Aksi Solidaritas Salim ‘Kancil’

Read Time:1 Minute, 29 Second
Tepat pukul 19.30, Senin (28/9)beberapa mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Ciputat yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid, Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan (KMPLHK) Kembara Insani Ibnu Batutah (Ranita) dan Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) melakukan aksi solidaritas di depan Halte Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Aksi diawali dengan mahasiswa duduk bersimpuh menggunakan penerangan cahaya lilin kecil, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu perjuangan seperti Darah Juang karya John Tobing. Aksitersebut merupakan bentuk dukacita atas tewasnya Salim ‘kancil’ petani asal Lumajang serta Tosan yang masih berbaring sakit karena dipukuli.

Koordinator Lapangan (Korlap) Muhammad Nur Azami, mengatakan aksi ini sebagai bentuk keprihatinan terdapat kasus diskriminalisasi terhadap petani pada 26 September kemarin. “Hari Tani belum ada sepekan, muncul masalah baru dan malah melukai agraria itu sendiri,” ujarnya, Senin (28/9).
Azami menambahkan, dalam aksi ini mahasiswa menuntut ketegasan pemerintah khususnya Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) atas tindakan diskriminalisasi kepada dua petani di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kedua petani itu, lanjut Azami, merupakan aktivis tani yang juga bergabung dalam Forum Petani Anti Tambang, sebuah upaya dari para petaniuntuk melarang adanya lokasi pertambanganoleh Perusahaan PT. IMMS.
“Mereka beralasan menolaknya pertambangan pasir, dikarenakan banyak dampak yang akan dialami masyarakat sekitar. Misalnya, minimnya debit air dan beberapa permasalahan-permasalahan lingkungan lainnya,” ujar mahasiswa semester tujuh Fakultas Adab dan Humaniora (FAH).
Azami berharap kedepannya peristiwa serupa tidak akan terulang lagi dan kasus-kasus kriminalisasi terhadap para petani di Indonesia berkurang. “Jangan ada lagi konflik agraria di Indonesia,” ujarnya, Senin (28/9).

Salah satu peserta aksi yang juga anggota KMPLHK Ranita, Venti Yanuarti, mengatakan aksi ini lebih berbentuk perenungan kepada mereka yang menerima perlakuan diskriminatif. “Ini adalah aksi damai yang sifatnya merenung, tidak perlu ada anarkisme di dalamnya,” ucapnya, Senin (28/9).


EM

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post G-30S: Bukan Sekadar Mempertanyakan Dalang
Next post Kota Penuh Bekas Luka