Menyoal Urgensi Program Bela Negara

Read Time:2 Minute, 27 Second
(sumber: Internet)

 Oleh : Kholis Bidayati*

Bela negara merupakan perwujudan kecintaan seseorang terhadap tanah airnya. Segala bentuk perilaku yang mencerminkan kesediaan untuk berbakti dan berkorban demi negara juga termasuk bela negara. Tak hanya aparat negara saja, masyarakat sipil pun bisa berpartisipasi dalam menjaga eksistensi negara dengan bela negara
Undang-undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia (NRI) 1945 pasal 30 menyatakan, Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan. Pernyataan untuk mempertahankan negara tersebut dipertegas dengan kebijakan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu.
Pada 19 Oktober lalu, Ryamizard secara resmi membuka program bela negara. Dilansir dari money.id, Ryamizard mengungkapkan, program pembentukan kader bela negara merupakan gagasan pemerintah untuk mempersiapkan rakyat menghadapi dua bentuk ancaman, yakni ancaman militer dan nirmiliter.
Di hari yang sama pula, 45 kabupaten/kota resmi membuka pelaksanaan bela negara. Seperti Surakarta yang diikuti 22 peserta, Banten sebanyak 16 peserta dan Bangka Belitung sebanyak 100 peserta. Uniknya dalam pengadaan program bela negara, masyarakat tidak diwajibkan untuk mengikutinya. Hanya mereka yang mau secara sukarela saja.
Karena sifatnya yang sukarela maka tidak ada sanksi bagi warga Indonesia yang tidak mengikuti program ini. Melihat kenyataan aturan yang sedemikian rupa, pemerintah tampak masih ragu dengan program bela negara ini. Padahal, sebelumnya urgensi program bela negara sangat dibutuhkan.
Keraguan ini juga didukung dengan kenyataan tak ada syarat batasan umur bagi masyarakat Indonesia yang ingin mengikuti bela negara. Program ini juga berbeda dengan wajib militer.Tak ada pendidikan berbau militer, hanya menanamkan rasa nasionalisme dalam berbagai kegiatan: baris-berbaris dan outbond.
Jika demikian, tampak tidak aneh jika pemerintah mengatakan, Bela negara bebas untuk semua umur. Namun, miris jika melihat anak Taman Kanak-kanak (TK) mengikuti pendidikan bela negara selama satu bulan dan meninggalkan sekolah mereka lantaran tak ada syarat batasan umur dalam bela negara.
Apa bedanya konsep yang ditawarkan pemerintah dengan pendidikan kewarganegaraan pada umumnya? kalau memang ingin menanamkan sikap nasionalisme, lebih baik jika Indonesia segera menerapkan wajib militer untuk masyarakat layaknya negara-negara lain. Kepalang tanggung jika program ini dilakukan dengan kegiatan seperti baris-berbaris saja.
Tak hanya itu, Kementerian Pertahanan mengucurkan dana 9-10 milyar setiap bulan untuk program bela negara. Dana tersebut digunakan untuk biaya sewa tempat, ongkos instruktur, biaya transportasi, seragam peserta, dan konsumsi bagi seluruh peserta program. Melihat program yang masih belum jelas persyaratan dan kegiatannya, lebih bijak jika anggaran tersebut digunakan untuk mengatasi masalah yang terjadi di Indonesia. Misalnya masalah kemiliteran, pendidikan ataupun kesehatan.
Konsep Bela negara Indonesia saat ini tak ubahnya pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah-sekolah. Sebaiknya, pemerintah mematangkan dan memperbaiki sistem pembelajaran kewarganegaraan. Misalnya dengan menambahkan kegiatan bela negara ke dalam pelajaran kewarganegaraan.
Upaya bela negara pun dapat diwujudkan tanpa melalui program bela negara. Bela negara dapat dilakukan masyarakat sesuai dengan profesi yang mereka emban. Mahasiswa belajar dengan rajin, guru mengajar dan menjadi teladan, dokter menjadi dokter yang profesional dan pemimpin menjadi pemimpin yang bertanggung jawab merupakan berbagai versi bela negara.
*Penulis adalah mahasiswa Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta

About Post Author

LPM Institut

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Tinggalkan Balasan

Previous post Kejar Akreditasi, Basement Alih Fungsi
Next post Parade JIPDAY”S Ke-16