Menghadapi tantangan literasi di era digital, Musdah mengingatkan bahwa literasi bukan sekadar membaca, tetapi juga berpikir kritis.
Sejumlah komunitas literasi dan pergerakan di Ciputat menggelar acara literasi “Ciputat Membaca”, Rabu (4/12) sampai Jumat (6/12). Talkshow bertema “Meningkatkan Literasi dan Membangun Intelektualitas di Tengah Arus Teknologi” berlangsung pada Kamis siang (5/12) di Auditorium Harun Nasution Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal tersebut merupakan upaya menjawab tantangan rendahnya literasi di era digital.
Kegiatan ini menghadirkan Siti Musdah Mulia, aktivis hak perempuan Indonesia dan Guru Besar Bidang Ilmu Pemikiran Politik Islam di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta sebagai pembicara. Musdah menegaskan, untuk meningkatkan literasi, kita harus membangun semangat dari dalam diri terlebih dahulu. “Jadi tidak perlu bermimpi untuk mengubah dunia. Kita tidak bisa mengubah orang lain, tapi kita bisa mengubah diri sendiri untuk menjadi pribadi yang berkualitas,” ucapnya, Kamis (5/12).
Musdah juga menanggapi perkembangan digital yang sangat masif saat ini dan bagaimana literasi bisa menjadi alat transformasi sosial. Ia menjelaskan, terdapat tiga hal penting yang menjadi alat untuk pengembangan literasi, yaitu sains dan teknologi, sikap empati, serta pemikiran kritis. “Tidak semua orang yang kuliah itu memiliki pemikiran yang kritis. Karena itu saya berharap pada kalian semua, terutama mahasiswa, bagaimana kalian menjadikan pendidikan sebagai upaya untuk memperkuat pemikiran kritis,” ujarnya.
Selain itu, Musdah membagi pengalaman dan cara menyikapi hujatan publik terhadap pemikiran kritisnya. Pada 2007, ia diundang ke Gedung Putih, Amerika Serikat mewakili Asia Pasifik untuk menerima penghargaan International Women of Courage Award. Saat itu terdapat sembilan perempuan lain dari seluruh dunia menerima penghargaan tersebut, Musdah terpilih atas upayanya menyuarakan hak perempuan di mata agama.
Menurut Musdah, salah satu alasan ia menerima penghargaan tersebut karena berani menyampaikan pemikiran-pemikiran kritis di masyarakat yang tidak biasa mendengar pemikiran kritis. Meskipun banyak yang menghujat, ia tidak peduli dan tetap menulis berdasarkan kebenaran. “Kalau kita berhenti berkarya, ya matilah kita. Prinsip saya adalah berkarya saja terus, karena menurut saya hidup ini harus dimanfaatkan,” tuturnya.
Mahasiswa Program Studi Dirasat Islamiyah, Awadh Al-Karim mengaku dirinya menghadiri seluruh kegiatan talkshow Ciputat Membaca karena pembicara-pembicaranya menarik. “Karena saya mengikuti beliau-beliau di media sosial kan, dan saya membaca tulisan-tulisan beliau. Jadi kapan lagi gitu kan bertemu secara langsung,” ujar Awadh, Kamis (5/12).
Sementara itu, mahasiswi Magister Studi Agama-Agama, Nyi Ayu mengatakan, hal yang paling menginspirasi dari talkshow tersebut adalah tentang perjalanan Musdah dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Ia mengaku akan mengaplikasikan materi talkshow tersebut dengan membuat tulisan dan membaginya di akun media sosial pribadi. “Aku kebetulan tadi tertarik untuk menulis sesuatu terkait dengan perjuangan perempuan di tengah negara yang tidak suportif,” pungkasnya, Kamis (5/12).
Reporter: NA
Editor: Shaumi Diah Chairani