Pusat Pengembangan Bisnis menetapkan sejumlah biaya untuk penyewaan tempat. UKM terpaksa mengikuti regulasi kebijakan agar kegiatan tetap berjalan.
“Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kami diberikan tawaran untuk bekerja sama atau membayar sewa,” sebut ketua umum Koperasi Mahasiswa (Kopma), Rayyan Izza Farouqi, Jumat (17/5). Ia mengatakan, komunikasi dengan Pusat Pengembangan Bisnis (PPB) terkait ajakan kerja sama mulai terjalin sejak November 2023.
Saat tawaran itu dilayangkan pihak PPB kepada Kopma, Rayyan masih menjabat sebagai Ketua Divisi Penelitian dan Pengembangan. Ia mengaku, komunikasi yang dijalin pihak PPB dan Ketua Kopma sebelumnya tidak berjalan secara langsung, hanya melalui pesan teks.
Saat renovasi Student Center (SC) berlangsung, ujar Rayyan, pihak PPB menanyai pendapatan Kopma hingga besaran gaji para karyawan. Kemudian, mereka menawarkan pembaharuan barang dan karyawan jika Kopma menyetujui kerja sama. Jika sebaliknya, Kopma dikenakan biaya sewa tempat dengan hitungan per meter tiap bulannya.
“Akhirnya kami mengatakan, ‘Pak, ini kan, koperasi mahasiswa. Kalau Bapak semua yang atur, bagaimana kita belajarnya?’,” contohnya kesal.
Rayyan juga sempat menyebut, Kopma akan dibubarkan jika tidak mau bekerja sama. Akhirnya, pilihan Kopma jatuh pada pembayaran sewa toko per bulan. Namun, sampai saat ini ketentuan sewa tersebut menguap begitu saja sehingga pembayaran belum berlaku. “Indikasi dari kami, mereka ingin mendapatkan uang dari Kopma, apalagi status UIN yang ingin menuju Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH),” ucap Rayyan.
Rayyan menduga PPB secara tidak langsung ingin mengakuisisi Kopma. Pertimbangannya, posisi Kopma strategis dan pendapatannya tiap tahun. Padahal, menurutnya, koperasi di kampus lain yang sudah berstatus PTN-BH tidak dikenai biaya sewa.
Pengalaman serupa dialami Naufal Dzaki M, Ketua Umum KMF Kalacitra. Ia mengaku diminta membayar sewa tempat oleh pihak PPB untuk menggelar stan foto studio wisuda. Alasannya, program kerja Kalacitra itu bersifat komersial. Bahkan pada wisuda ke-130, Sabtu (25/11) dan Minggu (26/11), Kalacitra sempat diminta membayar Rp5 juta per hari untuk penyelenggaraan stan.
Ketika itu, negosiasi terjadi antara Ketua Kalacitra periode lalu, Ketua Tim Kemahasiswaan dan Alumni Muhammad Furqon, serta pihak PPB UIN Jakarta. Akan tetapi, pertemuan melalui Zoom tersebut belum menemukan jalan keluarnya. “Akhirnya Pak Furqon sendiri yang nego ke Pak Adi—pihak PPB. Dapatlah Rp2,5 juta per dua hari,” ungkapnya, Jumat (17/5).
Berdasarkan tarif saat itu, Naufal dan timnya berpikir akan mendapat nominal yang sama untuk stan foto studio wisuda-wisuda selanjutnya. Benar saja dugaannya itu, saat wisuda ke-131 pada Sabtu (24/2) dan Minggu (25/2), Kalacitra kembali diminta membayar Rp2,5 juta.
Menjelang wisuda ke-132, Kalacitra kembali mengajukan permohonan peminjaman tempat. Akan tetapi, menurut Naufal, pengajuan sewa tempat seharga Rp2,5 juta itu ditolak oleh Ketua PPB UIN Jakarta Asep Syarifuddin Hidayat. Asep meminta Kalacitra menyesuaikan tarif dengan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 1398a tentang Tarif Layanan Penunjang Akademik Badan Layanan Umum (BLU).
“PPB minta untuk menyesuaikan dengan SK rektor yaitu Rp900 ribu per jam. Kami sangat keberatan karena penghasilan kami belum tentu menutup biaya sewa,” ucapnya.
Setelah penetapan tersebut, Naufal dan rekannya menghadap Furqon dan Samsudin—staf kemahasiswaan—untuk melakukan negosiasi ulang. Staf kemahasiswaan menyampaikan bahwa biaya sewa tidak bisa diturunkan karena telah menyesuaikan SK Rektor. “Sementara regulasi itu tidak diumumkan secara resmi,” tuturnya.
Sebagai Amunisi terakhir, Naufal mengajukan negosiasi kepada rektor melalui Warek Bidang Kemahasiswaan. Kalacitra mengajukan pembayaran sewa maksimal Rp4 juta untuk dua hari dan akhirnya pengajuan tersebut mencapai kata sepakat. “Kami pilih bayar karena bertarung dengan vendor. Kalau vendor membayar lebih, kami gak bisa apa-apa, gak bisa ngejalanin proker,” keluhnya.
Institut telah menghubungi Ketua PPB Asep Syarifuddin Hidayat terkait penarikan dana kepada UKM namun, Asep memberikan hak suara kepada Sekretarisnya Haryadi (nama lengkap belum). Haryadi tidak juga menjawab pesan Institut melalui Whatsapp sejak Selasa (28/5) hingga berita ini diterbitkan.
Reporter: HUC, IB
Editor: Shaumi Diah Chairani