Seni Hidup Perfeksionis

Read Time:3 Minute, 15 Second
Mengerjakan suatu hal secara detail menjadi keuntungan bagi semua orang. Nyatanya, tak semua orang dapat melakukan hal itu.
Sebuah meja kecil yang terbuat dari kayu berada di depan panggung ruang Teater Salihara. Sebuah radio portable, gelas yang terbuat dari kaca, dan pemanas air portable terletak di atasnya. Lantunan musik western terdengar saat pengunjung memasuki ruang teater.
Seorang pria berjenggot tebal tampak berjalan menuju panggung diiringi lantunan musik yang terdengar dari radio portable. Tatapan mata pria berkacamata itu kosong. Langkah kakinya bergerak dengan sangat perlahan. Sembari berjalan menuju panggung utama, tak henti-hentinya ia menoleh ke setiap penjuru ruang teater.
Sebelum memasuki panggung, ia menggesek-gesek kakinya di atas garis persegi yang menjadi pembatas panggung utama dan tempat para penonton duduk lesehan. Dua kali ia menggesek kedua kakinya sebelum memasuki panggung. Para penonton keheranan melihat tingkah lakunya.
Setelah memasuki panggung, penonton kembali heran melihat gerak-gerik pria itu. Bagaimana tidak, ia berjalan kembali menuju belakang panggung. Seketika, lampu di setiap sudut ruang mulai meredup, menyisakan lampu di panggung utama yang masih bersinar. Ternyata, pria itu baru saja memutus arus listrik lampu.
Pria berkulit putih itu kembali menggesek kakinya di atas garis persegi sebelum memasuki panggung. Langkah kakinya tertuju ke meja kecil dan mengambil wadah lilin berwarna hitam, semangkuk marshmallow, dan majalah dari laci meja. Lalu, ia memasak air dengan menghubungkan pemanas air portable ke arus listrik.
Sambil menunggu air matang, Etienne Manceau, nama pria asal Prancis itu, mengambil kursi lipat yang terbuat dari kayu yang tersimpan di laci meja dan segera merebahkan badannya di kursi lipat. Untuk mengusir kebosanan ia juga mengganti kacamata untuk membaca majalah.
Bukannya ingin membaca, sang pria malah merobek beberapa lembar majalah tersebut. Mata pria paruh baya itu hanya menajam melihat ke penjuru ruang teater ketika mendengar gemuruh tawa penonton terdengar menertawakan aksinya.
Setelah itu, Pria berkewarganegaraan Perancis ini hendak menyalakan lilin yang tersaji di atas meja. Nahas, saat ingin menyalakan lilin, batang korek api yang ingin diambil tumpah membuat meja kerjanya berantakan. Alhasil, ia terpaksa memungut satu persatu batang korek api dan berusaha menyusunnya hingga rapi.
Merasa kesal karena batang korek api tak habis-habisnya dipungut, ia buang sisa batang korek api tanpa diketahui penonton. Merasa masalah sudah terselesaikan, ia segera menyalakan lilin dengan batang korek api yang sebelumnya sudah ia susun.
Ide konyolnya kembali terlihat ketika ia mengambil petasan dan membakarnya dengan lilin. Setelah menyalakannya, ia taruh petasan itu di laci meja dan ia tutup rapat-rapat. Pria itu lalu menutup kupingnya dengan tangan agar bunyi ledakan tak ia dengar.
“Blamm!!” meja belajar milik pria berkacamata itu goyang untuk beberapa detik saja. Sontak para penonton kaget mendengar suara itu. Asap bekas ledakan mulai menyembul dari laci meja. Segera ia mengambil pipa untuk menghisap asap yang timbul dari ledakan kecil tersebut.
Gumpalan asap kembali terlihat di tengah panggung. Air yang ia panaskan untuk membuat kopi sudah cukup lama mendidih. Namun, ia tak menyadarinya. Pria itu tak ubahnya penonton yang panik melihat asap tersebut. Bedanya, ia sedang berusaha melepas stop kontak untuk mematikan pemanas air portable.
Ketenangan mulai tersirat di wajah pria itu ketika stop kontak berhasil dilepaskan. Sementara itu, para penonton tertawa riang melihat kepanikan yang baru saja terjadi di tengah panggung. Namun, lelaki tersebut memilih untuk menyeduh teh dan tak menghiraukan keramaian yang dibuat para penonton.
Aksi yang dilakukan Etienne Manceau, Minggu (18/10) dalam acara Pentas Teater Obyek VU ini merupakan kerjasama antara Komunitas Salihara dan l’Institut Franchaise d’Indonesie (IFI). IFI adalah organisasi yang melaksanakan seluruh aksi kerjasama dalam bidang budaya antara Perancis dan Indonesia.
Perwakilan IFI, Dwi Setyowati mengatakan, pertunjukkan teater VU yang dibawakan oleh Compagnie Sacekripa ingin menggambarkan karakter seseorang maniak yang sering memperhatikan kejadian kecil secara detail. Menurutnya, setiap manusia memiliki karakter tersebut.
Dwi menuturkan, Cie Sacekripa—sapaan akrab Compagnie Sacekripa, mencoba memadukan unsur badut dengan beberapa rutinitas yang biasa dilakukan manusia. “Aktor lebih fokus mengolah tingkah lakunya dan melakukan aksi dengan gaya yang unik,” tambahnya.
Rizky Rakhmansyah

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Lepas Lelah Ala Hammocker
Next post Melestarikan Budaya ala RDK