Catatan Merah Kemelut di Timur Tengah, Israel Gembira

Read Time:3 Minute, 42 Second
internet: google
Oleh: Kanzul Fikri
Penjajahan Israel di atas tanah Palestina mulai dari tahun 1948, konflik Arab Saudi dan Iran demi merebut hegemoni kekuasaan di Timur Tengah, problem Arab Spring yang mengekor hingga  berujung perang saudara di Suria tak kunjung usai, pasukan Irak mengusir Daesh (ISIS) di Mosul, perang yang berlangsung di Yaman, hingga yang teranyar terjadi, berupa pemutusalan hubungan negara-negara Teluk terhadap Qatar.

Hal ini menambah rentetan catatan merah dinamika perpolitikan Timur Tengah di dua abad milenium terakhir ini. Serba serbi rentetan di atas menambah buram kawasan dunia Islam khusunya di Timur Tengah.
Bagaimana mau tercapainya sistem Khilafah yang dicita-citakan oleh kelompok tertentu jika keadaanya runyam seperti sekarang, bagaimana mau membantu saudara kita di Palestina jika konflik seksama masih belum terurai. Teori sederhananya, retak di dalam keluarga akan sulit mengatasi permasalahan di keluarga lain.
Nihil rasanya, Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang di selenggarakan di Jakarta pada 6-7 Maret tahun lalu,  yang menjadi bahasan utama adalah status Palestina dan kampanye Joko Widodo malalui pidatonya yang memukau—kampanye pembebasan status Palestina di mana-mana dan orasi sampai mulut berbusa-busa sekalipun, tidak dapat terlaksana mungkin hanya sebatas wacana belaka.
Pemutusan oleh negara-negara Teluk

Sudah beberapa pekan, mulai 5 Juni negara-negara teluk memutuskan hubungan diplomatik; Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan Eni Emirat Arab (UEA)—terhadap Qatar. Tak hanya itu, mereka juga turut memblokade jalur darat, laut, dan udara terhadap Qatar, termasuk menarik para duta diplomatiknya dari Qatar.
Hal ini terjadi karena Qatar dituduh telah bersekongkol dan memberi fasilitas kepada komplotan yang dianggap teroris oleh Arabi Saudi cs, bersahabat baik dengan Iran, dan media ternama Al-Jazeera telah memberi pemahana berupa hasutan negatif di Timur Tengah.
Puncaknya ketika Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani mengucapkan, adanya ketegangan dunia Islam dengan pemerintahan Donal Trump, selain itu dia menggambarkan Iran yang notabenya musuh Arab saudi cs sebagai kekuatan anyar Islam, “Tidak ada kebijakansanaan dalam menyembunyikan permusushan terhadap Iran,“ ujarnya.
Sang Emir turut pula mengatakan ‘hubungan baik dengan Israel dan Hamas merupakan perwakilan resmi orang Palestina’. Bukan rahasia umum, bahwa Israel merupakan musuh bebuyutan Arab Saudi cs dan Hamas berafiliasi dengan Ihwanul Muslimin, merupakan organisasi terlarang di Mesir.
Mendengar akan hal itu, telinga Arab Saudi cs memanas sehingga berakibat berupa pemutusan hubungan diplomatik. Namun, pihak pemerintahan Qatar menolak mentah-mentah tuduhan dan berita yang telah beredar luar tersebut. Mereka menegaskan berita tersebut adalah palsu, adanya pihak tertetu yang meretas situs berita Qatar; QNA.
Apa daya nasi sudah menjadi bubur, hal ini membuat konflik yang semakin meruncing dan memanas. Pemutusan diplomatik berujung tidak setabilnya keluar masuknya barang di Qatar—kekurangan pangan pun terjadi sehingga membuat Iran dan Turki turut membantu mengirimkan beberapa makanan pokok, bantuan dan pembangunan meliter di Qatar demi stabilitas keamanan kawasan, Recep Tayyip Erdogan yang meminta Raja Arab Saudi ajakan untuk segera berdamai.

Kemelut yang terjadi ini, mengatarkan Arab Saudi cs mengeluarkan paket kebijan berupa tuntutan 13 syarat yang harus di penuhi, jika ingin kembali seperti sedia kala. Tetapi sampai saat ini tidak ada satupun dari 13 tuntutan tersebut yang dipenuhi.
Israel Gembira
Lalu siapakah yang diuntungkan dari pengucilan negara kecil tersebut? Jawabannya adalah Zionis Israel.

Mereka semakin gembira dengan adanya kekacauan stabilitas politik di Timur Tengah, berkotak-kotanya demi sentral paling terdepan. Qatar yang bangkit tak mau melulu didekti oleh Arab Saudi, Qatar berusaha bangkit menggalang kekuatan baru; Iran dan Turki. Begitupun Arab Saudi berusaha meyakinkan negara-negara tetangga demi trah hegemoni kekuasaan sekaligus penjaga dua kota suci umat Islam dunia (al-haromain al-syarifain).
Keduanya kekeh dengan egonya masing-masing. Sehingga Zionis Israel bersorak gembira setiap apa yang terjadi kemelut konflik di Timur Tengah, mereka dari dulu menginginkan bercerai-berainya, terpecah belah. 

Mereka menghendaki negara-negara Arab menjadi tak berdaya dan lemah, mengurusi urusan dalam keluarga—di luar keluarga tak terurus berantakan. Jika mereka kuat, bukan tak mungkin mengusir Israel dari bumi Palestina yang berukuran kecil. Dapat dibenarkan pribahasa “bersatu kita teguh bercerah kita berantakan”.
Sayangnya negara-negara Arab menjadi tidak adidaya lagi lantaran mensibukkan diri untuk memerangi keluarganya sendiri. Senjata-sejata canggih justru dipersenjatai untuk keluarga, bukan untuk Israel.
Benar memang, Zionis Israel didukung oleh negara super seperti Amerika dan kunco-kunconya negara Barat lainnya. Namun, sayang beribu sayang mereka bercerai berai, memusi keluarganya sendiri. Apakah mereka sadar atau tidak terhadap konspirasi yang dimainkan oleh Zionis Israel dan para kolega lainnya. Seperti apakah wajah Timur Tengah selanjutnya jika beberapa konflik tak turut mereda.[]
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin 

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post UIN Garda Terdepan Menangkal Terorisme
Next post KMPP Tolak kebijakan Full Day School