Melek Konflik Israel-Palestina Melalui Diskusi

Melek Konflik Israel-Palestina Melalui Diskusi

Read Time:2 Minute, 45 Second
Melek Konflik Israel-Palestina Melalui Diskusi

Konflik Israel-Palestina kembali mencuat. Civitas academica UIN Jakarta turut hadir untuk memberikan berbagai perspektif hukum internasional dalam memandang isu Israel dan Palestina.


Anggota Laboratorium Hubungan Internasional (HI) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan kegiatan Ngobrol Isu Aktual. Kegiatan berlangsung di Aula Madya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Lantai 1, Jumat (20/10). Kegiatan tersebut mengangkat tema “Analisis Krisis Gaza, Palestina dari Berbagai Perspektif”.

Kegiatan Ngobrol Isu tersebut menghadirkan narasumber dari civitas academica UIN Jakarta. Narasumber yang hadir pada kegiatan tersebut di antaranya Robi Sugara sebagai Dosen Keamanan Internasional, Irfan Hutagalung sebagai Dosen Hukum Internasional, dan Ahmad Alfajri sebagai Dosen Teori HI.

Irfan Hutagalung mengatakan, Hukum Internasional mengatakan suatu negara tidak boleh mendapatkan wilayah lain dari suatu negara dengan kekerasan. Namun, Israel mengokupasi Palestina.

Lanjut Irfan, Israel sebagai negara pendudukan, bertanggungjawab untuk menjamin kehidupan warga Palestina. “Tiap hari, tiap saat, penderitaan orang Palestina itu enggak habis-habis,” ucap Irfan, Jumat (20/10).

Selain itu, Irfan menyampaikan, Israel memindahkan warga negaranya ke wilayah Palestina. Hal tersebut, ujar Irfan, melanggar hukum kemanusiaan internasional (Humaniter) pasal 49 Konvensi Jenewa Keempat. Irfan menjelaskan, orang yang berada di bawah penindasan berhak untuk angkat senjata berdasarkan hukum internasional. “Hamas (Harakat al-Muqawwamatul Islamiyyah) itu lahir karena tindakan Israel,” jelasnya.

Secara terpisah, menanggapi konflik tersebut, Robi Sagara berpendapat, Israel bisa mengambil alih Palestina secara penuh berdasarkan pengkajian strategi. Namun, ada beberapa hal yang menyebabkan Israel gagal mengontrol Palestina. 

Robi menyampaikan, Israel menolak solusi dua negara—Palestina berdampingan dengan Israel menjadi negara berdaulat. Alasan berikutnya, lanjut Robi, Israel melakukan kebijakan pengurangan konflik. “Israel memperlebar kebebasan Palestina melakukan transaksi ekonomi supaya ketergantungannya tinggi,” ujar Robi, Jumat (20/10). 

Di sisi Hukum Internasional dan Islam, Ahmad Alfajri melihat, konflik Israel dan Palestina belum menemukan solusi yang strategis sejak tujuh puluh tahun terakhir. Namun, Ahmad menilai, ada beberapa hal yang berbeda dari konflik tersebut saat ini. 

Ahmad menjelaskan, pertama, perubahan geopolitik dan geostrategis. Perubahan tersebut, jelas Ahmad, ditandai dengan Negara Timur Tengah menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel.

Kedua, ungkap Ahmad, Israel mendeklarasikan perang dengan Hamas secara resmi. Tak hanya itu, konflik tersebut juga menimbulkan perang ide di media sosial. Hal tersebut bertujuan supaya, tindakan Hamas maupun Israel, mendapatkan dukungan yang luas dari masyarakat.

Ahmad mengungkapkan, kejadian tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi. Konsekuensi pertama, jelas Ahmad, gagasan Responsibility to Protect (R2P) perlu direvisi kembali. R2P belum mencakup aturan terkait sebuah negara melakukan genosida terhadap negara lain. “Kedua, konflik ini akan menjadi amunisi baru untuk membangunkan jaringan-jaringan yang selama ini tertidur,” ungkap Ahmad.

Mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Aquran Tafsir (IAT), Zaini Lubis menyampaikan, diskusi isu tersebut menghadirkan berbagai perspektif terkait konflik Israel dan Palestina. Zaini mengemukakan, mahasiswa harus menanggapi narasi yang bermunculan saat konflik tersebut terjadi dengan hati-hati.  “Jangan memandang rendah dan sinis, orang yang memperjuangkan golongan tertentu, baik yang mendukung Palestina ataupun Israel,” ucap Zaini, Jumat (20/10).

Mahasiswa Prodi HI, Haiqal Vito Alam mengungkapkan, diskusi tersebut terfokus pada aspek politik dan keagamaan. Namun demikian, lanjut Vito, isu tersebut juga membutuhkan analisis politik praktis dan diplomatis. 

Selain aspek tersebut, Vito menginginkan, media melihat perspektif warga yang terdampak. “Kita bisa membuka diskusi baru yang lebih melihat perspektif kemanusiaan suatu kasus bukan hanya tentang politik dan keagamaannya saja,” pungkas Vito, Jumat (20/10).

Reporter: Wan Muhammad Arraffi

Editor: Muhammad Naufal Waliyyuddin 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Massa Dianggap Anarkis, Belasan Pendemo Ditangkap Previous post Massa Dianggap Anarkis, Belasan Pendemo Ditangkap
Kupas Tuntas Masalah Karhutla  Next post Kupas Tuntas Masalah Karhutla