Read Time:1 Minute, 12 Second
Seiring perkembangan teknologi, bentuk buku menjadi dinamis. Menurut Widhyanto Muttaqien, kedinamisan tersebut dapat dilihat dengan adanya e-book, selain itu, kini buku pun dapat diunduh melalui telepon pintar, papar Widhyanto Muttaqien, Penggiat Literasi Akademi Sinau, dalam seminar yang bertajuk Menciptakan Sentra Buku Daerah, Kamis (15/5).
Namun di tengah bentuk buku yang kian dinamis, Widhyanto menjelaskan bahwa pusat buku tetap dibutuhkan sebagai ruang budaya atau ruang dialog. Pusat buku dapat berperan menjadi ruang yang terbentuk oleh aktivitas dan diskusi yang majemuk. “Dengan ruang publik yang semakin masif, buku dapat menjadi solusi yang menghidupkan kembali ruang publik dan memediasi permasalahan,” ujarnya.
Menurut Casmat Junaidi, Kepala Kantor Perpustakaan Daerah Kota Tangerang, salah satu cara untuk menciptakan pusat buku daerah adalah dengan menghidupkan perpustakaan daerah. Casmat mengatakan, pengaktifan perpustakaan daerah berfungsi untuk menciptakan akses yang mudah agar masyarakat mencintai budaya baca dengan menyediakan perpustakaan dari skala terkecil, yaitu dengan membuka perpustakaan di tingkat kecamatan dan kelurahan.
Casmat juga menambahkan, perpustakaan daerah Kota Tangerang telah memiliki koleksi buku sebanyak 57.000. “Pemerintah Kota Tangerang berusaha untuk meningkatkan minat baca pada masyarakat,” papar Casmat.
Senada dengan kedua pembicara sebelumnya, Faiz Manshur mengatakan bahwa minat baca harus dibangun sejak dini untuk meningkatkan kecerdasan intelektual. Namun menurut Faiz, membaca jangan hanya sekadar membaca. “Kita (mahasiswa) harus pandai memilah bacaan agar tidak hanya sekadar tahu saja,” kata Faiz.
Sebagai mahasiswa, lanjut Faiz, jangan pernah meninggalkan tradisi membaca. “Dengan membangun budaya baca, kita dapat membangun sentra buku,” ujarnya. Gita Nawangsari
Average Rating