Read Time:4 Minute, 0 Second
PALU – Hampir empat pekan berlalu pascabencana gempa, tsunami, dan likuefaksi melanda Palu, Sigi, juga Donggala, kondisi Sulawesi Tengah masih dalam duka. Sampai saat ini, sebagian besar warga yang selamat dari musibah besar Jumat (28/9) lalu, mengungsi di bawah tenda-tenda pengungsian.
Terpal biru dibentuk segitiga sebagai atap, tanah kering menjadi alas berlindung mereka dari teriknya matahari Sulawesi Tengah. Belum lagi kalau malam tiba dan hujan datang. Pengungsi hanya bisa merebahkan lelah di tenda pengungsian, melawan dingin dan menjaga agar hujan tak sampai banjir ke dalam tenda.
Ketika fase darurat sudah terlewati, pemulihan pascabencana segera diinisiasi. Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengawali fase pemulihan pascabencana dengan pendirian Kompleks Hunian Nyaman Terpadu (Integrated Community Shelter/ICS) di Kelurahan Duyu, Kecamatan Tatanga, Kota Palu. Sebuah tanah lapang yang berada di ketinggian bebukitan menjadi lokasi ICS pertama di Kota Palu. Lokasi tersebut dinilai paling layak dan aman untuk ditinggali oleh para pengungsi.
Peletakan batu pertama pembangunan ICS dimulai Kamis (25/10). Acara ini dihadiri oleh Senior Vice President ACT Syuhelmaidi Syukur, Lurah Duyu Nurdin F. Adam, tokoh ulama, serta masyarakat sekitar. Pembangunan ICS ini merupakan tahap awal dari pembangunan 1.000 unit hunian di Palu dan sekitarnya. Hal ini disampaikan oleh Syuhelmaidi sesaat sebelum peletakan batu pertama pembangunan ICS.
“Berbarengan dengan ini kita juga membangun di empat titik yang lain. Kalau hari ini, di titik ini kita merencanakan 96 unit rumah ditambah dengan satu masjid, MCK, dan taman bermain. Insyaallah secara bersamaan kita membangun di empat titik lain. Di Kabupaten Sigi ada satu, kemudian di Donggala ada dua titik. Dan ini akan kita tambah terus seiring dengan kepercayaan publik, kepercayaan masyarakat kepada ACT,” terang Syuhelmadi, Kamis (25/10).
Hingga hari permulaan pembangunan ICS di Lapangan Kelurahan Duyu, puluhan tenda-tenda terpal masih mengisi tiap petak lapangan. Direktur Program Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat ACT Sri Eddy Kuncoro menjelaskan, di dalam tenda terpal dihuni berdesakan lebih dari satu keluarga. Mayoritasnya merupakan korban terdampak gempa di Kelurahan Duyu, Balaroa, dan Kampung Lere.
“Insya Allah hunian terintegrasi yang dibangun di Lapangan Duyu ini akan menjadi rumah baru bagi para pengungsi korban gempa dari wilayah terdekat. Shelter berdiri di atas lahan 52×70 meter, sementara jumlah hunian yang akan terbangun sebanyak 96 pintu. Satu masjid juga akan berdiri, berukuran 12×12 meter,” papar Sri Eddy Kuncoro atau yang akrab disapa Ikun.
Memegang identitas sebagai Hunian Nyaman Terpadu, tak hanya rumah juga masjid yang akan dibangun. Fasilitas lain seperti MCK 12 pintu akan berdiri menopang kebutuhan sanitasi pemukim. Dapur umum, gudang logistik, dan ruang kesehatan juga akan berdiri di lahan yang memiliki pemandangan Kota Palu dari atas ini.
“Setelah kami melihat kondisi sekitar shelter, kami tidak dirikan sekolah karena sekolah yang ada tidak terdampak gempa dan masih dapat digunakan,” tambah Ikun.
Melengkapi kebutuhan dasar lain, di atas lahan ICS Lapangan Kelurahan Duyu ini, ACT juga akan menggali sumur bor untuk memasok kebutuhan air bersih. “Karena lokasinya berada di ketinggian, sumur tidak bisa digali dangkal. Kami menyiapkan sumur bor untuk memastikan air bersih bagi keluarga pengungsi di ICS Duyu terjaga pasokan airnya.
Nurdin F. Adam selaku Lurah Duyu begitu bersyukur dengan bantuan hunian yang diberikan. “Sebagai pemerintah setempat saya mengucapkan terima kasih kepada ACT. Aksi Cepat Tanggap sangat-sangat luar biasa membantu masyarakat kami, yang di mana saat ini mereka masih menempati tenda-tenda darurat yang menurut kami tidak bertahan lama. Dengan datangnya ACT ini sangat-sangat terbantu.,” ungkap Nurdin, Kamis (25/10).
Hampir sebulan pascagempa, menurut catatan dari pihak kelurahan, ada 150 kepala keluarga yang rumahnya rusak berat akibat gempa Jumat (28/9) silam. Untuk tahap awal, Nurdin menyampaikan pihaknya memprioritaskan warga yang huniannya benar-benar rata dengan tanah, warga dengan rumah retak parah, dan ibu-ibu hamil, dan ibu menyusui.
Husnan (63) misalnya, salah satu penyintas gempa yang rumahnya tak layak lagi digunakan. Perempuan lewat usia paruh baya ini, kini tinggal bersama ibundanya mengungsi di bawah tenda terpal pengap dan panas di lapangan lokasi ICS bakal dibangun. Satu hal yang menarik, Ibunda Husnan yang ikut mengungsi kini telah menjejak di usianya yang menginjak 106 tahun.
“Ini Ibunda saya, namanya Jija, usianya 106 tahun. Alhamdulillah gempa kemarin bisa saya gendong ibu keluar,” ujarnya.
Husnan bercerita, rumahnya memang tidak sampai ambruk, tapi kondisinya rusak berat. Sewaktu gempa, Husnan yang sedang berwudu Salat Maghrib langsung terjatuh terjungkal. “Saya ingat ada ibu saya di dalam kamar. Langsung saya gendong ibu keluar. Suara guncangan dan gemuruh itu membuat saya trauma sampai hari ini. Sekarang rumah saya dindingnya terbelah dua, lantainya ada yang terbumbung,” ungkap Husnan.
Mengetahui lapangan yang dipakainya untuk mengungsi bakal didirikan hunian terintegrasi, senyum simpul hadir di gurat wajahnya.
“Insya Allah kalau di sini dibangun rumah baru, saya gembira. Saya mau tinggal di sini. Sementara ini yang paling dibutuhkan itu tempat tidur. Kita cuma tidur di tanah. Kalau malam dingin sekali, kalau hujan banjir di sini air menggenang di tenda kami,” kisah Husnan. [] Eko Ramdani
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating