Posyandu Tidak Beroperasi, Stunting Tidak Terawasi

Posyandu Tidak Beroperasi, Stunting Tidak Terawasi

Read Time:12 Minute, 8 Second

Posyandu Tidak Beroperasi, Stunting Tidak Terawasi

Posyandu tutup selama masa pandemi Covid 19 sejalan dengan angka stunting yang naik di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Sebab, peran Posyandu yang berfungsi sebagai pemantau status gizi anak balita tidak berjalan semestinya. 

****

Kala pandemi merebak pada 2020, Eli harus berjuang sendiri dalam mengawasi anaknya yang lahir prematur. Sampai sekarang, berat badannya belum kunjung naik seperti anak lain seusianya. 

Anak Eli terlihat lemas dan diam saja saat berada di pangkuannya. Sesekali bocah balita itu terlihat bermain dengan makanan yang disuguhkan Eli kepadanya.

Bocah balita kecil itu sempat dua kali dirawat di rumah sakit. Sejumlah kerabat dan tetangga banyak yang menyarankan untuk terapi agar kondisinya cepat membaik.

Eli bercerita, pandemi corona menyebabkan Posyandu di lingkungannya ditutup sementara. Penutupan tersebut memaksa kegiatan Posyandu seperti penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, serta penyuluhan dan konseling tumbuh kembang ditiadakan.

Waktu penutupan Posyandu itu, dirinya tak kehabisan cara untuk menimbang berat badan anaknya. Eli melakukan pengukuran berat secara mandiri dengan menggunakan timbangan orang dewasa. 

Eli yang merupakan warga Desa Parungkuda mengungkapkan ketika penutupan Posyandu, ia mengupayakan secara mandiri dalam pengawasan anaknya. Pengawasan mandiri diperolehnya atas bantuan dari pihak Posyandu yang telah memberikan sosialisasi sebelumnya. Selain berupaya secara mandiri, ia sangat bersyukur karena selama penutupan Posyandu, pihak Puskesmas cukup aktif dalam mengawasi dan memberikan bantuan kepadanya. Dalam proses pemulihan, pihak Puskesmas rutin memberinya makanan tambahan untuk memulihkan kondisi fisik anaknya.

“Biasanya juga suka dikasih biskuitnya, dikasih kemarin karena berat badannya kurang,” ucapnya, Senin (19/9/2022).

Hal yang sama juga dialami oleh Riris, warga Desa Cisaat yang anaknya sangat mengkhawatirkan karena memiliki badan di bawah standar balita normal. Ia menuturkan, saat pandemi Covid-19 pemantauan tumbuh kembang anaknya dilakukan secara langsung ke Puskesmas lantaran posyandu tutup. Hal itu sebagai ikhtiar dia demi memantau tumbuh kembang anaknya.

Sama seperti Eli, di kecamatan tempat Riris tinggal pihak Puskesmas dan beberapa kader Posyandu juga kerap melakukan kunjungan ke rumahnya untuk pemantauan langsung ke anaknya. Selain itu pihak Puskesmas juga rutin dalam memberikan makanan tambahan yang berguna untuk memperbaiki kondisi anaknya.

Ketua Kader Posyandu Antorium Desa Mekarsari, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Lilik Purnawati mengungkapkan selama pandemi kegiatan Posyandu diliburkan karena para bidan fokus membantu vaksin Covid-19. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan Posyandu seperti imunisasi balita dikesampingkan sementara.

Stunting Masih Tinggi

Cerita Eli dan Riris adalah persoalan yang dihadapi oleh orang tua yang anaknya mengalami stunting atau gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Stunting sendiri ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Masalah yang akhir-akhir ini banyak dihadapi oleh masyarakat khususnya di masa pandemi, seperti yang terjadi di daerah Sukabumi.

Data yang dihimpun Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat pada laman Open Data Jabar Menunjukkan Kabupaten Sukabumi dan Kota Cirebon menjadi daerah di Jawa Barat yang mengalami kenaikan stunting pada masa pandemi Covid-19.

Data itu juga memperlihatkan, pada 2020 di Kabupaten Sukabumi terdapat 14.106 anak balita berstatus stunting. Jumlah itu naik sebesar 241 kasus atau sebanyak 14.347 pada tahun berikutnya. Data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Jawa Barat menunjukkan Kabupaten Sukabumi memiliki 174.387 anak balita pada 2020. Pada tahun yang sama artinya, 1 dari 12 balita yang berada di Kabupaten Sukabumi mengalami kondisi stunting.  

Kondisi ini bertolak belakang dengan kabupaten atau kota lainnya di Jawa Barat. Pada  periode yang sama hampir semua kabupaten atau kota di Jawa Barat sukses menurunkan angka stunting di tengah gempuran pandemi yang belum juga mereda. 

Seperti halnya Kabupaten Bogor yang mencatatkan kasus stunting tertinggi yakni 106 dari 1.000  anak balita pada 2020. Namun, berhasil turun  menjadi 96 dari 1.000 anak balita pada 2021. Kabupaten Bandung juga mencatatkan keberhasilan menurunkan stunting dari 129 menjadi 89 per 1.000 anak balita. 

Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Cipari Kabupaten Sukabumi Erika Tri Anggraeni mengungkapkan alasan kenaikan stunting di masa pandemi Covid-19 adalah karena pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di Posyandu yang mengalami penurunan. Hal itu terjadi karena penutupan sejumlah Posyandu efek kenaikan jumlah kasus Covid-19.

“Memang kalau di masa pandemi itu naik karena pemantauan pertumbuhan bayi dan balita di Posyandu menurun, karena adanya penutupan Posyandu,” ungkap Erika, Senin (19/9/2022).

Erika mengungkapkan di bawah naungan Puskesmas Cipari terdapat dua desa yang termasuk ke dalam lokus stunting. Kedua desa tersebut adalah Desa Mekarsari dan Desa Cisaat.

Selain penutupan layanan Posyandu selama pandemi Covid-19, terdapat beberapa faktor juga yang mengakibatkan kedua desa tersebut menjadi lokus stunting diantaranya faktor lingkungan, faktor sanitasi dan faktor ekonomi.

Sejumlah Hambatan

Dalam upaya-upaya penurunan stunting tersebut, Erika mengaku kerap menghadapi berbagai hambatan. Menurutnya, hambatan yang paling sering ia temui ialah penolakan dari orang tua untuk dilakukan imunisasi kepada anaknya. Hal itu lantaran pendidikan sebagian masyarakat yang masih rendah dan mengakibatkan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya imunisasi bagi sang buah hati.

Sama seperti yang Erika alami, Arum yang merupakan Penanggung jawab Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Puskesmas Parungkuda juga menerangkan terdapat sejumlah kendala dalam mengurangi angka stunting di wilayah kerja Puskesmas Parungkuda. Salah satu hambatan yang dialami yaitu edukasi terkait pencegahan stunting yang dilakukan kepada masyarakat.

Hal ini dipicu oleh  pola pikir dan faktor pendidikan yang membuat tidak sedikit dari masyarakat masih sulit menjalankan anjuran puskesmas. Selain itu faktor ekonomi juga menjadi hambatan lainnya karena pihak Puskesmas tidak bisa memaksakan asupan gizi yang cukup jika kondisi orang tuanya masih kekurangan.

“Masyarakat ada yang terima, ada yang tidak. Pola pikirnya kan berbeda, status pendidikan, status ekonomi juga mempengaruhi. Kadang orang tua tidak terima kalau anaknya dikatakan stunting,” ungkap Arum, Senin (19/9/2022).

Selain itu, tidak semua masyarakat yang memiliki balita ikut berpartisipasi aktif dalam program posyandu. Hal ini bisa dilihat salah satunya dari data pengukuran tinggi bayi untuk wilayah Sukabumi. Dari 174.387 balita itu, yang telah diukur tinggi badannya dua kali dalam setahun di Posyandu sebanyak 87.187 balita. Artinya, masih ada separuh populasi anak balita di Sukabumi  tidak dilakukan pengukuran panjang atau tinggi badan dalam setahun.

Kepala Subkoordinator Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, Cucu Sumintardi, membenarkan kenaikan angka stunting di Kabupaten Sukabumi pada masa pandemi Covid-19. Menurut Cucu, selain Covid-19 yang naik, kasus stunting di Kabupaten Sukabumi juga meningkat.

Lebih lanjut, menurutnya pada masa pandemi, tingkat kunjungan masyarakat ke layanan kesehatan seperti Puskesmas dan Posyandu menurun. Pandemi ini menyebabkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Sukabumi ditutup sementara. Kedua hal inilah yang menurut Cucu menjadi faktor kenaikan angka stunting selama pandemi.

“Cakupan layanan mengalami penurunan, sehingga saya mengasumsikan ada korelasi dengan hasil stunting. Layanannya menurun akhirnya stuntingnya juga meningkat,” ucap Cucu Sumintardi, Selasa (20/9/2022).

Sementara itu, data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Jawa Barat menunjukkan ada tiga desa di Kabupaten Sukabumi yang berstatus mayoritas warga tidak aktif dalam berpartisipasi di kegiatan Posyandu pada periode 2020-2021. Ketiga desa itu meliputi Desa Mekarsari, Desa Parungkuda dan Desa Wangunsari.

Jika dibandingkan dengan jumlah anak balita di tiap desa, masing-masing posyandu memiliki kewajiban yang berbeda. 

Desa Mekarsari, Kecamatan Cicurug terdapat 32 unit Posyandu dengan 1.658 anak balita. Artinya satu unit Posyandu di Desa Mekarsari melayani sebanyak 52 Balita pada 2020.

Desa Parungkuda memiliki 9 unit Posyandu dengan 354 anak balita pada 2020. Angka tersebut setara dengan satu Posyandu di Desa Parungkuda setidaknya melayani 39 anak balita.

Desa Wangunsari, Kecamatan Cisolok Memiliki 6 Posyandu dengan 111 balita. Artinya, satu posyandu semestinya melayani 19 anak balita setiap kegiatannya.

Sementara jika dibandingkan antara jumlah balita yang terlayani dengan kewajiban yang semestinya pada tiap posyandu di ketiga Desa Mekarsari, Parungkuda, dan Wangunsari, maka capaiannya belum bisa dikatakan mencukupi. 

Salah satunya yang bisa ditemui pada tahun 2020, Desa Mekarsari hanya mengukur sebanyak 782 panjang badan anak yang berlangsung dua kali dalam setahun. Jika dibandingkan dengan jumlah balita dalam desa tersebut, maka separuh lebih yang belum terukur.

Hal serupa terjadi di Desa Wangunsari yang hanya mengukur 20 anak dari 111 jumlah balita yang ada pada tahun yang sama. Artinya, 4 dari 5 anak di Wangunsari belum diukur (tinggi badannya atau berat badannya).

 

Perketat Pemantauan Tumbuh Kembang Anak Balita

Lilik menjelaskan penutupan Posyandu selama pandemi memiliki dampak terhadap kenaikan angka stunting di Desa Mekarsari. Setelah angka pandemi mulai turun, dirinya dan para kader Posyandu mulai bekerja keras kembali untuk menurunkan stunting yang terjadi di wilayahnya.

Upaya menurunkan stunting tersebut meliputi pemberian susu dan biskuit kepada anak balita yang kekurangan gizi. Selain itu, pencegahan stunting juga dilakukan oleh tim pendamping keluarga dengan melakukan pendataan terhadap calon pengantin, ibu hamil dan pasca kehamilan ibu.

Selama pandemi Covid-19, Lilik mendatangi dari rumah ke rumah untuk memberikan makanan tambahan dan vitamin A bagi para anak balita. Hal tersebut juga sebagai upaya pengawasan karena selama pandemi kegiatan penimbangan tidak bisa dilakukan.

“Waktu pandemi Posyandu diliburkan tapi kegiatannya masih terus jalan seperti pemberian vitamin A. Selain itu ya datang langsung ke rumah-rumah yang punya balita,” jelas Lilik Purnawati, Minggu (18/9/2020).

Ia melanjutkan terkait keaktifan masyarakat untuk datang ke Posyandu tergantung pekerjaan dari masyarakat itu sendiri. Terkadang para warga yang mayoritas pekerja pabrik tersebut malas untuk datang langsung ke Posyandu karena di perusahaannya sudah mendapat asuransi kesehatan.

Di sini kebanyakan kerja di perusahaan, otomatis punya BPJS, dan untuk masalah kesehatan telah ditanggung perusahaan. Jadi kalau datang ke Posyandu kadang-kadang malas karena mendingan di perusahaan ada dokter spesialis,” tuturnya

Hal senada juga diceritakan Iqoh, salah seorang kader Posyandu di Desa Cisaat Kabupaten Sukabumi. Dia menuturkan selama pandemi kegiatan Posyandu sempat ditutup.  Hal itu menyebabkan orang tua yang memiliki anak balita harus datang langsung ke klinik atau Puskesmas terdekat.

Selama penutupan Posyandu, ia dan beberapa kader lainnya  mengunjungi rumah-rumah warga yang memiliki anak balita. Kegiatan itu sebagai wujud pengontrolan sekaligus untuk memberikan makanan tambahan dan Vitamin A.

“Ada datang langsung ke rumah warga, kalau tidak datang ya kita datangi untuk pemberian vitamin A  dan pemberian makanan tambahan,” tutur Iqoh, Senin (19/9/2022).

Tidak berbeda jauh dari Desa Mekarsari dan Desa Cisaat, selama pandemi kegiatan Posyandu di Desa Parung Kuda juga dibatasi sementara. Hal tersebut disampaikan oleh Entin yang merupakan bendahara Posyandu Edelweis Desa Parung Kuda. Menurutnya penutupan Posyandu dilakukan atas arahan dari pihak dinas kesehatan melalui Puskesmas karena masih tingginya kasus pandemi Covid-19.

Entin mengungkapkan dirinya dengan para kader Posyandu juga rajin dalam mengunjungi masyarakat yang memiliki anak balita selama penutupan Posyandu. Kunjungan tersebut juga sebagai pengawasan karena masih ditutupnya Posyandu dan untuk memberikan Vitamin A kepada balita. Selain itu, ia dan pihak-pihak terkait juga kerap melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada para orang tua. 

Erika menjelaskan bahwa pihak Puskesmas Cipari telah melakukan tahapan-tahapan sebagai upaya dalam penurunan stunting. Pada awalnya pihaknya akan melaksanakan validasi data terlebih dahulu. – jika telah tervalidasi dan anak balita tersebut benar mengalami stunting, Puskesmas akan memberikan konseling kepada orang tuanya. Terakhir, pihaknya juga melakukan pemantauan sembari memberikan makanan tambahan untuk pemulihan balita dengan kondisi stunting tersebut.

Penanggung jawab Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Puskesmas Parungkuda, Arum menambahkan Puskesmas Parungkuda juga melaksanakan antisipasi dini agar angka stunting di kecamatannya menurun. Untuk menekan stunting tersebut, pihaknya melakukan kerjasama dengan berbagai lintas sektor mulai dari sektor pendidikan  dengan mengunjungi sekolah-sekolah untuk memberikan tablet tambah darah kepada para remaja putri. 

Selain bekerja sama dengan sekolah, Puskesmas juga menggandeng Kantor Urusan Agama (KUA) untuk memberikan penyuluhan kepada calon pengantin. Penyuluhan tersebut bertujuan agar nantinya para calon pengantin mendapat bekal dalam berumah tangga terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak.

“Setiap minggunya kita memberikan edukasi terhadap calon pengantin tersebut. Apa yang harus dimakan, kalau misal calon pengantinnya tersebut usianya belum matang kita menyarankan ditunda dulu kehamilannya,” jelasnya. 

Puskesmas juga melakukan pendampingan pada saat fase kehamilan kepada ibu dengan kondisi anemia. Selain itu pihaknya juga menyediakan makanan tambahan berupa biskuit kepada para ibu hamil.

Arum bercerita bahwa pihaknya juga telah melaksanakan program satuan tugas (Satgas) 88 yang bertujuan untuk memberikan edukasi secara langsung kepada masyarakat. Satgas 88 tersebut terdiri atas para kader Posyandu, tokoh masyarakat, RT, RW dan pihak dari desa. 

Pihaknya juga selalu melakukan pengawasan dan memberikan rujukan ke dokter spesialis kepada anak dengan kondisi stunting kronis. Hal itu bertujuan supaya meminimalisasi memburuknya kondisi fisik sang anak akibat stunting. 

“Kita adakan rujukan kepada dokter spesialis, sudah ada  beberapa juga yang dirawat,” ungkapnya.

Kepala Subkoordinator Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi Cucu Sumintardi menambahkan selama pandemi, pengawasan terhadap anak balita stunting mengalami sedikit hambatan. Jika sebelum pandemi Puskesmas bekerja sama dengan kader Posyandu dalam hal pengawasan, saat pandemi hal tersebut tidak dapat dilakukan. Hambatan pengawasan itu diatasi dengan kunjungan langsung dari Puskesmas ke rumah orang tua yang anaknya dalam kondisi stunting untuk melihat langsung perkembangannya. 

“Pada saat pandemi kemarin, Puskesmas yang datang ke rumah penderita-penderita stunting untuk dilihat perkembangannya,” ujarnya. 

Saat pandemi, kegiatan Posyandu telah memiliki beberapa aturan yang telah disosialisasikan kepada pihak Puskesmas yang nantinya akan dilanjutkan kepada para kader Posyandu. Dinas kesehatan juga beberapa kali mengeluarkan edaran terkait penutupan Posyandu sesuai dengan instruksi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Cucu Sumintardi mengungkapkan pihaknya telah berusaha untuk menekan kenaikan angka stunting pada masa pandemi Covid-19. Salah satu upaya Dinkes yakni melaksanakan kegiatan pendampingan kepada ibu hamil. Selain itu, pihaknya juga melakukan sosialisasi lewat media sosial. Upaya-upaya tersebut terus dilakukan sebagai ikhtiar melawan stunting di Kabupaten Sukabumi.

Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Yuli Amran menjelaskan peran Posyandu begitu vital dalam menurunkan stunting di Indonesia. Peran Posyandu yang hadir di tengah masyarakat dapat menjadi pemantau status gizi balita. Ketika terjadi perkembangan yang tidak normal, anak balita akan langsung mendapatkan penanganan yang dibutuhkan.

“Jadi ada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), 1.000 HPK tersebut ibarat masa-masa kritis dari bayi dan harus dipantau perkembangan gizinya,” jelas Yuli Amran, Jumat (30/9/2022).

Ketika anak balita tersebut telah terindikasi stunting, orang tuanya akan mendapatkan edukasi mengenai pola asuh dan pola makan yang baik bagi anak balita. Maka dari itu, menurut Yuli, Posyandu memiliki posisi yang sangat penting dalam membantu penanganan dan pencegahan stunting.

Selain itu, Posyandu juga berfungsi sebagai tempat pemeriksaan kesehatan ketika hamil. Pada fase kehamilan, Posyandu juga memberikan edukasi terkait pola makan yang diperlukan janin agar sang anak tidak lahir dalam kondisi stunting. 

Yuli menegaskan  posyandu merupakan pelayanan kesehatan yang terbentuk dari swadaya masyarakat. Posyandu juga salah satu pelayanan primer selain Puskesmas dan yang paling dekat dengan masyarakat.

“Jadi Posyandu merupakan swadaya masyarakat, dari masyarakat, yang dikerjakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat,” pungkas dia.

Reporter: Aldy Rahman

Karya ini merupakan hasil “Pelatihan Jurnalisme Data Investigasi 80 Jam untuk Mahasiswa” yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia dengan dukungan USAID dan Internews. 

Karya ini dimulai dengan tahapan mengumpulkan data dengan database (basis data) dan dituangkan dalam kerangka masterfile (dokumen induk). Berikut link database dan masterfile tersebut.

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Biopori: Upaya Dukung Green Campus Previous post Biopori: Upaya Dukung Green Campus
Ancol Beroperasi, Harapan Mereka Kembali Next post Ancol Beroperasi, Harapan Mereka Kembali