UIN Jakarta Masih Batasi Kebebasan Akademik

UIN Jakarta Masih Batasi Kebebasan Akademik

Read Time:3 Minute, 39 Second
UIN Jakarta Masih Batasi Kebebasan Akademik

Pelanggaran kebebasan akademik di UIN Jakarta masih terjadi. Sejumlah civitas academica direpresi ketika melontarkan kritik pada kampus.


Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, kebebasan akademik merupakan kebebasan civitas academica di lingkungan pendidikan tinggi untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan tridharma.

Berbeda dengan itu, melansir dari theconversation.com, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mendefinisikan kebebasan akademik sebagai hak akademisi untuk mengajarkan, mendiskusikan, meneliti, memublikasikan dan mengekspresikan pendapat, serta berpartisipasi dalam lembaga, dan kegiatan akademik.

Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herdiansyah Hamzah—akrab disapa Castro mengatakan, Indonesia gagal melindungi hak konstitusional warga negara termasuk civitas academica. Pada 2023, KIKA melihat grafik peningkatan pembatasan kebebasan akademik dari tahun ke tahun. KIKA telah menerima laporan sebanyak 43 kasus pada 2022 yang telah diadvokasi.

“Kami membuat sebelas klasifikasi bentuk serangan terhadap kebebasan akademik yang kerap dialami oleh civitas academica, misalnya serangan digital, teror, dan pembungkaman,” ujar Castro, Rabu (26/6).

Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sempat mengalami pembatasan kebebasan akademik. Pada tahun 2020, Sultan Rivandi sebagai Mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Politik sekaligus Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema-U) periode 2019–2020, pernah membongkar dugaan kasus penyalahgunaan dana di UIN Jakarta. 

Dilansir dari mediaindonesia.com, dua Wakil Rektor (Warek) UIN Jakarta dipecat karena menjadi saksi atas pelaporan dugaan tindak pidana penipuan atau korupsi. Kedua Warek tersebut yakni Masri Mansoer dan Andi M. Faisal Bakti yang menjadi saksi untuk pelaporan pelanggaran pidana terhadap pembangunan asrama di lingkungan UIN Jakarta.

Bersama UIN Jakarta Watch, Sultan menempuh berbagai tahapan untuk membuktikan adanya dugaan penyelewengan dana pembangunan asrama. Tahapan tersebut meliputi riset permasalahan, mengadakan forum diskusi, bersurat ke rektorat, serta mengkritik lewat media sosial. Pada akhirnya, ia melaporkan dugaan tersebut ke pihak kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Ombudsman.

Alih-alih mendapatkan klarifikasi dari rektorat, Sultan justru menerima surat pemanggilan klarifikasi dari Polres Metro Jakarta Selatan. Surat itu berisi laporan atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Suparta yang menjadi Ketua Panitia Pembangunan Asrama Mahasiswa UIN Jakarta tahun 2019. 

Pemanggilan Sultan disandarkan pada Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 45 Ayat (3), dan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Untuk menyelesaikan kasus tersebut, Sultan menaati keseluruhan prosedur hukum dalam pemanggilan klarifikasi di Polres Metro Jakarta Selatan. 

Di sisi lain, kasus penyelewengan dana yang ia laporkan malah tidak ditindaklanjuti oleh pihak berwenang. “Kasus yang dilaporkan ke pihak-pihak terkait tidak ada kelanjutan dan menguap begitu saja,” tutur Sultan, Senin (24/6).

Selain kasus tersebut, saat Pelaksanaan Perkenalan Budaya dan Akademik Kemahasiswaan (PBAK) UIN Jakarta tahun 2022, terjadi kericuhan di depan Auditorium Harun Nasution. Hal itu membuat Dzikry Ardhan Afdhaluddin sebagai Mahasiswa Baru (Maba) Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI), mengkritik pelaksanaan PBAK lewat video unggahannya di Instagram. Dzikry mengkritisi penyebab kericuhan karena perbedaan organisasi, terlambatnya pelaksanaan PBAK, dan menyinggung Amany Burhanuddin Umar Lubis yang menjabat sebagai rektor periode 2019–2023.

Dampak dari video itu, Amany melalui Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FDI periode 2019-2023, Syarif Hidayatullah, meminta Dzikry untuk mengundurkan diri dari UIN Jakarta. Namun, Syarif menyarankan Dzikry membuat surat permohonan maaf untuk Amany. Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (Dema-U) periode 2022-2023, Muhammad Abid Al Akbar turut membantu Dzikry untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Dzikry berpesan kepada mahasiswa agar berani menyatakan keresahan dan memberikan pendapat. Dengan adanya kasus ini, ia berharap tidak menjadi penghalang mahasiswa untuk berani mengeluarkan kritikan. “Jangan takut untuk bersuara karena sesama mahasiswa akan membantu,” kata Dzikry, Senin (24/6).

Sepadan dengan Dzikry, Sultan berpendapat bahwa mahasiswa harus mampu menyampaikan sesuatu yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan kebenaran, walaupun berhadapan dengan pejabat. Penyampaian argumentasi juga harus sesuai dengan data dan dapat dipertanggungjawabkan. “Kebebasan bersuara tidak akan terjadi ketika mahasiswa tidak memiliki pemikiran yang terbuka,” tegasnya.  

KIKA memiliki peran untuk memicu mahasiswa yang tidak berani untuk mengekspresikan keresahannya di kampus. “KIKA mengingatkan bahwa semua orang memiliki hak untuk kebebasan akademik. Selain itu, keistimewaan yang kita punya ketika berhadapan dengan kekuasaan adalah solidaritas. Dengan demikian, kita akan bersama membantu advokasi,” tegas Castro.

Castro berharap, civitas academica dapat memperjuangkan hak kebebasan akademik dan dapat memposisikan diri sebagai intelek yang memihak pada kepentingan publik. “Soekarno pernah berkata, jadikan kepalamu seperti perpustakaan, pergunakan pengetahuanmu untuk diabdikan untuk kepentingan kemanusiaan,” pungkasnya.

Reporter: RIN
Editor: Nabilah Saffanah

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Temu Dengar Persoalan UKT dengan DPR Previous post Temu Dengar Persoalan UKT dengan DPR
Logika Bahan Dasar Intelektual Next post Logika Bahan Dasar Intelektual