Read Time:3 Minute, 55 Second
Oleh: Eisten Sina*
Menanggapi tulisan saudara Nicko Pandawa yang berjudul “Khilafah dan Unreasonable Fear penguasa”yang ditulis pada lpminstitut.com. Menanggapi hal tesebut, saya mencoba untuk menganalis HTI. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada penulis khususnya kepada organisasi yang mengatasnamakan HTI. Saya kagum dengan HTI yang mencoba untuk memberikan anti-tesis dari dinamika perpolitikan di Indonesia. Salah satu langkah yang positif dan memberikan sinyal positif untuk melakukan sebuah revolusi politik dan sistem pemerintahan.
Ada beberapa poin yang menjadi pertanyaan dalam diri saya pribadi pada pola organisasi HTI. Beberapa kali saya melakukan diskusi dengan anggota organsasi HTI Chapter UIN Sunan Kalijaga (Suka)ihwal pola gerakan dan konsep gerakan HTI. Poin-poin tersebut adalah keterbukaan HTI tentang anggota yang tergabung dalam organisasinya, konsep dan basis pemikiran HTI dan timbulnya perpecahan di dalam tubuh umat islam sendiri ketika konsep politik dan sistem negara HTI di terapkan.
Ada sedikit cerita dari saya yang pada akhirnya menimbulkan pertanyaan besar. Saat mendapat tugas liputan dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Arena salah satu pers yang ada di UIN Suka tentang gerakan dan jaringan HTI di UIN Suka.
Merespons surat keputusan Rektor UIN Suka nomor B-1982/Un.02/HK.00.3/04/2017 pada tanggal 7 April 2017 tentang pelarangan dan pencegahan terhadap organisasi maupun aktivitas yang bertentangan dengan Pancasila dan anti NKRI. LPM Arena UIN Sunan Kalijaga mencoba mencari tahu gerakan HTI di UIN Suka. Akan tetapi, kebuntuan mendapati saya ketika melakukan liputan. Awalnya saya menghubungi ketua Gema Pembebasan UIN Suka tetapi ditolak untuk melakukan liputan karena HTI tidak boleh menerima jumpa pers.
Setelah dihubungi lagi akhirnya diperbolehkan. Diskusi pertama, kami lakukan di Sekretariat Gema Pembebasan selama hampir 2 jam. Ada beberapa data yang tidak kami dapatkan disana. Saat kami tanya mengenai jumlah anggota Gema Pembebasan, kami tidak diizinkan. Rahasia perusahaan kata salah satu anggota Gema yang sekaligus anggota HTI. Indikator ini yang menimbulkan pertanyaan bagi saya. Kalau memang HTI itu adalah organisasi baik dan legal tapi kenapa meminta data tidak diperbolehkan.
Jawaban seperti itu membuat pertanyaan bagi saya. Seharusnya jumlah anggota yang tergabung dalam Organisasi itu dinampakkan. Hal itu merupakan data penting untuk diketahui banyak orang. Apalagi HTI merupakan organisasi yang berlandaskan hukum. Bukan itu saja, untuk mengetahui jumlah anggota yang bergabung di HTI harus menjadi bagian dari HTI. Menjadi bagian HTI pun tidak mudah harus melawati beberapa proses untuk menjadi anggotanya.
Poin kedua yang menjadi pertanyaan besar dalam diri saya adalah tidak terbukanya HTI atas konsep dasar yang menjadi basis pemikirannya. Basis pemikiran menjadi faktor yang paling penting dalam organisasi untuk mejadi pijakan dalam memobilisasi masa. Basis pemikiran ini juga sifatnya harus terbuka. Pasalnya dari konsep inilah akan mendapatkan kritik ataupun tanggapan terkait konsep yang kita bangun. Keterbukaan ini juga sangat penting. Pasalnya basis pemikiran merupakan masalah yang paling penting. Suatu organisasi dikatakan baik untuk diikuti ketika basis pemikirannya juga baik, begitu pun juga sebaliknya. Islam sebagai agama yang sangat toleran, humanis, dan damai.
Sandaran pemikiran HTI yang tertutup bagi orang awam membuat pemikiran HTI tidak dapat dikoreksi. Mengetahui pemikiran HTI harus mengikuti bebrapa diskusi. Setelah mengikuti diskusi rutin selama emat kali baru sesorang boleh mengikuti ngaji kitab HTI yang jumlahnya ada sekitar 30 kitab. Gerakan seperti inilah yang membuat saya ragu atas pemikiran HTI.
Sistem dogma dan doktrin bisa saja terjadi di dalamnya. Saya mencoba mengaitkan konsep ini dengan konsepnya Islam. Sepanjang pengetahuan saya, Islam diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad sebagai rahmat bagi semesta alam. Sehingga ketika Islam turun dapat mendamaikan umat-umat yang berselisih khususnya umat Islam itu sendiri. Hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad ketika berdakwah. Nabi membuktikan kepada umat Yahudi Syam untuk menguji konsep yang Allah turunkan.
HTI sangatlah tertutup atas konsep yang mereka tawarkan. Mereka hanya mengatakan Al-Qur’an dan Hadits sebagai basis pemikiran mereka. Sedikit meragukan bagi saya. Ketika Al-Qur’an dan Hadits menjadi sandaran mereka. Lantas kenapa ada kitab lain yang dikaji untuk mendirikan sebuah negara ? juga, kenapa kitab tersebut sifatnya sangat tertutup? Sehingga tidak semua orang mengetahui konsep aslinya tersebut.
Saya sepakat memang saat diskusi dengan HTI ketika mereka mengatakan bahwa negara ini sedang sakit. Prinsip kapitalisme yang diterapkan pemodal sehingga ekonomi negara hanya dikuasai oleh beberapa orang saja. Terpuruknya sistem negara yang membuat para pelaku pemrintahan mudah melakukan tindakan yang tidak sesui dengan prinsipnya, turut beberapa bentuk penyimpangan yang lainnya.
Ketika dalam diskusi HTI dikatakan negara membutuhkan agama sebagai pengontrol pemerintahan. Negara membutuhkan Islam sebagai basis ideologi negara. Memang disisi itu saya sepakat. Akan tetapi, ketika Islam dijadikan simbol negara dan akhirnya menimbulkan perpecahan dikalangan umat Islam, itu bukan Islam yang damai dan rahmat.
Tulisan ini menanggapi: Khilafah dan Unreasonable Penguasa
*Penulis adalah LPM Arena UIN Sunan Kalijaga dan Lingkar Diskusi Pemikiran Islam Pojok Syuhada
Average Rating