Mahasiswa dan pelajar di sekitar Depok menggelar aksi solidaritas terhadap kasus penggusuran Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Cina 1. Aksi ini digelar di depan SDN Pondok Cina 1, Depok, pada Selasa (13/12). Aksi diinisiasi oleh Muhammad Fawwaz Nuruddin selaku Ketua Serikat Mahasiswa Progresif UI.
Aksi berjalan dengan damai. Massa aksi membentangkan spanduk dan poster tolak penggusuran di depan sekolah. Berbagai orasi penolakan terhadap tindakan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok pun terdengar saling sahut-sahutan. Aksi dihadiri oleh wali murid SDN Pondok Cina 1 serta mahasiswa dari berbagai kampus di sekitar Depok. Lagu Ibu Pertiwi yang kompak dinyanyikan para demonstran menjadi penutup aksi sore itu.
Koordinator Lapangan, Muhammad Fawwaz Nuruddin berorasi dengan lantang di pinggir Jalan Margonda Raya. Fawwaz menjelaskan, aksi bertujuan untuk menolak upaya pengambilan hak pendidikan terhadap SDN Pondok Cina 1 oleh Pemkot Depok. “Di mana keadilan ketika hak-hak pendidikan dianggap seperti sehelai rambut?,” ungkapnya, Selasa (13/12).
Mahasiswa Bina Sarana Informatika (BSI) Margonda, Dimas Anugrah Ramadhan memaparkan dalam orasinya, SDN Pondok Cina 1 berdiri atas anggaran pemerintah Depok. Anggaran tersebut, jelasnya, berasal dari pajak yang dibayarkan oleh warga setiap tahun. “Sekolah ini adalah hak dasar kita,” ujarnya, Selasa (13/12).
Dimas juga menuturkan, kasus SDN Pondok Cina 1 merupakan sebuah cerminan dari kebobrokan Pemkot Depok, sebab tindakan yang dilakukan merupakan kejahatan HAM. “Tetapi, hari ini Kota Depok mendapat nominasi kota layak HAM dari Kemenkumham,” imbuhnya.
Salah satu perwakilan wali murid, Kalsum menyampaikan aspirasinya untuk tetap mempertahankan keberadaan SDN Pondok Cina 1. Ketika berorasi, Kalsum menuntut Pemkot Depok untuk memberikan kejelasan terhadap permasalahan di SDN Pondok Cina 1. Kalsum juga memohon agar guru yang mengajar dikembalikan ke sekolah. “Kami ingin anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak dan kenyamanan dalam belajar,” tuturnya, Selasa (13/12).
Pada Sabtu (5/11) lalu, Kalsum mendapat informasi dari orang tua murid lainnya jika ada sebuah mobil pickup yang datang ke sekolah untuk mengangkut barang-barang. Mendengar kabar itu, Kalsum pun datang ke sekolah dan menanyakan izin pengangkutan kepada sang sopir.
Setelah mendapat informasi, ternyata sopir yang bertugas tak memiliki izin resmi untuk melakukan pengangkutan. Kalsum hanya bisa berharap agar tidak ada Satpol PP yang dikirim kembali ke sekolah. “Emangnya kami pedagang pasar yang berjualan di trotoar,” ucapnya.
Reporter: WMA
Editor: Haya Nadhira