Karya Nyata Penghuni Jeruji Besi

Read Time:2 Minute, 14 Second

Setiap mendengar kata penjara yang terbayang dalam benak adalah tempat mengerikan bagi para narapidana karena harus tinggal dibalik jeruji  besi  yang penuh siksaan. Namun, jika berkunjung ke Indonesia Prison Art Festival, pengunjung  dapat gambaran tentang kegiatan narapidana selama masa tahanannya.
Ketika tiba di acara Indonesia Prison Art Festival pengunjung akan disugguhkan oleh panggung besar. Panggung ini digunakan narapidana untuk menunjukan aksinya dari grup musik hingga tari-tarian di atas panggung. Di sekitar panggung berjejer stan-stan dari  setiap Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau Rumah Tahanan (Rutan) se-Indonesia. Festival ini juga menyediakan photo booth bagi yang gemar berfoto di sebelah kiri panggung.
Acara yang baru pertama kali terlaksana ini, bertempat di Taman Ismail Marzuki (TIM. Selain disuguhkan stan-stan berisi kerajinan tangan, pengunjung pun dimanjakan dengan gema musik tarian dari narapidana. Misalnya Tarian Cakalele buah penampilan Rutan Labuha, Maluku Utara. Adapula merdunya suara salah satu narapidana dari Rutan Salemba. Suaranya membuat fokus pengunjung teralihkan ke panggung yang dilengkapi sound system dan lampu-lampu panggung.
Tak henti sampai situ, produk hasil kerajinan narapidana pun banyak menarik minat pengunjung. Mulai dari kerajinan tangan hingga pakaian batik tersaji dalam kurang lebih 36 stan dari berbagai lapas seluruh Indonesia.  Seperti halnya stan Rutan Salemba yang memajang karya berupa tulisan lukisan serta lampu lampion.  Salah satu pegawai Rutan Salemba, Kartika Aprilia menuturkan keikut sertaan dalam festival ini, guna mengembangkan karya para narapidananya tanpa di batasi jeruji besi.
Tak hanya menjadi pajangan, produk masing-masing lapas pun dapat dibeli pengunjung, tak terkecuali Rutan Salemba. “Produk-produk yang dijual berada di Kementerian Perindustrian,” ujar Kartika, Selasa (24/4). Akan tetapi, festival yang tergelar di halaman TIM ini memamerkan produk-produk tanpa menjualnya.
Produk Lapas Narkotika Kelas IIA Nusakambangan pun tak ingin ketinggalan. Hasil karya dari lapas ini berupa kain batik dengan motif beragam. Tak hanya kain batik setengah jadi saja, tersedia pula baju batik siap pakai. Salah satu staff Lapas Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Nur Taufik Hidayat menuturkan bahwa lapasnya memfokuskan membatik untuk narapidananya. “sebelum mulai membatik, narapidana dibimbing mulain dari tahapan desain, pencelupan hingga akhir produksi,” tutur Taufik, Selasa (24/4).
Salah satu narapidana asal Lapas Narkotika Kelas IIA Nusakambangan, Joko Susilo Setiawan mendapat banyak manfaat dari program binaan lapas. Joko cukup banyak menghasilkan kain batik, “dalam waktu dua hari bisa mengasilkan satu kain batik, kalau kalau motif yang sulit bisa selama lima atau enam hari,” ucapnya, Selasa (24/4).
Joko pun merasa program binaan ini mengasah dan menyalurkan keahlian dalam bidang membatik. Kedepannya ia telah berniat menjadikan keahlian membatiknya sebagai wirausaha, saat masa tahananya selesai. “Seandainya sudah keluar penjara saya dan teman-teman tahanan mau menjadikan wirausaha batik menjadi misi bersama,” tutup Joko, Selasa (24/4).

ND

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Menyuarakan Keberagaman Melalui Media Alternatif
Next post Representasi Hari Kartini Lewat Seni Keramik