UIN Garda Terdepan Menangkal Terorisme

Read Time:3 Minute, 3 Second

Tindakan terorisme merupakan suatu kejahatan besar. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 disebutkan, pelaku teror dapat dijatuhi hukuman minimal 4 tahun penjara hingga 20 tahun. Bahkan hukuman maksimal pelaku teror yaitu hukuman mati, atau hukuman penjara seumur hidup.

Peristiwa teror bom kembali terjadi di Terminal Kampung Melayu, Rabu (24/05) malam.  Dalam peristiwa teror bom bunuh diri itu sebanyak lima orang dinyatakan tewas, dua orang pelaku teror dan  tiga orang polisi. Selain menghilangkan nyawa, peristiwa itu juga menyebabkan 11 orang mengalami luka-luka.

Peristiwa di Kampung Melayu menambah catatan kasus terorisme di Indonesia. Dari kasus bom Bali 2002, peristiwa teror di Perempatan Sarinah 2016, bom panci di Bandung 2017. Tindakan terorisme tersebut disinyalir faktor agama.  

Menanggapi tindakan terorisme yang terus terjadi, Reporter Institut MRIM mewawancarai Pengamat Terorisme dari Barometer Institute, Robi Sugara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di ruangannya lantai empat, Selasa (30/05).

Menurut Anda, apa yang melatarbelakangi orang melakukan tindakan terorisme?

Latar belakang orang melakukan tindakan terorisme dikarenakan faktor agama. Semua agama memiliki kelompok tersebut. Pelaku teror muncul karena dunia tidak sesuai dengan idiologi mereka. Pada abad ke-15 perlawanan terjadi antara Kristen Protestan dan Katolik di Eropa, peristiwa tersebut juga sangat sadis. Namun saat ini banyak terorime berasal dari Islam.

Orang Islam yang paling dominan terlibat dalam terorisme, karena mereka memiliki landasan dan dalil-dalil yang kuat dalam Islam untuk melakukan tindakan terorisme. Kelompok-kelompok terorisme memberikan penyataan bahwa sekarang itu dalam kondisi perang, di mana muslim sangat tertindas dan terjajah.

Selain agama, faktor apa sajakah yang menyebabkan tindakan terorisme terjadi?
Selain karena faktor agama yang menyebabkan orang melakukan tindakan terorisme, faktor ekonomi juga sangat berpengaruh. Dilihat dari profil-profil pelaku terorisme, mereka banyak yang memiliki tingkat ekonomi rendah. Meskipun pimpinan mereka merupakan orang kelas atas.

Hitungan saya ada 15 orang yang melakukan bom bunuh diri di Indonesia sejak peristiwa bom Bali  2002. Kebanyakan pelaku berasal dari Jawa Barat. Mereka umumnya memiliki tingkat ekonomi dan pendidikan yang rendah.
Apakah latar belakang pendidikan yang kurang merupakan faktor seseorang menjadi teroris?
Dalam pandangan saya, pendidikan bisa menjadi faktor seseorang menjadi teroris. Sebagai contoh Mukhlas, pelaku bom Bali 2002. Dalam hal pengetahuan agama, Ia memiliki pengetahuan yang bagus jika dibandingakan dengan Imam Samudra dan pelaku teroris lainnya. Namun dalam hal pendidikan masih dipertanyakan, apakah dia pernah mengenyam jenjang pendidikan formal yang tinggi.

Sebaliknya, baru-baru ini ada seseorang yang bekerja di sektor pajak Kementrian Ekonomi Republik Indonesia. Jenjang pendidikannya tidak diragukan lagi, karena dia merupakan lulusan Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) dan mendapatkan gelar S-2 nya di Australia. Namun setelah resign dari pekerjaannya, dia memilih untuk bergabung dengan kelompok teroris di Suriah.

Bagaimana peran lembaga pendidikan, khususnya UIN Jakarta untuk menangkal terorisme dan paham radikal di Indonesia?
Bagi saya Indonesia beruntung punya lembaga perguruan tinggi semacam UIN atau Institut Agama Islam Negeri. Dari hasil berbagai survei, radikalisme tumbuh dari perguruan tinggi umum. Walaupun di UIN sendiri terdapat pemahaman-pemahaman radikal, namun pengikutnya sedikit dan itu pun diisi oleh mereka yang kurang memahami agama.

Sedangkan yang matang lulusan pesantren dan mereka yang benar-benar mempelajari agama, rata-rata lebih moderat. Walaupun di UIN juga ada isu-isu mahasiswanya yang bergabung dengan kelompok-kelompok radikal, namun menurut saya UIN masih bisa menjadi garda terdepan dalam menumpas paham terorisme dan radikalisme.

Ada beberapa hal yang harus dilakuakan UIN sendiri untuk menangani kasus paham radikalisme dan terorisme, khususnya di wilayah kampus. Pertama, UIN harus mengaudit dosen, mahasiswa dan organisasi yang mempunyai pemahaman radikal. Kedua, mensinergikan kelompok-kelompok yang mempunyai paham radikal, di sini bukan membelenggu mereka. Namun, UIN harus secara tegas membersihkan relasi antara organisasi intra dan ekstra.

MRIM

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Menggiring Kuas Dalam Merias
Next post Catatan Merah Kemelut di Timur Tengah, Israel Gembira