Read Time:2 Minute, 9 Second
Di pengujung tahun ini, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta akan menggelar Pemilihan Umum Raya (pemira). Namun, mahasiswa yang mendapat hak pilih pada pemira kali ini hanya dari semester satu hingga tujuh.
Hal itu, sesuai dengan aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), mengenai mekanisme pemilihan calon ketua dan wakil ketua di lembaga legislatif dan eksekutif yang menyebutkan, daftar pemilih hanya diperuntukkan bagi mahasiswa semester satu sampai tujuh.
Aturan itu pun membuat mahasiswa yang duduk di atas semester tujuh tak mempunyai hak untuk memilih. Seperti yang dirasakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Erwin Saputra.
Erwin berpendapat, tak sepakat dengan poin AD/ART tersebut. Menurutnya, poin itu sudah menciderai demokrasi dan tidak mewakili suara hati mahasiswa.
Lebih lagi, ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka dampaknya bukan hanya sebagian mahasiswa, tapi seluruhnya. “Kalau masih terdaftar sebagai mahasiswa dan dibebani bayaran semester, tidak ada alasan untuk dibeda-bedakan” ujarnya, Jum’at (28/11).
Hal serupa diungkapkan Mahasiswa Adab dan Humaniora, Abdallah, “jika pemira kali ini menjunjung tinggi nilai demokrasi, kenapa nilai itu tidak bisa dirasakan oleh seluruh mahasiswa?”
Menurut abda, pemira bukan hanya soal memilih. Lebih dari itu, pemira merupakan bagian dari pendidikan politik mahasiswa. Seharusnya, pemira bisa dijadikan momentum untuk belajar dan memahami cara berpolitik secara demokratis, jujur, dan adil.
“Membangun demokrasi di kampus tanpa melibatkan seluruh mahasiswa merupakan kejanggalan berdemokrasi,” kata Abda Jum’at (28/11).
Menanggapi ketiadaan hak memilih bagi mahasiswa di atas semester tujuh, Ketua Senat Eksekutif Mahasiswa (SEMA) UIN Jakarta, Muhammad Yusuf, memaparkan sebenarnya, permasalahan hak pilih sudah diputuskan dalam kongres yang dihadiri perwakilan dari pihak rektorat dan organisasi intra kampus, seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan SEMA.
Hasil putusan menetapkan, mahasiswa yang mendapatkan hak pilih hanya dari semester satu sampai tujuh karena merekalah yang terdaftar dan masih aktif dalam kegiatan akademik kampus. “Selain aktif kuliah, mereka juga memiliki kewajiban untuk mengambil SKS secara penuh,” ujarnya.
Yusuf menambahkan, jika hak pilihnya tidak dibatasi, dikhawatirkan akan menimbulkan kekacauan saat pemira. Karena ia menilai, suara mahasiswa yang duduk di atas semester tujuh sangat bermuatan politis.
Sebaiknya, lanjut Yusuf, mahasiswa yang duduk di atas semester tujuh fokus pada perbaikan mata kuliah atau mengurus skripsi saja. “Tidak perlu memikirkan pemira, karena semua ini sudah ada yang memikirkan” katanya.
Sementara itu, Ketua Pemilihan Umum (KPU), Hilman Ahmad Hakim, mengatakan tidak mengetahui lebih jelas terkait aturan tersebut.
YA
Average Rating