Mahasiswa dan Kebangkitan Nasional

Read Time:4 Minute, 13 Second
Ilustrasi. (Sumber: Internet)


Oleh: Kanzul Fikrisyah*


Setiap 20 Mei, Indonesia selalu merayakan Hari Kebangkitan Nasional, sebagai wujud apresiasi atau penghargaan terhadap sejarah. Bahwa pada hari itu, ada sekelompok anak bangsa yang berhasil melakukan spirit untuk melawan dan bangkit dari penjajahan, yaitu upaya lepas dari terbelenggu imperialisme.

Dalam konteks kekinian, semangat di Hari Kebangkitan Nasional masih tetap utuh, meski dengan dimensi yang berbeda. Artinya pemaknaan terhadap Hari Kebangkitan Nasional bukanlah sesuatu yang statis, tetapi bergerak secara fleksibel mungkin karna pergeserakan zaman. Jika dulu, bangsa kita harus bangkit dari jeratan rantai kolonialisme, maka saat ini,  kita harus bangkit dari berbagai masalah bangsa yang tak kalah menyengsarakan.

Bangsa ini harus bangkit dari keterpurukan ekonomi, keluar dari keadaan hukum yang memprihatinkan, merubah sistem politik yang hanya power oriented, jaga dari rong negara lain melalui dunia baru bernama globalisasi, dan berbagai keterpurukan yang menghiasi berbagai sisi kehidupan bangsa ini.

Namun, yang krusial dalam konteks Hari Kebangkitan Nasional ini adalah kebangkitan pemuda. Para kaum muda harus kembali pada khittah-nya sebagai agen of change, sekaligus pembuka jalan menuju kesejahteraan rakyat.

Mereka tak boleh berhenti mengabdi dengan cara menjaga jati diri bangsa, harus tampil di depan untuk mengubah keadaan serta di saat yang bersamaan melakukan pengabdian pada bangsa dengan menjadi intelektual  muda yang mempunyai militansi perjuangan, meski dengan bidang yang berbeda-beda.

Kepemimpinan ketujuh Indonesia ini, di bawah Presiden Joko Widodo, banyak kebijakan yang keluar dari akad awal, dimana kepentingan rakyat harus didahulukan daripada hal yang lain, nyatanya malah berbalik sembilan puluh derajat.

Tahun lalu, tepatnya setelah dicabutnya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium oleh pemerintahan Joko Widodo, berimbas begitu terasa pada saat ini, mulai dari naiknya semua bahan kebutuhan yang meresahkan terhadap masyarakat, kususnya masyarakat kalangan menegah ke bawah.

Namun, pemerintah berdalih bahwa pencabutan subsidi BBM untuk mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pelepasan subsidi tujuannya untuk menyelaraskan visi-misi presiden yaitu, lebih condong terhadap pemerataan infrastruktur di setiap daerah tertinggal biar lebih mapan. Salah satunya adalah pembuatan tol laut dan dua jalur kereta api. Lantaran dengan meratanya infrastruktur akan memotong biaya logistik menjadi lebih murah.

Lantas, apakah dengan pencabutan subsidi BBM akan menyelesaikan semua permasalahan, tapi nyatanya, kenapa penjualan minyak dan gas (migas) bumi pertiwi dijual murah ke Cina, ini berbanding terbalik dengan keputusan presiden untuk mengefisiensi APBN. Apa mungkin ada dalang lain dibalik ini semua.

Masalah lain, mengenai penambangan yang dilakukan oleh perusahan freeport misalnya, perusahaan asal Amerika ini sudah banyak mengeruk kekayaan alam Indonesia mulai tahun1967 sampai sekarang, nyatanya dalam hal ini sangat merugikan terhadap Indonesia, dimana mendapat keuntungan 1 persen dari jumlah 100 persen. Parahnya lagi negosiasi kontrak penambangan emas ini malah diperpanjang sampai tahun 2041, kendati perjanjiannya awal habis di tahun 2021.

Belakangan ini, timbulah permasalahan baru, dimana Joko Widodo melakukan investasi besar terhadap milioner asing, ini menunjukkan secara tidak langsung kembalinya penjajahan baru yang tidak nampak secara kasat mata. Investasi akbar ini  lebih tepatnya disebut neoriberalisme dimana lebih cendrung menguntungkan terhadap suatu kelompok, paham ekonomi neoliberal ini mengacu pada filosofi ekonomi-politik yang mengurangi atau menolak campur tangan pemerintah dalam ekonomi domestik.

Neoliberalisme bertolak belakang dengan sosialisme dan proteksionisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara prinsip dengan poteksionisme, tetapi terkadang menggunakan ini sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya.

Kembali lagi, sebelum Hari Kebangkitan Nasional, ada beberapa aliansi yang tergabung dalam Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI), yaitu Univesitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Parahyangan, Universitas Padjadjaran, Universitas Trisakti, dan Universitas Atmajaya, akan melakukan aksi damai yaitu berjalan dari tugu patung kuda sampai depan gedung Istana Negara.

Aliansi BEM SI sepakat  mengurungkan niat berunjuk rasa pada 20 Mei, karana melihat pada hari itu tidak kondusif dan terkait isu penyusupan agenda untuk menurunkan presiden, karena terlalu dini untuk mengeluarkan tentang hal ini (melengserkan presiden), beda dengan pergerakan tragedi 98 dan 66, tidak menginginkan gerakan mahasiswa dikaitkan dengan turunnya rezim.

Namun dalam hal ini BEM SI akan tetap melakukan aksi dalam bentuk damai, dengan menuntut  janji-janji Joko Widodo yang dinilai tidak bejus dalam menghadapi masalah hukum yang tajam ke bawahdan tumpul ke atas, masalah kesehatan, ekonomi, dan mencabut mekanisme BBM yang mengikuti pasar dunia.

Hal ini berbeda pradigma untuk mahasiswa UIN Jakarta yang lebih cenderung terhadap penurunan Joko Widodo, karana pemerintahan saat ini sudah keluar dari garis sebelumnya, yaitu pro rakyat kecil, tapi malah sebaliknya.

Melihat realita saat ini, jadi pantaslah semua mahasiswa khususnya UIN Jakarta melakukan unjuk rasa akbar yang melibatkan ratusan mahasiswa di Hari Kebangkitan Nasional dan ini menunjukkan sikap tidak apatisnya mahasiswa, selama ini dalam mengoreksi terhadap jalannya pemirintahan dibawah Presiden Joko Widodo.

Nur Kholis Swandi mahasiswa UIN Jakarta menambahkan, penting bagi mahasiswa untuk melalakukan orasi, mengeluarkan suaranya di depan Istana Negara, lantaranpemerintahan sekarang tidak mendahulukan terhadap hajat rakyat dan sudah melenceng terhadap ikrarnya ketika dilantik sebelum menjadi Presiden.

Hari Kebangkitan Nasional adalah momen yang pas untuk melupkan kritikan terhadap pemerintahan, menagih janji manis yang  disampaikan sebelumnya. Semoga dengan orasi yang dilakukan oleh mahasiswa menjadi catatan pemerintahan demi kebaikan kita bersama di hari esok.

*Penulis adalah mahasiswa Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post 101 Kekuatan Berpikir Positif
Next post Perompakan di Laut Somalia