Read Time:2 Minute, 51 Second
Dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok membuat geram umat Islam di Indonesia. Sehingga beberapa organisasi berbasis Islam melakukan aksi damai di depan gedung Istana Merdeka Jakarta Pusat, Jumat (4/11). Berbagai respons pun datang dari mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang tergabung dalam beberapa organisasi Islam.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ikut serta dalam aksi itu atas instruksi Pengurus Besar (PB) HMI kepada seluruh kader HMI se-Indonesia. Imbauan itu dicanangkan guna mendorong proses penegakkan hukum dalam kasus penistaan agama. “Kita mengikuti koordinasi dari PB,” ungkap Muhammad Zainudin Asri selaku Ketua Umum HMI Cabang Ciputat, Sabtu (5/11).
Asri juga menegaskan, HMI mengerahkan massa agar Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menindak kasus Ahok sesegera mungkin. Warga muslim memberi waktu kepada pihak Polri untuk memperjelas masalah itu dalam dua minggu ke depan. Apabila tidak segera diberi kejelasan, umat muslim akan kembali melakukan aksi serentak.
Senada dengan Asri, Ketua Umum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) UIN Jakarta Gustar Muhammad Umam mengatakan, HTI juga ikut serta dalam aksi damai serentak. Ia menegaskan, aksi itu murni pembelaan terhadap Alquran dan tidak ada unsur politik di dalamnya. Menurutnya, menjaga dan membela kehormatan Alquran serta ajaran Islam adalah tanggungjawab setiap muslim. “Kita mengerahkan massa murni untuk membela Alquran,” paparnya, Senin (7/11).
Selain itu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) pun mengikuti aksi, dengan mengajak seluruh sivitas akademika serta masyarakat muslim di sekitarnya. Menurut Ketua Umum KAMMI cabang UIN Jakarta Khoirur Rahman, isu yang diangkat bukan lagi masalah kampus namun umat islam seluruhnya. Sehingga KAMMI berangkat ke istana dan bergabung dengan masyarakat muslim lainnya di bawah bendera merah putih, bukan lagi bendera KAMMI. “Agar demonstran tidak terpecah belah,” katanya, Senin (7/11).
Berbeda dengan HMI dan KAMMI, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) tidak mengikuti aksi damai lantaran Indonesia adalah negara demokrasi dengan berbagai suku bangsa dan agama. Maka dari itu, untuk menjaga kerukunan umat beragama, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Muhamadiyah menganjurkan agar pemuda Muhamadiyah tidak ikut aksi.
IMM yang memiliki garis koordinasi dengan DPP Muhamadiyah mengikuti tata tertib organisasi, sehingga mereka memutuskan tidak ikut serta dalam aksi damai 4 November itu. Apabila beberapa anggota IMM ingin ikut serta dalam aksi damai itu, harus mengatas namakan umat Islam bukan IMM. Itulah pemaparan dari Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta Ari Aprian Harahap.
Lain dari IMM, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Ciputat tidak mengikuti aksi 4 November lalu karena menurut Ketua PMII cabang Ciputat Muhammad Rafsanjani, kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok sudah dilaporkan ke pihak Polri, sehingga mereka sudah mempercayai proses hukum yang sedang berlangsung. “Selain itu ada imbauan dari PBNU dan PB PMII agar tidak ikut aksi,” tegasnya, Minggu (6/11).
Beberapa organisasi pergerakan mahasiswa UIN Jakarta pun memilih untuk tidak mengikuti aksi, sebut saja Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Meskipun, mereka menyadari bahwa demonstrasi adalah salah satu cara menyampaikan aspirasi, namun mereka berasumsi bahwa aksi damai 4 November banyak aktor politik yang menunggangi isu itu. “Soalnya sebentar lagi akan ada pemilihan Gubernur DKI 2017,” Jelas Ketua Umum GMNI Tangerang Selatan Fachri Hidayat, Senin (7/11).
Bersamaan dengan pernyataan Fachri, Ketua Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI) Muhammad Zalfa mengatakan, GPPI telah membuat surat terbuka yang menyatakan sikap tidak akan ikut sertanya turun ke jalan. Alasannya, isu dari tuntutan kebanyakan demonstran bersifat sensitif yaitu mengenai penistaan agama. “Kami khawatir, aksi ini hanya menimbulkan perpecahan dan menghancurkan kebhinekaan,” paparnya, Jumat (4/11).
DSM
Average Rating