Pelaku Kekerasan: Anak, Hukuman, dan Penyelesaian

Pelaku Kekerasan: Anak, Hukuman, dan Penyelesaian

Read Time:3 Minute, 39 Second
Pelaku Kekerasan: Anak, Hukuman, dan Penyelesaian

Dewasa ini, kasus perundungan kerap terjadi di Indonesia. Dilansir dari media Republika.co.id, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat terdapat sebanyak 2.355 pelanggaran terhadap perlindungan anak yang terdata oleh KPAI hingga Agustus 2023.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, telah mengatur bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya akan dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak 72  juta rupiah.

Selain menjadi korban, anak-anak juga kerap menjadi pelaku perundungan. Institut melakukan wawancara khusus dengan Alfitra selaku Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada Senin (9/10).

Bagaimana tanggapan bapak terkait UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak?

Kalau seandainya anak tersebut berusia dua belas tahun dan belum mencapai usia delapan belas tahun, maka dikurangi setengah dari ancaman hukumannya. Namun, kalau anak yang belum mencapai usia dua belas tahun melakukan tindakan perundungan, menyiksa, menganiaya, mendiskriminasi temannya tidak akan terkena pidana. Mereka akan diserahkan langsung kepada kedua orang tuanya. 

Saat dulu sesuai dengan pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang belum mencapai usia enam belas tahun, ada tiga penentuan. Dikembalikan kepada orang tua tanpa pidana apapun, diserahkan kepada negara untuk dididik tanpa pidana apapun, dan dididik oleh negara dengan memasukkan ke lembaga-lembaga sosial tanpa pidana apapun. 

Namun, sejak lahirnya UU tentang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, sudah ada pembatasan-pembatasan terhadap anak yang melakukan tindakan pidana. Maka anak yang melakukan tindak pidana dari usia dua belas tahun dan belum mencapai usia delapan belas tahun dapat dipidana. Akan tetapi ancaman hukuman dikurangi sepertiga dari hukuman pidana. 

Bagaimana penyelesaian kasus anak pelaku perundungan di Indonesia? Apakah sudah berjalan sesuai undang-undang? 

Kebanyakan penyelesaian tersebut dilakukan dalam suatu proses Restorative Justice (RJ). Di mana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama, menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan.

Berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) Tahun 2019, Peraturan Polri (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021, Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 Tahun 2020, dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak atau sistem diversi. Di mana anak yang terbukti melakukan suatu tindak pidana, akan dilalui dengan proses mediasi atau RJ. 

Maka dari itu, dalam peraturan tersebut tidak melalui proses hukum pidana, melainkan melalui proses di luar hukum pidana untuk mengembalikan kepercayaan atau memulihkan mental anak. Hal inilah yang disebut dengan RJ. 

Bagaimana jika seseorang tidak mampu bertanggung jawab atas tindakan pidana yang mereka lakukan?

Kalau pelaku perundungan itu sudah berusia di atas dua belas tahun maka dapat dipidana. Sebagai contoh kasus perundungan yang di Cilacap, karena pelakunya masih Sekolah Menengah Pertama (SMP) tentunya dapat dipidanakan karena harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Dalam hukum pidana, orang yang dalam pertanggungjawaban pidana maka harus dikenakan sanksi pidana. Hukum pidana anak dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tersebut harus dijadikan acuan. Jika seseorang melakukan tindak pidana dan tidak mampu bertanggung jawab, maka dapat dipidanakan. Dalam UU Nomor 3 Tahun 1997 juncto Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang artinya tentang tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak. 

Bagaimana langkah preventif pemerintah dalam meminimalisir terjadinya perundungan?

Pemerintah dalam hal ini perlu meningkatkan regulasi tindak pidana anak. Sebagaimana penerapan hukum yang sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Sejauh anak tersebut mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka anak itu harus dipidana. 

Namun, hukumannya dikurangi setengah dari pidana pokok, tidak sama dengan hukuman untuk orang dewasa. Kalau orang dewasa menganiaya, maka pasal KUHP yang digunakan yaitu Pasal 351 Ayat 1, Pasal 352, Pasal 353, Pasal 354, Pasal 355 tentang penganiayaan. Di mana itu ada suatu perbuatan sengaja dan terencana. Sehingga ancaman hukumannya kita kembalikan kepada hakim. 

Bagaimana sosialisasi yang tepat tentang hukum perundungan untuk anak-anak ?

Indonesia mempunyai Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), dan KPAI yang mempunyai tugas dan fungsi untuk mensosialisasikan dari beberapa sekolah yang ada di Indonesia. Sehingga lembaga perlindungan anak bisa memberikan sesuatu bentuk arahan kepada anak bahwa yang melakukan kejahatan itu bisa dipidana.

Maka tindakan preventif yang bisa dilakukan ialah bagaimana UU bisa berjalan efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku. Hakim yang menjatuhkan hukuman kepada anak yang terbukti bersalah tentunya ada tahapan-tahapan yang dilakukan. Hal tersebut kembali kepada Pasal 45 KUHP. 

Reporter: Desy Rahayu

Editor: Ken Devina

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Sadar Isu Kekerasan Berbasis Gender Melalui Literasi Previous post Sadar Isu Kekerasan Berbasis Gender Melalui Literasi
Aksi Cabut Paku Jelang Pesta Demokrasi Next post Aksi Cabut Paku Jelang Pesta Demokrasi