Read Time:4 Minute, 16 Second
Senin (30/6) lalu, media nasional seperti sindonews.com, TvOne, vivanews.com, dan inilah.com ramai memberitakan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Jakarta mendeklarasikan dukungan kepada pasangan capres dan cawapres nomor urut 1 — Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa. Sontak, pemberitaan itu menuai kecaman dari mahasiswa maupun rektorat. “Ini bentuk pembohongan publik,” ujar Didin Sirojudin, ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) UIN Jakarta, Selasa (2/7).
Didin menjelaskan, deklarasi yang diselenggarakan pada Senin, 30 Juni 2014 di Aula Kopertais itu dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan BEM UIN dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. “Dari awal, DEMA UIN tidak pernah memihak pada salah satu capres dan cawapres. Kasus ini sudah mencemarkan nama baik UIN,” katanya.
Dari awal, menurut Didin, acara ini sudah melakukan pembohongan publik. Pasalnya, mulai dari penggunaan logo BEM UIN saja tidak benar karena selama ini UIN tidak menggunakan istilah BEM melainkan DEMA.
Didin menyayangkan keikutsertaan Hilman Hidayat, sebagai Ketua BEM FISIP UIN turut mensukseskan acara tersebut. Padahal, menurutnya, Hilman adalah aktivis kampus yang telah paham dengan netralitas organisasi.
Didin bercerita, ketika ia mengetahui ada acara deklarasi terhadap Prabowo-Hatta di UIN, Didin sontak menyegerakan anggota DEMA datang ke Aula Kopertais. Sayang, acara tersebut telah usai saat anggota DEMA datang.
Di sisi lain, Hilman menyangkal pernyataan Didin. Ia memaparkan, pada Minggu (29/6), ia mendapat undangan melalui telepon yang mengajaknya ikut deklarasi Prabowo-Hatta dengan mengatasnamakan BEM FISIP. Mendengar ajakan tersebut, Hilman langsung menolak lantaran ia tidak mau membawa nama BEM FISIP.
Hari Senin pagi, lanjutnya, ia dihubungi kembali untuk menghadiri acara tersebut. Hilman pun memutuskan datang, tapi bukan sebagai Ketua BEM FISIP melainkan sebagai individu yang memiliki hak politik. Ia baru datang pukul 11.00 saat acara sudah berlangsung selama satu jam.
Sesampainya di Aula Kopertais, Hilman kaget melihat spanduk backdrop bertuliskan “Diskusi dan Deklarasi Dukungan BEM UIN Jakarta Kepada Capres dan Cawapres Prabowo-Hatta” dan terdapat logo BEM UIN. Lalu, ia langsung memprotes penggunaan logo tersebut kepada panitia. Namun, panitia tidak menggubris protes dari Hilman, ia malah disuruh maju sebagai pembicara diskusi mendampingi dua narasumber lainnya.
“Setelah acara selesai, saya memang diwawancarai oleh wartawan TvOne. Saat itu, saya menyampaikan bahwa saya datang sebagai individu yang memiliki hak politik. Tidak ada niat membawa lembaga karena dari awal saya sudah menolak. Namun, media malah memberitakan sebaliknya,” jelas Hilman, Selasa (1/7).
Terkait berita tersebut, ujarnya, ia akan melakukan klarifikasi mengenai kehadirannya di acara deklarasi. Sebelumnya, Hilman juga sudah membuat surat pernyataan yang menyatakan, ia merasa dijebak dan dibohongi oleh penyelenggara dan Tim Pemenangan Prabowo-Hatta yang telah mengklaim lembaga kemahasiswaan UIN dan FISIP mendukung Prabowo-Hatta. Ia menegaskan, acara tersebut bukanlah agenda dari BEM FISIP UIN.
Senada dengan Hilman, Rakhmat Abril Kholis, salah satu anggota BEM FISIP mengamini, acara deklarasi tidak termasuk agenda BEM FISIP. “Acara ini ilegal. Anggota BEM FISIP baru mengetahui acara ini setelah media nasional ramai memberitakan,” jelas Rakhmat, Rabu (2/7). BEM FISIP, lanjutnya, juga saat ini sedang dibekukan pihak rektorat.
Sementara itu, Sudarnoto Abdul Hakim, Wakil Rektor III Kemahasiswaan bersama SEMA dan DEMA UIN telah membuat surat pemberitahuan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Salah satu poin menyebutkan, UIN, seluruh unit, dan lembaga yang berada di bawah naungan UIN bersikap netral dan tidak berkepentingan untuk mendukung atau menolak capres dan cawapres manapun.
Sudarnoto menjelaskan, ada beberapa mahasiswa UIN yang terlibat dan menjalin kerja sama dengan Tim Pemenangan Prabowo-Hatta. “Tim pemenangan tidak akan berani kalau tidak ada orang dalam,” tutur Sudarnoto, Rabu (2/7). Sudarnoto mengaku, ia mendapat laporan bahwa peminjaman tempat dilakukan oleh salah satu mahasiswa FISIP.
Terkait kasus tersebut, lanjut Sudarnoto, ia sedang mengumpulkan informasi baik lisan dan tulisan tentang deklarasi Prabowo-Hatta untuk dikaji oleh Tim Komite Etik Mahasiswa. Hasil kajian akan direkomendasikan kepada rektorat. Nantinya, rektorat yang akan mengenakan sanksi kepada oknum penyelenggara.
Didin berharap, Tim Komite Etik Mahasiswa dan rektorat menyelesaikan kasus ini dengan tuntas agar oknum penyelenggara jera. “Jika keputusan Tim Komite Etik dan rektorat dinilai tidak memberikan efek jera bagi panitia penyelenggara, kami akan menuntut kepada lembaga luar kampus yang memiliki wewenang lebih. Ini supaya kampus dipandang elegan kembali,” tegas Didin.
Bagi Didin, oknum yang menyelenggarakan acara tersebut harus dikenai sanksi karena telah melanggar Undang-Undang Pasal 86 Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu ayat (1) huruf (h). “Itu sudah jelas isinya tentang larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan,” kata Didin.
Introspeksi Rektorat
Menurut aktivis kampus Ahmad Rizqi, kasus tersebut bukan semata-mata menyalahkan mahasiswa karena di satu sisi ini merupakan bentuk keteledoran pihak rektorat. Selama ini rektorat belum pernah mensosialisasikan kepada mahasiswa mengenai Undang-Undang Pasal 86 Nomor 8. “Karena tidak semua mahasiswa mengetahui soal itu,” ujarnya, Kamis (3/7) .
Ini pelajaran buat kita semua, kata Rizqi, kedepannya, pihak rektorat harus memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada mahasiswa terkait pemilu agar tidak kecolongan seperti acara kemarin. “Tidak etis rektorat cuci tangan menanggapi kasus kemarin dengan mengirim surat ke Bawaslu. Mari jadikan kasus kemarin sebagai introspeksi bagi pihak rektorat maupun mahasiswa,” tutupnya.
Maulia Nurul
Average Rating