Mahasiswa FITK bersiap mencoblos di hari pertama pemira di TPS 1 gedung FITK, Rabu (27/3). |
Read Time:6 Minute, 2 Second
Kampus UIN- Pemira Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas dan BEM Jurusan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) yang diadakan tanggal 27 dan 28 Maret diwarnai dengan ketidaksetujuan sebagian besar mahasiswa. Pasalnya, syarat pengumpulan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) mahasiswa FITK yang diajukan Wakil Dekan (Wadek) III Muhbib Abdul Wahab terasa sangat memberatkan.
Menurut salah satu mahasiswa semester 6 jurusan Pendidikan IPS , Khairul Anam, pengumpulan KTM sebanyak 10% dari mahasiswa jurusan calon kandidat dan 20% dari seluruh mahasiswa FITK dalam waktu dua hari, menjadi beban para calon kandidat ketua BEMF. “Mahasiswa FITK jumlahnya sangat banyak. Saya yang mendaftar menjadi kandidat hanya mengumpulkan sekitar 400 KTM mahasiswa FITK,” keluhnya, Rabu (27/3).
Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) mahasiswa aktif di Jurusan Pendidikan IPS sebanyak 542 orang. Jika KTM dikumpulkan 10% dari mahasiswa aktif tersebut, maka jumlah KTM yang harus diperolehnya paling sedikit 54 buah. Sedangkan DPT FITK sebanyak 4.667 orang. Maka, 20% dari DPT FITK kurang lebih 932 KTM.
“Hal itu sangat memberatkan. Kalau dari jurusan, saya sudah mengumpulkan sekitar 60 KTM. Tapi untuk mengumpulkan KTM mahasiswa fakultas, saya sudah berusaha, tapi tidak berhasil,” jelasnya.
Tak hanya Anam yang mengeluhkan hal tersebut. Salah satu mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Khoiri menuturkan, pemira FITK kali ini dirasa tidak fair karena peraturannya berlebihan dibandingkan fakultas lain, seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) yang persyaratannya tidak mengumpulkan KTM.
“Akibat adanya peraturan tersebut, pemilihan ketua dan wakil BEMJ dilakukan secara aklamasi karena tidak ada yang mau mencalonkan diri,” paparnya, Rabu (27/3).
Menanggapi hal tersebut, ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) FITK Anang Jatmiko mengatakan, pengumpulan KTM berguna untuk mengetahui pendukung kandidat calon ketua BEMF dan BEMJ. “Dulu, kita masih menggunakan sistem partai. Sekarang, karena tidak ada pendukung dari partai lagi, maka mereka mengumpulkan KTM agar kandidat tersebut memperoleh tim pendukung,” ucapnya, Rabu (27/3).
Bagi Anam, permasalahan pengumpulan KTM seharusnya bisa teratasi jika waktu sosialisasi pemira tidak molor. Ia baru tahu tentang syarat-syarat tersebut pada tanggal 13 Maret 2013. “Tidak hanya saya saja yang terlambat menerima informasi. Apalagi tanggal 12 Maret libur hari raya Nyepi. Sosialisasi yang diadakan KPU FITK terlalu lambat,” ucapnya.
Akibat terlambatnya sosialisasi, Anam dan beserta tim suksesnya terlambat menyiapkan berkas untuk diverifikasi. Ia kecewa karena waktu sosialisasi yang tidak tetap.“Kami harus mengumpulkan KTM mahasiswa jurusan dan fakultas dalam waktu dua hari, menyiapkan makalah berisi visi dan misi minimal 5 halaman, kemudian membuat surat keterangan kelakuan baik yang ditandatangani oleh Wadek III,” ungkapnya.
Sementara itu, menurut Anang, persiapan pendaftaran, sosialisasi, hingga jalannya pemira sudah ditentukan waktunya masing-masing. Sosialisasi pun sudah diberi tahu lewat mading dan banner yang menjelaskan tentang syarat verifikasi menjadi kandidat ketua dan wakil BEMF. Bahkan, KPU sudah melaksanakan pendeklarasian yang melibatkan wadek III di FITK.
“Saya berharap teman-teman di Tarbiyah tahu tentang apa saja yang perlu dipersiapkan. Tapi, tidak semua mahasiswa peduli dan paham tentang hal ini. Ada mahasiswa yang acuh tak acuh, peduli, atau biasa-biasa saja,” tutur mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika ini.
Bagi Anang , sistem demokratis tidak diterapkan dalam pemira FITK. Ia meminta agar pihak fakultas dan universitas mengadakan pemilihan ulang. “Sebenarnya banyak yang lebih memiliki keinginan dan berkompeten untuk menjadi ketua dan wakil BEMF. Sayangnya, ketika melihat syarat yang terasa memberatkan, mereka menjadi enggan untuk mendaftar,” tandasnya di lobi Tarbiyah.
Untuk mengajukan protes, lanjut Anang, seharusnya berbicara baik-baik dengan pihak KPU. Kenyataannya, mahasiswa malah berdemo tanpa prosedur yang jelas. “Dari awal, pihak KPU sudah menyosialisasikan agar mahasiswa yang ingin protes bisa berbicara dengan KPU. Kita selalu buka tangan untuk menjawab protes mahasiswa secara baik-baik,” tuturnya. (Gita Juniarti)
Average Rating