Tim Khusus di Atas Nama Baik Kampus

Tim Khusus di Atas Nama Baik Kampus

Read Time:5 Minute, 58 Second

 

Tim Khusus di Atas Nama Baik Kampus


Demi menjaga nama baik, kampus seolah tak peduli pada penanganan kasus pelecehan seksual. Sebagai kampus Islam, hendaknya norma agama dapat ditegakkan dan menjadi tempat aman bagi seluruh civitas academica.

Maraknya kasus pelecehan seksual oleh dan pada mahasiswa kembali menyangkut Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelumnya di tahun 2017, sesuai dengan catatan Institut, salah seorang mahasiswa baru UIN Jakarta sempat melaporkan kasus pelecehan yang menimpa dirinya ke pihak universitas, tetapi prosedur peleraian kasus tersebut dialihkan ke pihak fakultas yang bersangkutan. Di tahun 2020, kasus-kasus pelecehan seksual kembali tersiar di kalangan Mahasiswa UIN Jakarta.

Pada awal Maret 2020, kasus begal payudara sempat menjadi bahan pembicaraan mahasiswa.  Berawal dari tersebarnya pesan terusan melalui Whatsapp yang menyatakan bahwa ada mahasiswi yang mendapat perlakuan tak senonoh dari orang tak dikenal. Sesuai pernyataan korban dari pesan tersebut, kejadian itu berlangsung pada Rabu (4/3) usai sang korban membeli obat di apotik samping Rumah Sakit Hermina, Ciputat.

Dari arah yang berlawanan, korban mendapati oknum tengah menyerong ke arahnya dengan motor dan kemudian secara tiba-tiba menyentuh area dadanya. Kejadian itu berlokasi di belakang Gedung Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Jalan Haji Nipan, Ciputat Tangerang Selatan. Dilansir dari berita Kompas.com “Polisi Selidiki Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi UIN”, pihak Kepolisian Tangerang Selatan sudah turun ke lokasi kejadian untuk meminta keterangan para saksi setelah kasus tersebut viral.

Tak hanya kasus tersebut, kasus pelecehan seksual lain juga dirasakan oleh seorang mahasiswi UIN Jakarta. Kali ini aksi yang dilakukan pelaku juga berbeda dari sebelumnya. Pada Rabu (11/3), seseorang yang tak diketahui identitasnya memamerkan alat kelaminnya ke hadapan mahasiswi. Halte UIN Jakarta menjadi lokasi pelaku melakukan hal tersebut.

Menyadur dari laman Jakarta.tribunnews.com “Dugaan Motif Pelaku Pelecehan Seksual Pamer Kelamin di Halte UIN Jakarta”, Kapolsek Ciputat Komisaris polisi Endy Mahandika mengungkapkan kejadian itu terjadi pukul 16.00 WIB, saat mahasiswa ramai di halte pelaku juga berada disana. Ketika bus Transjakarta melintas, para mahasiswa naik dan hanya tersisa seorang mahasiswa dengan pelaku. Sesuai pernyataan korban, tiba-tiba pelaku berinisial AW ini berdiri dan mengeluarkan alat kelaminnya di depan korban sambil digenggam dan ditujukan ke arah korban.

Institut berhasil mendapatkan pernyataan dari salah seorang penyintas pelecehan seksual yang mengaku sudah tiga kali kedapatan pelaku yang mengumbar alat kelaminnya. Peristiwa tersebut selalu Mawar —bukan nama sebenarnya—temui di persilangan Jalan Pesanggrahan, Ciputat. “Dari sudut mataku, aku melihat dia tengah memegang alat vitalnya, dan menyodorkannya ke arahku, padahal disana banyak orang berlalu-lalang,” ungkap Mawar, Minggu (18/10). Menurut dugaan Mawar, pelaku menggencarkan aksinya secara terjadwal karena sudah dua kali ia melihat modus tersebut di minggu yang berbeda pada tiap hari Rabu.

Dua bulan lalu kasus pelecehan seksual kembali terjadi. Nahasnya, pelaku pelecehan seksual sendiri merupakan mahasiswa UIN Jakarta. Ia menggencarkan aksinya tatkala masa Kuliah Kerja Nyata berlangsung. Insiden tersebut berlangsung pada Jumat (14/8). Namun, kasus pelecehan yang terjadi oleh dan pada sesama mahasiswa UIN Jakarta itu diakhiri secara kekeluargaan dari kedua belah pihak. “Alhamdulillah, semua perkara sudah selesai. Sudah dibicarakan baik-baik pihak internal,” ujar pelaku berinisial FD ketika dihubungi oleh Institut, Senin (17/8).

Penanganan Kasus Pelecehan Seksual di UIN Jakarta

Berdasarkan keterangan Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta Ulfah Fajarini, PSGA sudah melakukan penelitian tentang humangeografi dan pelecehan seksual terhadap perempuan di UIN Jakarta dengan melibatkan 300 mahasiswa. Sejumlah 35% mahasiswa pernah menjadi subjek pelecehan seksual secara fisik sedangkan 70% mahasiswa mengalaminya secara verbal. Adapun sejumlah 29% mahasiswa mendapatkan pelecehan seksual secara isyarat dan sebanyak 39% mahasiswa mendapatkannya secara tertulis. Adapun sebanyak 25% mahasiswa mendapatkan pelecehan seksual secara psikologis.

Ulfah sendiri menyatakan dengan tegas untuk mendukung pencegahan pelecehan seksual. PSGA juga telah bergabung diskusi dalam membentuk pedoman penanganan pelecehan seksual. “Kami ikut berdiskusi serta urun rembuk Forum Group Discussion (FGD) dengan diterbitkannya pedoman penanganan pelecehan seksual oleh Kemenag,” ungkap Ulfah ketika diwawancarai via Whatsapp, Rabu (30/9).

Kendati demikian, para Mahasiswa UIN Jakarta masih merasa resah akan bertambahnya kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. Berangkat dari keresahan ini, para mahasiswa akhirnya membentuk Tim Khusus (Timsus) Penanganan Kekerasan dan Pelecehan Seksual. Hal ini telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Senat Mahasiswa (Sema) UIN Jakarta pada Senin (7/9).

Koordinator Timsus Penanganan Kekerasan dan Pelecehan Seksual Siska Irma Diana menyatakan, urgensi dari pembentukan Timsus ini untuk merespon keluhan dari mahasiswa tentang rendahnya tingkat kepedulian universitas terhadap kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. “Sangat disayangkan apabila sudah dibentuk lembaga penanganan kekerasan seksual namun tak dimaksimalkan,” keluh Siska, Rabu (30/9).

Menanggapi hal tersebut, Ulfah menyatakan bahwa PSGA sudah berusaha maksimal jika ada pengaduan. Contohnya, ketika ada aktivis UIN Jakarta Wulan Sari Aliyatus Sholikhah yang mengadukan terjadinya pelecehan seksual pada mahasiswi yang dilakukan oleh ojek online. “Kami sangat terbuka dengan aduan dari mahasiswa dan membantu dalam menangani kasus pelecehan seksual,” tuturnya, Rabu (30/9).

Siska menambahkan, beberapa kasus pelecehan seksual yang terjadi di UIN Jakarta tidak pernah diselesaikan hingga ke jalur hukum di universitas. Ia juga menyarankan agar PSGA bisa bekerjasama dengan sebuah lembaga yang dapat menangani kasus pelecehan seksual. “PSGA bisa bekerja sama dengan lembaga eksekutif kampus atau komunitas yang fokus dengan isu pelecehan seksual,” saran Siska melalui Whatsapp.

Sebagai aktivis, Wulan menyatakan bahwa gerakan apapun jika memiliki tujuan yang sama akan bagus sekali untuk sinergi. “Terkadang isu-isu pelecehan seperti ini bahkan korban sendiri abai untuk mengungkap karena menganggap ini menjadi aibnya,” ungkap Wulan ketika diwawancarai via Whatsapp, Selasa (29/9).

 

Penanganan Kasus Pelecehan Seksual di Kampus Lain

Kasus pelecehan seksual juga terjadi di berbagai kampus di Indonesia. Seperti kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan kasus pelecehan seksual yang sempat viral di media sosial oleh mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Dilansir dari laman uii.ac.id, sesuai dengan peraturan disiplin yang berlaku di UII, tindakan pelecehan dan kekerasan seksual dalam bentuk apapun tidak dapat diterima dan tergolong dalam pelanggaran berat. Pihak UII juga berkomitmen untuk memberikan empati, dukungan, dan perlindungan kepada korban atau penyintas. Pihak UII juga menunjuk Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum UII untuk memfasilitasi korban yang berkeinginan untuk menempuh jalur hukum.

Menurut kepala Bidang Etika dan Hukum (BEH) UII Syarif Nurhidayat, Menanggapi dugaan tindak pelecehan dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh IM, pihak UII sudah mengeluarkan pernyataan sikap secara tegas melalui rilis resmi di laman web UII. “Kami sudah melakukan tindakan upaya yang cukup dan sifatnya final,” tegas Syarif Nurhidayat yang diwawancarai melalui sambungan telepon, Selasa (13/10).

Tidak hanya di UII, kasus pelecehan seksual juga menyangkut mahasiswa Unair. Mengutip dari laman persmercusuar.com, Pihak universitas juga mengadakan sidang komite etik sekaligus mediasi bersama pihak keluarga pelaku yang diwakili ibu dan kakaknya, dan memutuskan bahwa jajaran pimpinan Unair resmi memberikan sanksi tegas berupa drop out kepada mahasiswa Fakultas Ilmu dan Budaya (FIB) tersebut.

Menurut Menteri Kajian Aksi dan Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB Putu Ayu Agung Amoretta, BEM FIB juga berkomitmen untuk mengupayakan sosialisasi terkait kekerasan seksual dan pelecehan melalui cara edukasi baik dengan pengadaan diskusi, podcast, atau kajian. Selain itu pihaknya juga melakukan upaya advokasi dan pendampingan korban ketika terjadi kasus kekerasan atau pelecehan seksual. “Dalam periode ini, kami mengupayakan sebisa mungkin untuk melakukan sosialisasi terkait kasus-kasus seperti ini,” pungkas Amoretta via Whatsapp, Sabtu (17/10).

Roshiifah Bil Haq, Aldy Rahman

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Tingkat Kepuasan Maba terhadap PBAK Online Previous post Tingkat Kepuasan Maba terhadap PBAK Online
Catatan Lagi untuk Amany Next post Catatan Lagi untuk Amany