Polemik Pembahasan RUU Pertembakauan

Read Time:1 Minute, 52 Second




Saat ini Rancangan Undang-Undang Pertembakauan (RUUP) sedang dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, RUU tersebut   menuai polemik. Salah satunya datang dari Pergerakan Anggota Muda Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (PAMI). PAMI beralasan bahwa RUUP merupakan kisruh besar yang menjadi perdebatan di antara sektor kesehatan, pertanian, dan perdagangan di Indonesia.
Menurut Menteri Keilmuan PAMI Nasional Nur Asyifa, mengatakan RUUP ini hanya menguntungkan industri rokok dan tidak memberikan perlindungan bagi masyarakat. Lebih lanjut Ia mengatakan apabila RUUP ini disahkan, maka akan mengancam kualitas kecerdasan anak-anak Indonesia lantaran menjadi pelanggan adiksi nikotin.
Pendapat tersebut dikuatkan dengan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Pada tahun 2007, 2010, dan 2013, tren  merokok meningkat pada usia remaja, yaitu pada kelompok umur 10-14 tahun dan 15-19 tahun. Sementara data dari World Health Organization (WHO) tahun 2010 sekitar 36% penduduk Indonesia adalah perokok. Risdesdas memprediksi apabila pengendaliantembakau tak jua berganti, maka jumlah perokok akan meningkat hingga 45% di tahun 2025.
Dalam paparannya di acara Ngobrol santai: RUU Pertembakauan untuk siapa. Anggota Solidaritas Advokat untuk Pengendalian Tembakau (Sapta) Julius Ibrani menjelaskan bahwa RUUP adalah suatu kebohongan yang isinya membahas rokok. Bahkan Julius curiga RUUP merupakan intervensi dari industri rokok. “Banyak kejanggalan dalam RUUP. Kita tegas menolak,” jelas Julius, Rabu (15/3).
Senada dengan Julius, dosen Universitas Islam Negeri Jakarta,  Baequni yang juga menjadi pembicara acara tersebut menjelaskan konsumsi tembakau memberikan beban ekonomi tinggi. Berdasarkan Badan Litbang Kementerian Kesehatan tahun 2013 konsumsi tembakau mencapai Rp138 triliun, dan belanja rokok masyarakat mencapai Rp235,4 triliun. Tetapi biaya kesehatan rawat jalan dan inapyang diakibatkan tembakau mencapai Rp378,7 triliun.  
Lebih lanjut Baequni mengusulkan agar pemerintah menaikkan biaya cukai rokok. Tak hanya itu,  pemerintah juga diharapkan memperluas kawasan tanpa rokok, menggencarkan peringatan kesehatan bentuk gambar, dan larangan menyeluruh iklan rokok. Sehingga hal tersebut dapat menekan konsumsi rokok masyarakat Indonesia. “Kalau rokoknya mahal, masyarakat berpikir  ulang untuk membeli,” tegas Baequni.
Salah seorang peserta, Muhammad Ridwan mengapresiasi acara Ngobrol santai yang diadakan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta ini. Menurutnya melalui acara tersebut masyarakat Indonesia melek tentang pentingnya kesehatan dan bahaya merokok. Dengan begitu impian untuk mewujudkan Indonesia sehat benar terwujud. “Rakyat butuh sembako, bukan tembakau,” tegasnya disertai dengan mengepalkan tangan.
MU

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Penasaran dengan Gedung Baru FAH? Inilah Kisahnya
Next post Kematian Bukan Akhir Perjuangan