambang cukup berpengalaman dalam hal membaca, merenung, menulis, mementaskan, dan menggerakan karyanya untuk menginspirasi orang lain. Lab Teater Ciputat (LTC) menjadi sarana penciptaan karya berbasis isu-isu sosial dan psikologis seperti tragedi 1998, kehidupan dan problematika urban, serta ekosistem masyarakat pulau. Proses penciptaan melibatkan riset, kolaborasi, dan pemberdayaan komunitas lokal.
Dalam orasinya Bambang berpesan untuk mengoptimalkan potensi manusia secara utuh, termasuk di dalamnya akal, rasa, jasmani, dan spiritual guna menciptakan perubahan. Pengalaman membaca membutuhkan ruang uji coba di lapangan. “Bahwa upaya membumikan hasil-hasil pemikiran perlu berdialog dengan tradisi yang masih berlangsung di setiap komunitas,” ucap Bambang dengan penuh wibawa.
Bambang mengakhiri orasinya dengan membacakan sebuah puisi penuh emosi yang didedikasikan untuk sahabat inspiratifnya. Sorak sorai dan tepuk tangan meriah menggema, menjadi penutup sempurna bagi acara Ciputat Membaca.
Farah Alawiyah selaku pengunjung dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST) berpesan untuk terus membaca buku jenis apapun. “Jangan pernah berhenti membaca, dari itu bentuk novel, buku sejarah, atau buku yang bentuknya e-book, karena membaca itu penting kalau bisa jadikan hobi,” ucapnya pada Jumat (6/12).
Di sisi lain, RA Diana Maulidah, mahasiswa FST menanggapi orasi tersebut sebagai mahasiswa harus sadar akan referensi- referensi dengan membaca buku. Dan berpesan agar acara ini dapat dipublikasikan secara lebih luas supaya semakin banyak orang yang mengetahui dan ikut serta. “Teman-teman kita banyak yang tidak tau acara ini, palingan fakultas yang terdekat. Mungkin fakultas di kampus lain belum terlalu tahu ada acara yang sebagus dan sebesar ini,” ungkapnya.
Reporter: ARD
Editor: Nabilah Saffanah