Read Time:3 Minute, 33 Second
Kiprah dosen dan peneliti Dwi Nanto sukses menembus Scopus. Ia termasuk dosen peneliti paling produktif di UIN Jakarta.
Fisika telah menjadi bagian dari hidupnya. Ketertarikan pada Fisika telah mendarah daging sejak di Sekolah Dasar. Ibunya seorang guru Pegawai Negeri Sipil sangat berperan memotivasinya menjadi dosen dan ilmuwan. Untuk mewujudkan keinginan itu, orang tuanya pun menanamkan hobi membaca dan melatih kepekaan terhadap sekitar.
Bermula dari kegemaran pada Fisika, Dwi Nanto kemudian mengikuti berbagai perlombaan ilmiah dalam bidang sains. Dwi mulai mengikuti perlombaan ilmiah sejak kelas dua di Sekolah Menengah Pertama 79 Jakarta. Kompetisi perdana, ia ikuti di Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Saat itu dua kelompok diutus mewakili SMP 79 untuk mengikuti perlombaan. Dwi—sapaan akrabnya— merupakan salah satu dari siswa yang diutus. Ia dan teman-temannya mempunyai konsep tentang energi listrik yang diperoleh dari energi gerak melalui hembusan angin. Kaleng Londo yang dipasang kaleng bambu disekelilingnya menjadi bahannya. Menurut Dwi tenaga anginlah yang akan menghantarkan energi listrik. “Ide saya waktu itu masih cupu. “ kenangnya sembari tertawa pada Kamis (10/11).
Minatnya terhadap Fisika semakin menggebu-gebu tatkala ia duduk di Sekolah Menengah Atas 5 Jakarta. Perkenalan dengan Badrin seorang guru muda dan inspiratif makin memotivasinya untuk mempelajari Fisika. Demi mengasah pemahamannya terhadap Fisika juga ia pun mengikuti bimbingan belajar Nurul Fikri, Jakarta. Ia rela menyisihkan separuh uang jajannya demi membiayai keperluannya saat les. ”Keluarga tak ada yang tahu saya ikut bimbingan,” ucapnya.
Pengorbanannya selama satu tahun mengikuti bimbingan belajar membuahkan hasil. Kala itu, ia memilih Jurusan Teknik Elektro di Institut Teknologi Bandung dan Jurusan Fisika di Universitas Indonesia saat mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Dwi menilai lingkungan kedua kampus itu mampu mendukungnya untuk menjadi dosen dan peneliti di Bidang Fisika. Pada tahun 1998 ia diterima menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia (UI), Depok.
Setelah masuk dunia kampus, ia lebih aktif menulis dan meneliti. Terbukti sebanyak tiga kali ia bersama teman-temannya berhasil masuk nominasi pada Lomba Karya Ilmiah Pusat (LKIP) yang diadakan oleh Pendidikan Tinggi (Dikti)—sekarang Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek Dikti). Pada tahun 1999, Dwi bersama keempat temannya berhasil memenangkan LKIP yang pertama kali.
Dwi bercerita pada awalnya mereka berkeinginan untuk menolong masyarakat Kepulauan Seribu yang kesulitan mendapatkan air tawar. Namun, keinginan itu tak terealisasi lantaran tak ada dana. “Kita mentok di dana” tandasnya.
Suatu hari Dwi melihat pengumuman di majalah dinding fakultas bahwa Kemenristek Dikti mengadakan LKIP. Proposal penelitian mereka yang berjudul Reflektor Sinar Matahari Terkontrol Untuk Proses Desalinisasi Air Laut ditujukan ke Kemenristek Dikti demi membantu Kepulauan Seribu. Tak disangka proposal itu diterima dan ia berhak ikut pekan ilmiah mahasiswa di Makasar. “Itu pertama kali saya ke Indonesia Timur. Saya naik kapal laut,”ujarnya.
Tak puas diri, pada tahun 2000 dan 2001 ia kembali mengikuti perlombaan LKIP. Penelitian berjudul Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut dan Penghapus Mekanik Papan Tulis Kapur Anti Debu ia kembali tujukan ke Kemenristek Dikti. Kesuksesan pertama kembali terulang, proposal yang ia dan teman-temannya kirimkan kembali dipilih Kemenristek Dikti. Kemudian, penelitian itu membuat mereka mewakili UI untuk bertanding di kancah nasional berkompetisi dengan perguruan Tinggi lain.
Puncak prestasi Dwi Nanto terjadi pada tahun 2003 silam. Saat mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) ia mendengar kabar, Kemenristek Dikti mengadakan Lomba Karya Tulis Ilmiah tingkat nasional. Ia dan teman-teman kelompok KKN-nya yang tergabung dalam lintas fakultas sepakat untuk mengikuti perlombaan itu. Karya tulis mereka berjudul Komik Sebagai Media Pembelajaran mampu menembus lima besar. “Setelah itu saya didaulat sebagai mahasiswa berprestasi tahun 2003,” ujarnya.
Pria lulusan Doktor Chonbuk National University ( CNU), Korea Selatan itu, saat ini menjabat sebagai Kepala Program Studi Ilmu Fisika dan Peneliti di UIN Jakarta. Berbagai artikel dan paperpenelitian tentang sains telah dimuat di jurnal nasional dan internasional. Hingga 2016 ini, penelitiannya yang terindeks Scopus berjumlah 17 penelitian. Itu menobatkannya sebagai dosen UIN Jakarta yang memiliki hasil penelitian paling banyak di Scopus.”Saat ini ada lima (penelitian saya) lagi yang on going. Mohon doanya,” ujarnya sembari senyum.
Sadar akan perlunya peneletian, Dwi Nanto pun ingin mahasiswanya mengikuti jejaknya sebagai peneliti. Pengalamannya dibimbing oleh Profesor Yu, seorang profesor peneliti melatar belakangi niatnya untuk membiming mahasiswa. “Penelitian itu penting bagi perguruan tinggi,” tutupnya.
Zainuddin Lubis
Happy
0
0 %
Sad
0
0 %
Excited
0
0 %
Sleepy
0
0 %
Angry
0
0 %
Surprise
0
0 %
Average Rating