Pemilu 2014, Momentum Politisi Muda Gantikan Politisi Tua

Read Time:3 Minute, 19 Second
Dok. Pribadi
Pemuda. Sosok yang dikenal memiliki keberanian, idealisme, ambisius, bergelora, dan penuh semangat. Dalam sejarah pergerakan nasional, tentu, peran pemuda tak bisa dipisahkan. Sejak dulu, pemuda selalu mengiringi setiap jengkal perjalanan bangsa menuju kemerdekaan. 
Tak sampai di situ, ketika bangsa Indonesia berada di bawah kungkungan rezim Orde Baru, pemuda turut berperan mengentaskan bangsa dari kediktatoran para penguasa. Lantas, bagaimana jika idealisme pemuda dihadapkan dengan politik yang kini mulai kehilangan kepercayaan masyarakat? 
Berikut petikan wawancara Reporter INSTITUT, Tohirin dengan salah satu pengamat politik, Bakir Ihsan yang juga dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta, mengenai fenomena maraknya politisi muda jelang Pemilu 2014. 
Bagaimana pandangan Anda tentang fenomena politisi muda jelang Pemilu 2014 ini?

Satu sisi, saya menilai, fenomena ini menunjukkan adanya hal positif. Ada proses regenerasi dalam dunia politik Indonesia agar tidak selalu didominasi kalangan tua. Namun, di sisi lain kita juga berharap generasi muda bisa secara aktif terlibat di dalamnya, sehingga mereka dapat menentukan reformasi ke arah yang lebih substantif dan kualitatif.
Apa sebenarnya yang menjadi faktor dari fenomena politisi muda ini?

Sebenarnya, ada banyak faktor. Tapi, secara umum saya melihat hanya ada dua. Faktor internal dan eksternal. Dilihat dari faktor internal, banyak kaum muda yang menganggap dunia politik adalah tempat yang paling stratergis untuk memperbaiki nasib rakyat. 
Sementara dari faktor eksternal, ini adalah momentum karena banyak dari partai politik yang saat ini membutuhkan kalangan muda untuk regenerasi kalangan tua. Saya lihat, partai politik yang merekrut kaum muda ini, karena tertarik dengan semangat dan visi misi yang mereka miliki. 
Bagaimana Anda melihat politisi muda yang masih menyandang status mahasiswa?

Jika konteksnya mahasiswa, saya melihat, politik sebenarnya sudah mereka kenal dari awal. Tepatnya, mulai dari mahasiswa belajar bagaimana memahamai hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara dan melakukan kontrol terhadap kekuasaan. Hal demikian menjadi pintu awal bagi mereka untuk lebih memahami dinamika politik di Indonesia. 
Apakah keikutsertaan mahasiswa menjadi politisi muda ini terbilang efektif?

Saya kira, politik sangat efektif bagi mahasiswa. Karena dengan berpolitik, mahasiswa tidak hanya belajar secara teoretis. Tapi, juga belajar secara praksis. Lebih dari itu, politik menawarkan peluang bagi mahasiswa untuk menyuarakan pemahaman tentang politik itu sendiri. 
Bagaimana anda melihat budaya plutokrasi di Indonesia?

Banyak orang berasumsi, politik hari ini memang erat kaitannya dengan uang. Hal ini sebenarnya  bisa menjadi peluang bagi kaum muda untuk membuktikan bahwa politik tak harus melulu bicara uang. Kaum muda mestinya menjadi sosok bukan menjadi bagian dari money politic. Kaum muda harus eksis dan mampu meyakinkan masyarakat untuk menaruh harapan kepada mereka.
Menurut Anda, apakah politisi muda akan mendapat tempat di internal partai di tengah dominasi kaum tua?

Perlu diketahui, sistem politik kita mempunyai banyak lembaga. Kita tidak tersentralisasi layaknya orde baru dulu. Tidak ada lembaga tertinggi negara. Tidak ada penentu segalanya.  Karena itu, sekali lagi ini adalah peluang bagi kaum muda yang ingin memegang kendali demokrasi.
Kalau dilihat secara umum, elit-elit partai memang masih didominasi orang tua. Tapi sekali lagi, tidak selamanya mereka hidup. Ada peluang-peluang yang bisa digantikan oleh kaum muda. Di sisi lain, kita juga mesti optimis, suatu saat masyarakat akan mengerti bahwa korupsi itu merugikan mereka. 
Menurut Anda, seperti apa idealnya sistem politik di Indonesia?

Saya kira, berbicara ideal atau tidak ideal bukanlah perbincangan sederhana. Masih banyak agenda yang harus diselesaikan. Sekarang saja, reformasi kita hanya baru sampai pada tataran sistem. Ada begitu banyak lembaga yang dibentuk. Namun, tak sedikit pula distorsi atau penyimpangan yang terjadi. Mengantisipasi timbulnya kontradiksi, saya memandang, ada hal lain yang lebih penting, yaitu perbaikan pada tataran nilai dan budaya. 
Kendati negara kita sudah lama menganut asas demokrasi, namun tak sedikit pula masyarakat yang menganggap demokrasi bukan sistem yang ideal. Persepsi demikian jangan dibiarkan, karena akan timbul kontra dengan demokrasi. Kita perlu transformasi yang lebih substantif pada tataran nilai. 
Pada hakikatnya, demokrasi memartabatkan seluruh masyarakat. Namun, faktanya sekarang tidak demikian. Demokrasi hanya memartabatkan segelintir kalangan saja. Maka dari itu, keikutsertaan politisi muda ini diharapkan bisa membenahi semua permasalahan tersebut. 

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post @UINJKTtanpaLDK Tunjukkan Sikap Intoleran
Next post Andi Syafrani, Jadi Pengacara Tak Sekadar Cari Uang