Figure di Balik Keberhasilan Mahasantri

Figure di Balik Keberhasilan Mahasantri

Read Time:3 Minute, 8 Second

Figure di Balik Keberhasilan Mahasantri


UIN Jakarta menjadi salah satu Universitas Islam besar di Indonesia. Di balik universitas Islam tersebut, terdapat lembaga non formal untuk membentuk karakter mahasiswa yang dikenal dengan Ma’had Al-Jami’ah.

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan salah satu Universitas Islam terbesar di Indonesia. Kehadirannya telah menjadi sumber inspirasi dalam pengembangan pendidikan agama Islam, acuan bagi pengembangan studi Agama Islam dan tolak ukur bagi berbagai kalangan, baik nasional maupun internasional. Dalam upaya untuk mempercepat terhadap integrasi (pembaruan) keilmuan tersebut, UIN Jakarta mempersiapkan Ma’had sebagai lembaga pendidikan non-formal.
Ma’had UIN Jakarta yang kita kenal dengan nama Ma’had Al-Jami’ah, memiliki lima tempat yang berbeda yaitu Syaikh Nawawi (mahasiswa putra), Syaikh Abdul Karim (dulu adalah asrama, sekarang menjadi ma’had), Syaikh Asnawi (putra FKIK), Syarifah Muda’im (putri), dan Syarifah Khadijah (putri FKIK). Kelima mah’ad yang tersebut memiliki sistem yang sama, bahkan berada di bawah naungan pengasuh dipegang oleh Dr. Akhmad Shodiq, M.Ag.
Akhmad Shodiq lahir di Pasuruan 9 Juli 1971, pendidikan dasar sampai menengah di kota kelahirannya. Ia melanjutkan pendidikan S1 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Malang pada 1995. Kemudian S2 Program Pascasarjana di IAIN Ar-Raniri Banda Aceh pada tahun 1998. Namun, ia kini menjadi dosen di Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sehingga, di tahun 2008 ia melanjutkan Sekolah Pascasarjananya di UIN
akarta.
Pada tahun 2014 Ahmad Shodiq dipercaya menjadi Kepala Pusat Ma’had Al-Jamiah UIN Jakarta sampai saat ini. Untuk mengetahui lebih dalam sosok Akhmad Shodiq di balik pesantren UIN Jakarta, salah satu reporter LPM Institut menemui Akhmad Shodiq di kantornya. pertanyaan yang diajukan dalam peran penting Ma’had di balik kampus UIN Jakarta?. Ia menanggapi bahwa sebenarnya mendidik dan membangun karakter yang utuh sedikit susah tanpa pesantren, “Pembelajaran di kelas hanya terjadi secara kognitif, tidak ada proses,” ujarnya, Jumat (10/5).
Pada awal kepengurusan Akhmad Shodiq dulunya Ma’had hanya ada 300 mahasiswa, 150 putri dan 150 putra asrama. Kurikulumnya pun sudah ada, namun setelah satu tahun kepengurusannya dan mengkajinya, ia merasa harus ada program baru yang harus diterapkan. Salah satunya seperti pembinaan, dan kontrol ibadah.
Alasan adanya ma’had al-Jami’ah di balik UIN Jakarta ini karena pesantren merupakan sebuah jawaban. Jawaban dari semua kegelisahan dan kekurangan atas sistem pendidikan yang ada. Tak hanya itu saja, Akhmad Shodiq juga mengatakan pesantren sebagai sarana untuk membangun karakter mahasiswa atau mahasantri yang pemikirannya smart, tapi sikapnya terpuji.
Ekspektasi untuk mahasantri tidak terlalu banyak berharap, kecuali memberi dasar-dasar aqidah yang ahlu sunnah wa al-jamaah, membenahi ibadahnya, memberi dasar-dasar kebahasaan seperti Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Namun terlepas dari itu semua, Akhmad Shodiq tetap mengembangkan kepemimpinan dan memberikan pelatihan kepada mahasantri. Karena menurutnya pintar tanpa menguasai managerial dan leadership tidak bisa bertempur, “Sebab pintar saja tidak cukup.”
Akhmad Shodiq mengungkapkan bahwa tidak ada kesulitan dalam perihal tersebut, karena para pengasuh ma’had sudah mempunyai polanya sendiri. Pola yang diterapkan adalah satu mahasantri senior (mudabbir atau mudabbiroh) bertanggung jawab atas 10 anak. Para mudabbir mengawasi aktifitas dan keaktifan mahasantri, mereka adalah orang-orang yang terpilih dari berbagai sisi. Terutama dalam penggunaan dan penguasaan bahasa, dengan adanya para mudabbir, kegiatan di ma’had sangat terbantu.
Akan tetapi, menurut Akhmad Shodiq, berjalan atau tidak pesantren mahasiswa itu buka karena pengasuh, melainkan karena pergesekan antara teman sebaya. alhasil, akhmad Shodiq mengatur kepada senior supaya bisa memberikan keteladanan, pola yang diterapkan di ma’had al-jami’ah.
Akhmad Shodiq selaku Kepala Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN Jakarta, harapannya kepada mahasantri yang diasuhnya sangat sederhana namun bermakna. Di mana ia menginginkan mahasiswa itu menjadi mahasantri yang professional. Dari segi ibadah tekun, aqidahnya kokoh aqidah wasatiyah yang tidak ke kanan dan ke kiri, begitu juga dari sisi akhlaknya mulya, namun tetap kritis.

Herlin Agustini

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Malapetaka dalam Dunia Pendidikan Previous post Malapetaka dalam Dunia Pendidikan
UIN Jakarta Belum Siap Hadapi Revolusi 4.0 Next post UIN Jakarta Belum Siap Hadapi Revolusi 4.0